Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Mengapa Engkau Meninggalkan Aku?", Apologetika Kasih Atas Pengadilan yang Kejam

10 April 2020   13:21 Diperbarui: 11 April 2020   01:03 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keluarga Ginting Serdang di Salib Kasih Tarutung (Dokumentasi Pribadi)

Dalam sebuah tayangan tentang asal-usul alam semesta di National Geographic, dijelaskan tentang keanekaragaman hayati di sebuah tempat bernama "Cape of Good Hope" atau "Tanjung Harapan" di ujung paling selatan dari Afrika selatan. Ada yang menarik, bahwa nama lain untuk Tanjung Harapan itu adalah "Tanjung Badai". Ya, di perairan di sekitar daerah itu memang sering kali terjadi badai.

Di sana dijelaskan juga sebuah fenomena menarik yang terjadi pada tumbuhan. Dia menyebutnya Miselium. Itu adalah cara pohon- pohon untuk saling mengurusi melalui serabut akar- akarnya yang saling terhubung di bawah permukaan tanah.

Jika ada pohon yang ditebang oleh manusia, maka pohon- pohon lain akan mengirim bantuan dalam bentuk gula dan nutrisi kimiawi lainnya, untuk membuat tonggak pohon yang ditebang bahkan mampu bertahan hidup hingga beberapa dekade ke depan. Kita tidak bisa melihat hal itu secara kasat mata, karena rasa sakit pohon berjalan dalam waktu yang lambat, katanya hanya 1 inchi/ menit.

Saya mencoba merefleksikan hal itu dengan kenyataan kehidupan manusia saat ini. Dalam kehidupan manusia di seluruh belahan dunia, yang tampak tidak pernah ada habis-habisnya dengan segala persoalan dan tuntutan kebutuhannya yang tetap harus dipenuhi, kapankah bumi bisa berhenti sejenak untuk beristirahat. 

Perlukah sinyal telepon seluler dihentikan serentak sementara agar laju hoaks, hujatan, sumpah serapah, caci maki dan lain sebagainya yang sangat bising dan riuh di media-media sosial bisa beristirahat juga?

Dalam semua hal ini yang tampak seperti badai kehidupan terutama di tengah wabah yang tidak jelas seorangpun bisa memastikan kapan akan berhentinya, ternyata masih saja tetap ada harapan.

Saya pribadi melihat baru kali ini dalam hampir semua hal, orang-orang baik semakin memiliki jiwa sosial untuk menggunakan apa saja yang mereka miliki untuk dapat membantu suatu masalah, di antara berbagai masalah besar berdampak global sepanjang yang saya ketahui.

Tanpa mau melebih-lebihkan, salah satu langkah penanganan pandemi Covid-19 yang dipandang paling efektif adalah melalui pengaturan jarak sosial dan jarak fisik (social and physical distancing). 

Hal ini sendiri menunjukkan sebuah anomali, karena ketika dibatasi justru disitu banyak orang- orang baik yang makin tergerak hatinya untuk semakin bersosial. Semakin dibatasi semakin tak terbatas, adalah anomali yang baik untuk hal-hal yang positif.

Dari sebuah refleksi atas Pengadilan dan Penyaliban Yesus, kita melihat bahwa atas tuduhan yang diajukan imam-imam kepala dan tua-tua terhadap Dia, Ia tidak memberi jawab apapun sebagai pembelaan diri. Orang-orang semua berseru di hadapan Pontius Pilatus, wali Romawi di Yerusalem: "Ia harus disalibkan!"

Katanya: "Tetapi kejahatan apakah yang telah dilakukan-Nya?" Namun mereka makin keras berteriak: "Ia harus disalibkan!" (Bandingkan Matius 27:11-14, 23-26).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun