Kami turun ke bawah untuk mendapatkan Basri sedang diinterogasi oleh tim forensik di ruang belakang. Ada sebuah saung serta kolam renang. Di bawah saung, ada kursi dan meja, dan di situlah dirinya berada. Basri sudah berumur. Tampangnya sayu dan lemah. Menurut penilaianku, ia bukanlah tipe orang yang suka macam -- macam. Namun pengalamanku sudah membuktikan bahwa anak rusa pun bisa membunuh.
Basri terlihat cemas dan gelisah. Ia seperti merasa bersalah. Tubuhnya gemetar, terlebih mengetahui bahwa pertanyaan tentang identitasnya telah usai, berganti dengan investigasi yang sebenarnya. Ia masih bisa menjawab dengan tata kalimat yang bagus ketika kami duduk di hadapannya.
"Jadi, bapak yang melaporkan kejadian di rumah ini," dibalas dengan anggukan oleh Basri, "pukul berapa bapak mengetahui bahwa Pak Sena Fransiscus telah tidak bernyawa?"
"Pukul setengah delapan malam, pak. Hujan badai dan petir telah mencemaskan saya sejak sore hari. Malam hari akhirnya saya mengecek ke atas dan sudah menemukan Pak Sena dalam kondisi tidak bernyawa. Saya langsung lapor polisi, pak."
Aku mengernyit. Ada banyak pertanyaan, namun semua harus dijelaskan secara runut. "Apakah bapak tahu penyebab kematian Pak Sena?"
Ia mengangguk dengan cemas, "Petir, pak. Ia disambar petir."
"Dan itu merupakan sebuah kecelakaan. Orang biasa akan menghubungi ambulans dibandingkan polisi saat menemukan orang tersambar petir, namun bapak malah menghubungi pihak yang berwenang. Mengapa, pak?"
Tubuh Basri mulai bergetar ketakutan. "Itu karena...karena..."
Belum selesai menjawab, Charles memotong. Sejujurnya aku tidak suka ini.
"Karena bapak tahu bahwa Sena Fransiscus telah dibunuh, daripada tewas karena bencana alam. Sudah, pak, mengaku saja, siapa yang sudah mengikat Pak Sena ke tiang peredam petir sore tadi? Apakah seorang yang membencinya? Saingan bisnis?"
Aku menyorongkan tangan ke arah Charles dan mengambil alih. "Apakah bapak tahu bahwa ada pengikat yang berada di samping mayat Sena saat petir menyambar?"