Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pramodawardhani 2 [Novel Nusa Antara]

17 Desember 2018   19:47 Diperbarui: 17 Desember 2018   19:55 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Tentu saja ingat. Di saat lelaki berengsek mendapatkan wanita cantik sepertimu di situlah kau tau bahwa Yang Maha Esa tidak adil. Pramoda mengambil posisi duduk di depan meja makan, yang diikuti sang paman di seberang meja makan. Sementara Hindun masih mengambil beberapa makanan dari gudang penyimpanan.

"Hindun, sudahlah. Sudah banyak makanan di atas meja ini, tidak perlu lagi engkau mengambil makanan. Lihatlah Pramoda ini, aku yakin ia membatasi makanan yang masuk ke perutnya. Perutnya kecil begitu, bahkan lele pun tidak bisa berenang di dalamnya." Kartawiyana mengakhiri kalimat itu dengan tawa culas yang disambut dengan lenguhan kedua wanita di ruangan itu.

Hindun berhenti mondar -- mandir dan duduk di samping Kartawiyana. Senyumannya terlihat alami walaupun usianya sudah menyinggung dasa lima. Kerutan enggan muncul di wajahnya, bukti bahwa ia adalah tipe manusia yang menikmati kejadian -- kejadian di hidupnya. Jika ada satu penyesalan, maka mungkin itu adalah anak tunggalnya, pikir Pramoda, mengira -- ngira.

"Silakan dimakan makanannya, nak, semuanya merupakan hasil dapurku sendiri." Perkataan Hindun memecahkan lamunan Pramoda. Segera Pramoda menyantap makanan yang tersedia di depannya.

"Aku sangat senang kau datang ke tempat ini, Pramoda," Kartawiyana membuka percakapan, "Sudah lama aku tidak bertemu dengan anak -- anak istana. Bagaimana si Rakai Pikatan itu? Kau tidak diapa -- apakan, kan?" tanya Kartawiyana.

Pramoda sedikit tersedak mendengar pertanyaan Kartawiyana, namun ia berhasil menyembunyikan kekagetannya. "Tidak, hubungan kami sehat -- sehat saja, paman. Tidak ada sesuatu yang buruk terjadi antara kami." tegas Pramoda.

"Baguslah. Sebenarnya aku yakin dengan instingku ini. Rakai Pikatan orang baik, pintar, dan bisa diandalkan. Tapi untuk memegang tampuk pimpinan Kerajaan Medang, menurutku belum. Ia masih harus belajar untuk tegas dan berani marah kepada bawahannya." jelas Kartawiyana. Pramoda mendengarkan dengan seksama, insting sang paman biasanya tepat dan sudah terbukti dengan posisinya sekarang.

Kartawiyana melanjutkan, "Aku mendengar berita. Lusa Balaputradewa akan berlabuh, bukankah begitu?" Pramoda mengangguk sementara mulutnya penuh dengan sangu dan bebek goreng. Hindun tertawa melihatnya. Apalah arti putri kerajaan, perutku ini menjerit dari tadi. "Aku tidak ingin membahas Balaputradewa, juga bercerita tentang orang itu. Hidupnya membosankan. Si Otak. Setiap hari kerjanya hanya membaca buku. Omongannya juga membosankan. Ia tidak tahu cara memikat hati wanita, atau bahkan memuji ibu kandungnya. Tukang pikir." Kalimat pertama yang dicetus justru terbalik dengan yang ia ucapkan.

Pramoda mengangguk -- angguk tanda mengerti. Dari semua orang di Kerajaan Medang, orang inilah yang paling lama hidup dengan Sang Panah dan Sang Otak. Kartawiyana merupakan anak pungut Samagrawira setelah ia berkelana ke Teluk Kiluan. Legenda mengatakan ia tertarik dengan kemampuan renang seorang anak dimana, legenda lain mengatakan, ia mampu menaiki lumba -- lumba dan berenang bersama. 

Terkesan dengan kemampuan sang anak, hal ini memancing kemarahan Dharanindra ketika Samagrawira membawa pulang anak tersebut. Namun Rakai Warak bersikeras ingin mengasuh anak itu, dan ia menitikberatkan kenyataan bahwa pernikahannya dengan Putri Harumshawani belum menghasilkan keturunannya. 

Ketika Samaratungga hadir ke lingkungan kerajaan lima tahun kemudian, Samagrawira memutuskan untuk tetap mempertahankan Kartawiyana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun