Namun, kurasakan perubahan pada orang-orang di sekelilingku. Banyak dari mereka yang menjauhiku, ada yang menganggap aku lebih gila dari sebelumnya, dan bahkan orang tuaku pun hanya geleng-geleng kepala seolah tidak mengerti apa yang kupikirkan. Ada apa ini? Bukankah dia memang masih hidup? Mungkin mereka hanya tidak percaya saja. Kusimpan itu baik-baik dalam hati.
Seperti biasanya, mereka hanya berkata hal-hal yang aneh dan omong kosong, nonsense bagiku. Mereka bilang aku harus pergi ke psikiater? Tidak bisa! Aku ini normal! Tapi dia tetap sabar, untungnya. Sabar dan tetap percaya padaku, meskipun begitu ia tetap membujukku untuk pergi ke psikiater karena katanya, “Kamu harus buktikan sendiri pada mereka”, dan tentu saja aku menurutinya.
Tapi, psikiater yang katanya terkenal itu pun tak percaya padaku. Aneh sekali. Mungkin dia hanya terkenal namanya saja, aku tidak tahu. Yang jelas, dia tidak percaya padaku, dan bahkan menyarankan agar aku mencari perempuan lain. Apa? Apa dia sudah gila? Aku tidak ingin melakukan poligami! Dan dia pun tidak akan senang kalau aku melakukannya.
Sudahlah, mendengarkan orang-orang bodoh ini berbicara dengan omong kosong mereka tidak ada gunanya. Aku langsung bergegas menuju rumahnya sepulangnya dari psikiater. Dia bilang tadi dia menungguku di rumahnya. Maka, kulakukan apa yang semua orang normal lakukan. Sesampainya di rumahnya, kupencet bel. Cecil rupanya yang membuka pintu untukku. Aku langsung menyampaikan maksudku dengan jelas.
“Cil, ada Jessica?”
“Apa maksudmu?”
“Jess. Jessica. Dia ada di sini kan?”
“Di sini? Kamu sudah gila?”
“Tidak. Aku waras, sangat waras, sewaras-warasnya orang.”
“Jangan bodoh! Dia kan sudah-“
“Sudah apa? Dia masih hidup kan? Masih sehat?”