Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kasus Petir Legenda [Detektif Kilesa]

11 Agustus 2020   08:46 Diperbarui: 11 Agustus 2020   08:49 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku menggeleng -- geleng dalam hati mendengar cerita Basri. Tidak mungkin ada kebetulan berulang terjadi di tempat yang sama. Namun ketika aku memandang Charles, ia membeku dan bulu kuduknya berdiri. Akhirnya aku menanyakan Basri adakah yang ingin disampaikannya lagi. Ia menjawab tidak ada, dan ia pun keluar. Tinggallah kami bertiga membahas kasus yang terjadi.

"Sudahi takutmu itu, Charles. Bikin malu saja."

Charles malah semakin terlihat paranoia dan memandang sekitar. "Ada yang aneh di tempat ini, Kilesa. Aku bisa merasakannya."

"Hus. Lebih baik lihat saja ini."

Aku memegang rekaman cctv dan mengarahkan waktu menuju 19.25, saat terjadinya petir. Jika benar petir menyambar rumah ini, sekring akan putus sementara dan terjadi mati lampu. Namun yang terjadi adalah hal yang tidak bisa kujelaskan.

"Kacau, ini benar -- benar kacau. Apa maksudnya ini?" ujarku.

Alih -- alih menjadi gelap gulita akibat aliran listrik padam, layar cctv berubah menjadi mode gelap. Semua terlihat menjadi bayangan hitam putih. Tidak ada yang terjadi hingga sepuluh menit kemudian, lampu kembali menyala. Sepertinya saat itu Basri sudah menyambungkan sekring kembali. Derap kaki terdengar dari tangga, tanda ia mengecek ke lantai dua. Sepertinya saat itulah ia menemukan Sena sudah dalam kondisi tidak bernyawa.

Aku mendesah. Kasus ini sulit. Sama sekali tidak ada titik terang. Petunjuk tidak mengarah pada sesuatu, juga motif tidak muncul ke permukaan. Aku hendak mematikan layar rekaman cctv ketika kulihat Basri keluar pekarangan sambil mengacungkan handphone. Apa maksudnya? Padahal masih ada gerimis dan angin. Sepertinya ia hendak menelepon seseorang. Mengapa ia melakukan di luar rumah? Tidak dapat sinyal? Ah, tidak bisa kujelaskan.

Setelah berunding, kami memutuskan untuk melakukan investigasi lebih lanjut esok hari. Dilanjukan pun tidak ada titik terang. Saat ini kepalaku pusing. Hujan sudah menyerap ke dalam tubuhku. Mungkin di kantor polisi besok, kami dapat berpikir lebih jernih. Hari sudah malam, dan tidak baik untuk memaksakan diri.

Aku menutup pintu mobil tim forensik, memerhatikan rumah itu sekali lagi. Garis kuning polisi sudah melintang di depan gerbang, tanda tempat itu adalah TKP. Aku melihat ke atas, ke lantai dua. Dua buah lampu sorot berada di masing -- masing pojokan, menyinari bagian luar lantai dua sehingga tempat itu terlihat temaram. Sebenarnya pemandangan itu memberikan kesan artistik, dan memanjakan mata, jika kami tidak tahu bahwa ada mayat di sana.

Di bawah lantai dua, ada lampu sorot yang menyinari taman. Di sampingnya, ada tempat cctv bernaung. Aku berpikir. Ada berapa banyak rumah pribadi memiliki cctv sendiri? Di rumah konglomerat sekalipun, aku jarang menemukan cctv terpasang. Namun aku akui, memiliki cctv di rumah sendiri bukanlah sebuah hal yang aneh. Mungkin tujuannya untuk mencegah pencuri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun