<><><><><><><><><><><>
Aku tak pernah, sekalipun tak pernah, membayangkan semuanya akan terjadi. Lagipula siapa yang mau? Tapi entah apa yang kuperbuat sehingga aku sekarang harus menanggung beban ini. Saat bel tanda pulang sekolah berbunyi, teman-temanku, dengan tanda kutip tentu saja, pulang duluan dengan cepat seolah dikejar sesuatu yang menakutkan. Aku seperti biasanya diam, masih duduk mematung sendirian menunggu semuanya pulang.
Tidak ada yang memperhatikanku, seperti biasanya. Mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Saat seperti ini mereka bertindak individualistis, sementara saat ulangan mendadak aku seakan-akan harta karun bagi mereka. Aku sudah terbiasa, sungguh, terbiasa, meskipun aku tetap heran kenapa manusia bisa begitu tidak konsisten, plin-plan. Tiba-tiba, sebuah suara menyapaku, membuyarkan lamunanku.
“Hai.”
“Oh.. kamu.. aku tidak ingat..”
“Haha, masa’ kamu gak ingat aku? Ini aku!”
“Oh, Jessica! Ada apa? Setahuku.. tidak ada ulangan atau tugas yang mendesak dalam waktu dekat.”
“Ah, jangan sinis gitu dong. Aku gak kayak yang lainnya, aku disini cuma.. buat… eng.. sesuatu aja.. nomor HP kamu?”
Wajahnya jelas-jelas memerah saat mengatakan hal itu. Aku yakin, haqqul yakin bahwa dia punya perasaan yang berbeda padaku. Sama sekali berbeda. Anehnya, aku mendadak lupa perasaan apa itu, yang mengganjal dan bersarang di hati. Aku pun, merasakan perasaan yang sama terhadapnya dan sebenarnya ingin melompat-lompat riang saat dia mengucapkan kalimat itu.
“Hei!!!!”
“Ah, iya. Maaf, tadi aku melamun. Ini nomor HP-ku…”