Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bos Ingin Menulis

15 Januari 2017   09:02 Diperbarui: 15 Januari 2017   09:54 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cerita Minggu Pagi 21

Tetap mengenakan pakaian putih kebesarannya, ia sudah duduk santai di kursi panjang. Di depannya membentang layar kaca dengan suara empuk dan jernih. Gambarnya pun tak kalah indah. Seorang wanita bertubuh langsing, cantik dan tampak cerdas. Suaranya runtut dan dengan artikulasi jelas.

                “Kayaknya lumayan nih acara ...!” katanya seperti kepada diri sendiri.

                “Lha, iyalah, Imam.”

                Lelaki itu menoleh ke arah seorang lelaki muda bertutup kepala putih.

                “Lu, emang pernah ngeliat yang kayak ginian?”

                Lelaki muda itu setengah merunduk, dan senyum-senyum menjawab: sesekali.

                “Ah, lagak lu!” semprotnya. “Mereka sepertinya, perlu belajar sama gue ....

“Ya, semestinyalah, Bos.”

“Kok, Bos?”

“Maaf ...maaf, apa gulanya tambah?”

Lelaki itu mengibas-ngibaskan tangan. Agar Si Muda itu menyingkir.

“Selamat malam ... pemirsa....!”

“Hm, cantiknya,” desisnya sambil celingak-celinguk. Senyumnya mengembang setelah melihat sekeliling tak ada manusia lain.

Sesi demi sesi diikuti dengan senyum kian lebar. Terus-menerus. Sepertinya ia kecanduan. Meski ketika jeda, ia selalu memanggil Si Muda yang sebenarnya berada di belakangnya, tak jauh.

“Tambah gula, Imam?”

“Gula nggak perlu-perlu amat.”

“Lalu?”

“Cemilannya saja.”

“Okey, Bos.”

Ia geleng-geleng kepala.

“Kurma?”

“Ya, iyalah. Lu kayak baru ngikut gue aje.”

Si Muda berlalu.

Acara di tivi berlajut.

“Sekarang paslon nomor dua ...Silakan paparkan lebih detail dan terukur. Apa yang menjadi keunggulan program Anda berdua dibandingan yang lainnya.”

Lelaki itu manggut-manggut.

“Si Kapir ini pasti ngelak soal seksis ...dasar!”

Dengan gestur yang cukup terbaca, paslon nomor dua memaparkannya. Namun bahasanya lebih dari runtut. Tak meledak-ledak.

“Hmmm ....”

Kurma bertambah. Juga krupuk. Semua disikat.

“Kenapa krupuk?”

“Kan sukanya Imam?”

Lelaki itu menepiskan tangan. Kembali menyimak acara di layar lebar kaca dengan suara jernih. Di ujungnya, ia menggeleng-gelengkan kepala.

“Saya mesti menulis ....”

“Mesti apa, Imam?”

“Saya akan menulis. Kutu kupret. Kuping lu mesti dijembreng ....”

“Oh.”

“Oh, apa?”

“Bos mau nulis.”

“Ya. Catet!” sergahnya cepat. “Ambilkan laptop ....”

“Laptop?”

“Lu makin bodoh aja ...makanya jangan suka nonton tipiiiii ....mereka kacau semua.”

Si Muda itu senyum-senyum.

“Senyam-senyum. Cepet, ambilin laptop.”

Si Muda pun berlalu ke belakang. Meski bingung. Dan ia justru mengambil HP cantik milik pimpinannya yang melengking-lengking kayak kuda birahi. Lalu ia menjawab seperti biasanya, kewenangannya sebagai pembantu paling dipercaya bosnya.

“Ini yang terakhir, dari pasangan di tipi itu, Imam. Katanya ingin ngomong sendiri ....”

Si Lelaki itu melotot jengkel. Namun demi mendengar telepon penting, dan ingin berbicara langsung, berarti memang penting.

“Oh, jadi ente mau transper ....”

“Ya, Imam.”

“Gitu, dong. Masak kalah sama dua yang lainnya.”

“Saya minta doanya saja.”

“Doa sih doa. Berapa lu mau ngasih?”

“Jangan gitu, dong. Gue udeh mau bener.”

Lelaki itu tertawa terkekeh.

“Iye. Lu kayak gak tau gue aje.”

“Nah, gitu. Saya mau ngasih ... lebih gede dari mereka berdua. Mereka ngasih berapa?”

Klakep.

Lelaki itu bingung. Lalu ia memanggil Si Muda. Sambil menutup telpon, ia bertanya.

“Segitu, Bos.”

Lelaki itu mengacungkan jempol epada Si Muda.

“Sejuta hahaha,” katanya di telpon.

“Okay, setuju. Sejuta hahaha,” sahut suara di seberang.

Lelaki itu menghela nafas dalam-dalam. Lalu manggut-manggut. Ada senyumnya di sudut bibir dengan kumis di atasnya. Sambil terus mengatakan: Lu pada gua bohongin.

Laptop disorongkan Si Muda.

“Apaan, nih?”

“Katanya mau nulis.”

Lelaki itu membuka tutup kepalanya. Lalu garuk-garuk kepala.

“Bawa-bawa masuk sono, gih. Barang apaan, tuh? Gue mana pernah menyentuhnye.”

Plak!

Si Muda mengambil laptop itu lagi, dan balik badan. “Bos gue kereeeeen ...!”

  

***

  

Angkasapuri, 14/1/17    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun