"Mapala Senadi hanya mengandalkan pemuda desa, Wangkir. Sama denganku. Yah, kuharap pemuda desa Merapi lebih berkualitas dari para pemuda Dieng. Walaupun aku tidak yakin."
Iyang Taslim ikut berujar, "Jangan lupakan Mpu Panca di Laut Jawa. Ia tidak akan kalah."
Limawijaya juga menanggapi, "Betul, panglima, ucapanmu seakan -- akan pasukan Mpu Panca hanyalah tumbal bagi Kerajaan Medang."
Ia memang akan kalah. Dan mungkin mati.
"Bukan begitu. Sudah kubilang, aku menganggap pasukan Merapi dan Dieng adalah cadangan saja jika terjadi apa -- apa. Pasukan utama tetap kita: Joko Wangkir di darat dan Mpu Panca di laut."
"Dan bagaimanakah taktikmu lusa esok, panglima?" Awan Senggana bertanya.
Akankah kubicarakan dengannya? Beritahu sajalah.
"Unggun Krama sebagai ksatria terkuatku akan langsung menghadapi mereka di sebuah bukit yang menanjak, kira -- kira seribu depa dari desa paling utara pemukiman Dieng. Pasukan Iyang Taslim akan menunggu di belakang bukit selatan, sedangkan pasukan Limawjiaya akan berada di belakang bukit sebelah timur. Anggabaya, kau akan berada di bukit sebelah barat. Tunggu aba -- aba dariku saat akan melakukan serangan."
Gebrakan meja hadir dari seseorang bertubuh gemuk.
"Akulah yang akan menghadapi mereka langsung, panglima! Aku ksatria terkuatmu!"
Joko Wangkir menatap tajam Anggabaya, "Tidak. Duduklah, kunyah makanan di mulutmu itu hingga habis, baru bertutur kata."