Joko Wangkir melayangkan pandangannya ke kiri dan ke kanan. Sesuai dengan arahannya, pasukan Limawijaya dan Anggabaya tidak terlihat dari pandangan mata. Joko Wangkir harus memacu kudanya beratus -- ratus depa ke arah timur untuk memastikan pasukan Limawijaya sesuai dengan posisinya. Sang ksatria tepat berada di tempatnya dan mengangguk ketika melihat sang panglima.
Tanda dariku adalah ringkikan kuda. Kalian sudah terlatih mendengarnya.
Joko Wangkir kembali ke posisi awal dan menuju arah barat. Sekarang, si sumber masalah.
Anggabaya sedang memukul -- mukul tameng seorang prajurit ketika Joko Wangkir menghampirinya. Tidak seperti Limawijaya, ia menghampiri sang ksatria.
"Apa yang kau lakukan, Anggabaya?"
"Kau lihat sendiri, panglima. Aku sedang menguji ketahanan tameng prajurit. Aku memastikan mereka aman ketika menghadapi pedang maupun panah."
"Bukankah sudah kuuji berulang kali, Anggabaya? Tameng buatan kelompok Destrapura tidak memiliki kelemahan. Sudahlah, lihat, kau bahkan belum mengatur formasimu."
Anggabaya tersenyum, "Tenang saja, panglima. Dengan satu tangan aku bisa..."
Sangkakala berbunyi. Sial, mereka sudah datang? Mengapa sangat cepat?
"Cepat atur pasukanmu, Anggabaya, mereka sudah datang! Sial, mengapa cepat sekali?"
Anggabaya tergopoh -- gopoh membenarkan pakaian perangnya dan mengangkat tangannya untuk mengatur formasi pasukan. Joko Wangkir meninggalkannya dan memacu kudanya menuju tempatnya semula, bersama Iyang Taslim dan Awan Senggana.