Beberapa waktu kemudian Pramoda telah berada di dalam kereta kuda. Di dalam hatinya ia ingin sekali menghindari hari ini. Kerajaan Medang bisa berakhir hari ini. Aku ingin pergi sejauh mungkin. Ia ingin sekali menyangkal fakta bahwa ia ada sang pewaris tahta Kerajaan Medang.
Rakai Pikatan. Jika ada yang tidak ingin kulepas, ialah satu -- satunya. Cinta harus bertahan, walau kerajaan hancur. Pramoda tenggelam di dalam pikiran -- pikiran buruknya sementara kereta terus meluncur menuju kotaraja. Semoga aku masih sempat melihatmu sebelum berangkat. Sebab itu mungkin yang terakhir kali.
Sangkakala bertiup dengan kencang ketika kereta kuda Pramoda melintasi pintu gerbang kerajaan. Ramai -- ramai di depan halaman mengindikasikan bahwa rombongan kerajaan yang akan bertemu dengan Balaputradewa belum berangkat. Di samping halaman kerajaan Pramoda dapat melihat sekitar seratus pasukan berkaki telah berbaris dalam banjar yang teratur. Ketika ia sampai di depan pintu istana, ia bisa melihat para petinggi kerajaan yang mengelilingi ayahnya merundingkan rencana. Dan Rakai Pikatan. Masih sempat.
Nampaknya kesibukan yang ditimbulkan akibat rencana penjemputan Balaputradewa tidak menyadarkan para anggota kerajaan bahwa Pramoda telah sampai pada pintu istana. Pramoda membuka pintu kereta, keluar, melangkah menuju Rakai Pikatan, menarik lengannya dari kerumunan yang sibuk membicarakan rencana, dan menciumnya dengan erat. Rakai Pikatan terlihat kaget, namun setelah beberapat saat ia mulai membalas ciuman Pramoda.
"Benar -- benar romantis sekali, tuan putri." ucap Rakai Pikatan ketika Pramoda melepas ciumannya.
Pramoda hanya tersenyum. Kali ini sangkakala bertiup dengan sangat keras. Ciuman yang terlalu lama membuat ia tidak memperhatikan sekeliling. Hampir seluruh petinggi kerajaan telah meninggalkan teras istana. Sementara itu pasukan berkaki mulai bergerak menuju pintu gerbang kerajaan. Di saat itulah ia mengerti bahwa pasukan kerajaan akan segera pergi. Termasuk Rakai Pikatan.
"Sampai jumpa, tuan putri, semoga keberuntungan menyertaiku. Salam," ucapan terakhir Rakai Pikatan, yang tidak dibalas apapun oleh Pramodawardhani. Ia kehilangan kata -- kata. Sementara itu Rakai Pikatan beringsut menuju kudanya. Ayo Pramoda, berikan semangat kepada calonmu itu, hatinya berteriak, namun tidak ada suara yang keluar.
Kata -- kata terakhirnya berupa linangan air mata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H