Kami berdua keluar dari mobil dan memasuki rumah sakit. Aku mengeluarkan hp untuk mengontak Mahmud tetapi ia ternyata telah menunggu di lobi utama. Ia menuntunku dan Charles. Kami bertiga berjalan menelusuri lorong rumah sakit.
"Kau pasti akan suka dengan ini, Kilesa." kata Mahmud.
Aku tersenyum kecil kepada Charles pertanda bahwa kami akan menangani kasus aneh lagi. Charles tidak tahan.
"Kasus aneh lagi, Mahmud?"
Berjalan beberapa langkah lagi, Mahmud menghentikan kami. Aku melihat ke sekeliling. Kami sudah tiba di area rawat inap. Mahmud menatap kami berdua.
"Sebenarnya tidak aneh - aneh amat. Hanya ada satu kejanggalan. Di samping tembok lorong ini, di dalam kamar, ada seorang pasien yang sudah meninggal. Namanya Bambang Utomo, usia 74 tahun. Meninggal karena tumor otak, seperti yang kukatakan di telepon. Tidak ada yang aneh dari catatan medis dan obat. Hanya saja..."
Ia menoleh dan memberi isyarat kepada salah seorang yang sudah menunggu di depan pintu kamar. Orang ini berjubah putih, sepertinya dokter atau suster, menurutku. Ia memberikan selembar kertas putih. Kami membaca judulnya.
"Persetujuan untuk memberikan suntikan euthanasia."
Suntik mati? Orang ini rela untuk disuntik mati? Formulir itu berisikan biodata Bambang Utomo dan persetujuan darinya untuk mendapatkan suntik mati.
"Tidak hanya itu. Lihat ke paling bawah."
Mata kami tertuju ke paling bawah di mana terdapat tanda tangan dari Bambang Utomo. Ya, tanda tangan itu ditulis dengan sebuah tinta merah.