“Mestinya, aku tidak menyerobot bibir Mas Te Es.”
“Oya? Kau menyesal?”
Desahannya menguat.
“Ndak. Aku merasa berdosa sama Tika.”
“Tapi kau ndak bisa mengembalikannya, kan?”
Cindy, eh Nina mengangguk-anggukkan kepala.
“Kalau begitu, aku yang mengembalikannya.” Dan ia kucium. Kini aku menghangati bibirnya. Yang bir dinginnya sudah berlalu setelah kami saling berkisah. Sebagai orang tersesat di kota besar.
***
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!