"Sungguh beruntung sekali lelaki yang telah memperistrimu, bibi," Pramoda memulai percakapan, senyumnya masih mengembang.
"Lelaki beruntung diciptakan Tuhan, lelaki tidak beruntung juga diciptakan Tuhan. Aku pun diciptakan Tuhan. Lalu apa yang harus disesali?" balas Hindun tersenyum membalas ucapan Pramoda. Kali ini ia membawa air kelapa yang telah selesai disiapkan, langsung dengan batoknya.
"Omong -- omong, bi, dimana lelaki beruntung itu?" tanya Pramoda.
"Ia sudah pergi, katanya ada urusan di perbatasan Mataram dengan Kalasan. Entah apa yang ia maksud." jelas Hindun.
Pikiran Pramoda melayang. Ia jelas tidak ingin mengaitkan kepergian si pemalas dengan kedatangan Balaputradewa. Tapi, pergi sebelum ayam berkokok? Ia bahkan tidak mungkin bangkit dari tempat tidurnya sebelum matahari terbit.
"Sudah tidak usah dipikirkan. Mari nikmati sop iga buatan bibi. Pasti enak." lanjut Hindun ketika ia melihat Pramoda tercenung.
"Ah iya, Bi." Pramoda segera menyantap sop iga tersebut dan ia merasakan kenikmatan yang luar biasa.
"Lagipula kau masih harus melanjutkan perjalanan menuju kotaraja. Siapkan tenagamu. Hari ini mungkin akan menjadi hari yang panjang."
"Tenang saja, bi, jarak antara Mataram dengan Prambanan tidak begitu jauh, sebelum matahari memuncak aku pasti sudah sampai," jawab Pramoda memandang wajah Hindun. Ketika pandangan saling bertemu, ia mengerti bahwa bukan itu yang dimaksud Hindun. Pramoda segera mengerti dan mengangguk.
Matahari telah muncul di ufuk timur. Beberapa saat kemudian, Jayaputra memasuki ruangan makan dimana Pramoda dan Hindun berada. Ia memberitahukan bahwa kereta kuda siap untuk berangkat. Namun Pramoda belum benar -- benar ingin berangkat. Ia masih betah dengan suasana Mataram. Ketenangan yang diberikan oleh orang -- orang sekitar, sesuatu yang tidak ia dapatkan di lingkungan istana. Di sana kelas dan kasta masih merajalela. Atau mungkin aku takut kedatangan pamanku membawa kabar buruk.
Sebuah pandangan penuh pengertian dari Hindun menyadarkannya, "Pergi, sayang. Kerajaan ini membutuhkan kehadiranmu. Siapa tahu hari ini akan menjadi besar. Calon suamimu membutuhkan dukunganmu." jelas Hindun sambil memancarkan tatapan penuh kasih sayang.