Mungkin aku harus menghubunginya sekarang, sekedar bercakap-cakap, mengobrol untuk mengenyahkan firasat tidak enak ini dari pikiranku. Aku segera merogoh HP dari saku celanaku, tapi belum juga disentuh, HP itu sudah berbunyi.
Ada telepon?
“Halo, San?”
“Ini siapa?”
“I-ini.. ini aku, Cecil, a-adik Jessica!”
“Ada apa? Apa ada sesuatu?”
Nada suara Cecil di telepon jelas-jelas terdengar panik. Mendadak, firasat itu makin mencengkram dadaku dan jantungku berdegup kencang. Sangat kencang.
“I-ini.. ini gawat, San!! Je-jes-jessica..”
“Ada apa dengan Jess? Kenapa suaramu terdengar panik begitu??”
“Di-dia…”
Semua yang ada di sekelilingku terasa hilang, terserap dalam kegelapan. HP-ku jatuh dengan begitu saja saat aku termenung, tidak percaya apa yang terjadi. Perlahan-lahan, air mata menetes dari mataku sebelum akhirnya mengalir deras. Aku terduduk lemas, dan meratap. Ratapan yang makin merobek-robek hatiku, menjadi kepingan-kepingan yang berserakan dan takkan pernah bisa kuambil dan kususun kembali.