Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kasus Motel Berdarah [Detektif Kilesa]

19 September 2020   14:47 Diperbarui: 19 September 2020   14:53 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku hanya keluar kamar untuk menikmati udara pagi, sob. Duduk di teras depan, sambil berselancar di dunia online. Biasanya aku mumet dengan kasus tilang yang tidak ada habisnya, tidak bolehkah aku menikmati momen ini? Ah, ternyata Tuhan berkehendak lain. Ke mana aku melangkah, kasus tetap mengikuti."

Aku tersenyum mendengar Endang berbicara. Kami tidak mengenal satu sama lain, namun profesi polisi sudah membuat kami seperti saudara.

"Saya mohon maaf, pak, karena bapak dijadikan tersangka. Ada sebuah pembunuhan yang terjadi pagi tadi, paling pagi jam delapan, di kamar nomor lima. Namanya Rasmi, seorang pegawai swasta."

"Tidak mengapa, tidak mengapa. Keadilan sosial bagi seluruh penduduk negeri. Tetap harus dijalankan. Lagipula, jika aku tidak bersalah, mengapa harus takut?"

"Baiklah, bapak bilang bahwa bapak bersantai di teras pagi hari. Jam berapa itu? Apakah bapak melihat seseorang memasuki kamar nomor lima di pojokan?"

Endang membuang napas dan terlihat kecewa. "Sayang sekali, sobatku yang terkasih. Aku adalah seorang pegawai lalu lintas, terbiasa untuk bangun pagi sebelum bertugas. Kata pagi di sini adalah jam enam sampai jam tujuh. Lalu aku masuk ke dalam untuk bersiap -- siap pergi ke tempat wisata bersama istriku. Ia sedang menonton televisi di kamar. Tidak, aku tidak melihat apa pun atau siapa pun memasuki kamar nomor lima. Tetapi..."

Aku, Charles, dan Mahmud menyimak dengan seksama, "Ada seseorang bertubuh gendut yang bolak -- balik keluar masuk pintu. Maksudku, hanya kepalanya saja yang keluar. Ia celinguk -- celinguk, lalu masuk lagi. Kalau tidak salah, kamar nomor tujuh. Ya, aku yakin kamar itu. Ia berada di seberang. Kalian bisa menanyainya nanti."

Kami mencatat semua keterangan yang diperlukan. Endang dan istrinya dipersilakan untuk kembali. Kamar nomor tiga adalah seorang wanita karir yang nampaknya juga sedang melakukan perjalanan bisnis. Dari gayanya, kami menebak bahwa perusahaan tempatnya bekerja adalah perusahaan multinasional. Namanya Vanessa.

Dengan adanya cincin kawin di jari tengah, aku menyebutnya nyonya. "Nyonya Vanessa, kami mohon maaf karena harus menunda bisnis Anda. Apakah ini tidak apa -- apa?"

Ia setengah membentak, "Tentu saja ini merugikan! Tapi akan lebih merugikan jika namaku tersangkut paut sebuah kasus pembunuhan. Jadi, menurutku, tuan detektif yang terhormat, selesaikan kasus ini secepat mungkin sebelum merebak menuju media massa. Apa kau ingin aku dan perusahaanku menjadi pergunjingan netizen?"

"Baik, baik. Kami ingin langsung cepat saja. Pembunuhan terjadi sekitar pukul delapan, di kamar nomor lima, dengan korban bernama Rasmi, seorang pegawai swasta. Apakah ibu mengenal orang ini?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun