Dalam buku biografi berjudul "Hidup dan Karya Sigmund Freud," sang penulis Ernest Jones, menyebutkan bahwa Friederich Nietzsche dan Sigmund Freud, merupakan dua orang terhebat pada abad sembilan belas dan abad dua puluh. Pandangan ini tentu tidak terlepas dari pengenalan pribadi Jones kepada kedua tokoh ini, terutama kepada Freud.
Ernest Jones merupakan salah satu dari lima sahabat terdekat Freud, yang tetap setia sepanjang hayatnya mendampingi Freud membesarkan gerakan psikoanalisis. Keempat sahabatnya yang lain bernama Ferenczi, Abraham, Otto Rank dan Sachs.
Dalam buku ini diceritakan, Freud juga mempunyai tiga sahabat lain tempat dia berbagi secara ilmiah, yakni Breuer, Fliess dan Jung, tapi ketiga-tiganya telah "membelot" dan berpisah dengannya. Pembelotan ini adalah sesuatu yang sangat memusingkan bagi Freud, dan bahkan diperkirakan berpengaruh terhadap kelanjutan gerakan psikoanalisis ke depan.
Pada bulan Juli tahun 1912, karena Freud dan kelima sahabat setianya telah merasa cukup dipusingkan dengan tiga "pembelotan" dari sahabat yang lain itu, maka Jones dan Ferenczi yang pada saat itu sedang bersama-sama di Wina, berpikiran untuk menempatkan orang-orang yang telah terbukti loyalitasnya di berbagai negara sebagai upaya untuk tetap mengembangkan gerakan psikoanalisis. Jones mengajukan usul untuk membentuk sekelompok kecil para analis terpercaya sebagai semacam "penjaga" di sekeliling Freud.
Hal ini diharapkan akan menjamin sebuah badan kecil yang stabil terdiri dari teman-teman Freud yang paling terpercaya, juga memberikan kesempatan kepada para sahabat setia itu untuk dapat melakukan asistensi terhadap Freud guna merespons setiap kritik yang ada dan juga menyediakan kepada Freud berbagai macam literatur, ilustrasi untuk membantu pengembangan psikoanalisis dari pengalaman mereka sendiri.Â
Satu kewajiban yang pasti bagi mereka berlima adalah, bahwa setiap orang akan "meninjau ulang" dasar-dasar teori psikoanalisis, mendiskusikannya terlebih dahulu dengan yang lain sebelum mempublikasikannya.
Oleh Jones, ide membentuk kelompok kecil ini muncul dari ingatannya akan sejarah, cerita mengenai pasukan Paladin Charlemagne, dan berbagai kelompok rahasia lainnya. Freud sangat antusias dengan rencana para sahabatnya ini.Â
Ia mengatakannya sebagai ide yang sangat cemerlang, yakni membentuk sebuah badan rahasia di antara orang-orang kita yang paling terpercaya dan yang terbaik untuk menjaga perkembangan gerakan psikoanalisis ketika akhirnya ia sudah tidak ada lagi. Kata Freud, "ada sedikit nuansa kekanakan dan romantis dalam konsep ini, tapi mungkin inilah yang paling baik dilakukan dalam situasi seperti ini."
Apa yang menarik dari sepenggal cerita dalam buku biografi Freud ini adalah mengenai fakta bahwa gerakan psikoanalisis menurut pandangan Freud, bisa tetap berkembang di tengah berbagai penentangan dari ahli-ahli lainnya, karena adanya "komite rahasia" yang tetap bekerja dengan setia kepada pandangan Freud, sekalipun dunia tidak menyepakatinya.Â
Bagi mereka, itu adalah sebuah jalan penuh tantangan yang dinamakan Freud sebagai "kekanakan, tapi romantis," semacam rahasia kecil berupa gerakan yang hanya diketahui orang-orang di antara mereka, dengan tujuan yang baik. Sebuah jalan sepi, tapi mereka menikmatinya bersama-sama.
Apa yang dimaksud dengan "jalan evolusi" dalam judul tulisan ini adalah sebagaimana pendapat Freud, yang mengatakan bahwa rahasia utama suatu kekuatan bukan pada daya fisik seorang manusia, tapi pada pengetahuannya. Pemikiran ini tampak sejajar dengan istilah "Jalan Bata Kuning" sebagaimana dijelaskan oleh Yuval Noah Harari dalam Homo Deus, lama kemudian setelah Freud sudah tidak ada.
Jalan Bata Kuning adalah semacam evolusi rumus pengetahuan manusia, mulai dari zaman Eropa abad pertengahan yang didominasi oleh pandangan kaum skolastik, kemudian pandangan revolusi saintifik yang merupakan ciri masyarakat modern dari Inggris sejak zaman Victoria yang bertahan hingga masa Iran pada abad kedua puluh satu ini, hingga munculnya pandangan alternatif humanisme.
Menurut pandangan Eropa abad pertengahan, pengetahuan sama dengan kitab suci dikalikan dengan logika. Singkatnya menurut pandangan ini pengetahuan didapat dengan membaca kitab suci dan kemudian menggunakan logika untuk memahaminya.
Sementara itu, menurut pandangan revolusi saintifik, pengetahuan sama dengan data empiris dikalikan dengan matematika. Menurut pandangan ini pengetahuan didapat dengan mengumpulkan data empris yang relevan, kemudian menggunakan alat-alat matematika untuk menganalisisnya.
Selanjutnya, menurut pandangan alternatif humanisme, pengetahuan sama dengan pengalaman dikalikan dengan sensitivitas. Masksudnya pengetahuan didapatkan dengan menjangkau pengalaman dalam diri kita dan mengamatinya dengan sensitivitas tertinggi.
Pengalaman Freud bersama dengan tim kecilnya dalam mengawal perkembangan gerakan psikoanalisis, dikaitkan dengan evolusi pengetahuan dalam sejarah Jalan Bata Kuning Harari, bisa direfleksikan dalam memandang perkembangan dan tantangan dari sebuah gerakan nasional yang sudah dan sedang dilaksanakan di negeri kita, melalui apa yang disebut sebagai Gerakan Nasional Revolusi Mental.
Dalam Lampiran Peraturan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Gerakan Nasional Revolusi Mental 2017-2019, yang diundangkan di Jakarta pada tanggal 4 September 2017, dijelaskan bahwa Revolusi Mental dapat dimaknai sebagai suatu pendekatan dalam mengejawantahkan cita-cita luhur para pendiri bangsa, yang tertuang di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan memajukan kesejahteraan umum.
Semangat Revolusi Mental adalah untuk melanjutkan perjuangan besar mengisi janji kemerdekaan yang dinyatakan pertama kali oleh Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1957, yang bertujuan untuk membangkitkan kembali semangat perubahan berkemajuan bangsa Indonesia. Revolusi Mental adalah gerakan hidup baru untuk mewujudkan Trisakti, yaitu berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Semangat perubahan berkemajuan melalui Revolusi Mental dikuatkan kembali oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2014. Komitmen tersebut menjadi kehendak politik Kabinet Kerja yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menekankan Revolusi Mental dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.Â
Selanjutnya untuk menjalankan Revolusi Mental, Presiden menginstruksikan melalui Instruksi Presiden nomor 12 Tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental yang ditetapkan pada tanggal 6 Desember 2016.
Dukungan rakyat terhadap pentingnya Revolusi Mental, tercermin dari penyelenggara negara dan masyarakat yang mengakui bahwa mental atau karakter bangsa Indonesia tengah mengalami berbagai permasalahan sehingga untuk memperbaiki dan merubahnya memerlukan gerakan bersama dengan melibatkan semua komponen bangsa secara bergotong-royong.
Hingga saat ini beberapa masalah mendasar yang dialami bangsa antara lain:
Krisis integritas dan pandemik korupsi dalam penyelenggaraan negara dan praktik di masyarakat. Pada saat yang sama, Indonesia menghadapi tantangan yang berat dalam proses demokratisasi, penegakan pemerintahan yang bersih, dan pemberantasan kemiskinan.
Lemahnya etos kerja, kreativitas, dan daya saing membuat Indonesia semakin tertinggal dibandingkan negara-negara lain. Pada saat yang sama Indonesia berada dalam kancah persaingan global yang sengit dan memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Krisis identitas ditandai dengan melemahnya budaya gotong royong yang merupakan aset sosial-budaya Indonesia. Pada saat yang sama kita menghadapi gempuran gelombang globalisasi yang lebih diwarnai dengan nilai-nilai individualistik sehingga untuk menghadapinya dituntut kerjasama yang kokoh diantara segenap komponen bangsa.
Ketiga masalah mendasar di atas mempengaruhi sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, yang apabila tidak dicari solusinya dapat menghambat upaya mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa pada jangka menengah dan panjang.Â
Gerakan Nasional Revolusi Mental diharapkan dapat merubah perilaku kolektif bangsa secara bersama-sama menuju perilaku baru melalui gerakan yang melibatkan semua unsur, baik penyelenggara negara maupun masyarakat.
Mengacu pada berbagai hasil survei internasional Indonesia masih menghadapi berbagai masalah sosial-budaya yang memerlukan perubahan cara pandang, cara pikir, sikap, perilaku, dan cara kerja yang lebih baik.
Hal ini disebabkan, antara lain oleh rendahnya pemahaman terhadap kekayaan budaya luhur bangsa sehingga praktik korupsi meluas pada berbagai sendi kehidupan, daya saing dan etos kerja kurang kompetitif, praktik hidup individualistik, dan adanya masalah mentalitas para penyelenggara negara dan masyarakat.
Indonesia tampak seperti kehilangan model dan teladan yang baik dari para penyelenggara negara, bahkan masyarakat pun mengalami kehilangan kepercayaan terhadap penyelenggara negara dengan melihat banyaknya kasus Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan berbagai instrumen sosial lainnya. Praktik pandemik korupsi ini sungguh ironis dan masih terjadi pada masa paska reformasi.
Dari aspek produktivitas tenaga kerja Indonesia menurut Asian
Development Bank (ADB, 2015) meski naik sebesar 60% dalam 14 tahun terakhir, namun kalah jauh oleh kenaikan produktivitas negara-negara lain. Sebagai contoh, kenaikan produktivitas tenaga kerja China adalah lima kali lipat dalam 14 tahun terakhir. Indonesia bergerak, namun bangsa lain bergerak lebih cepat dan lebih produktif.Â
Gerakan Nasional Revolusi Mental akan mendorong akselerasi peningkatan produktivitas tenaga kerja Indonesia. Perubahan berkemajuan di semua aspek harus terus dikumandangkan dan dilaksanakan agar bangsa Indonesia lebih disegani lagi baik di lingkungan regional maupun global.
Rakyat negeri ini mengakui bahwa mental atau karakter bangsa Indonesia sedang mengalami krisis sehingga untuk segera memperbaikinya diperlukan tindakan yang revolusioner.Â
Secara jujur harus diakui bahwa dewasa ini di dalam survei-survei internasional yang membandingkan kualitas budaya antar bangsa, Indonesia hampir selalu mendapat nilai yang cukup rendah atau bahkan mengalami penurunan dalam peringkat berbagai indeks, misalnya di tahun 2016 dalam indeks daya saing global Indonesia mendapatkan penurunan dua peringkat menjadi ke-41 dari 138 negara, dan indeks pelaksanaan hak asasi manusia, naik dari angka 2,45 menjadi 2,83.
Ajakan "Revolusi Mental" oleh Presiden Joko Widodo, menunjukkan bahwa kita sebagai negara dan bangsa telah memiliki kehendak politik untuk melakukan perubahan. Hal ini merupakan momentum yang sangat penting bagi bangsa Indonesia.
Strategi yang diambil di dalam Revolusi Mental adalah mengangkat nilai-nilai yang merupakan perwujudan dari nilai- nilai Pancasila, untuk dilaksanakan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.Â
Nilai-nilai itu tidak perlu disakralkan, tetapi bila dilaksanakan akan mampu memiliki daya ungkit bagi mentalitas bangsa Indonesia sehingga mampu berdiri sejajar dan bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia.Â
Itu sebabnya nilai-nilai itu disebut sebagai "nilai strategis instrumental." Nilai-nilai ini mendukung penerapan Pancasila secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Revolusi Mental adalah perubahan cara pandang, cara pikir, sikap, perilaku dan cara kerja bangsa Indonesia yang mengacu nilai-nilai strategis instrumental yaitu integritas, etos kerja dan gotong royong berdasarkan Pancasila, agar Indonesia menjadi negara yang maju, modern, makmur, sejahtera dan bermartabat. Â Â
Sebagaimana Freud telah memilih jalan sepi, sekalipun dunia tidak menyepakatinya, maka kalau hari-hari kini kita mendapati kenyataan bahwa di negeri kita yang merupakan sebuah tempat dengan banyak sekali orang dan pikiran yang beragam, yang oleh karenanya menjadi penuh dengan kebisingan.Â
Maka itu adalah salah satu bukti bahwa sekalipun dikatakan ada dukungan rakyat terhadap pentingnya Revolusi Mental, yang mengakui bahwa mental atau karakter bangsa Indonesia tengah mengalami berbagai permasalahan, sehingga untuk memperbaiki dan merubahnya memerlukan gerakan bersama dengan melibatkan semua komponen bangsa secara bergotong-royong.Â
Barangkali faktanya sebenarnya hanya segelintir orang yang berkomitmen untuk mewujudkannya. Itu seperti segelintir orang yang memilih jalan sepi dalam hidupnya di sebuah negeri yang riuh rendah dengan segala kebisingan.Â
Namun, memang harus ada orang-orang yang seperti itu meskipun hanya segelintir, agar mental dan karakter yang direvolusi itu benar-benar dapat terwujud sebagai karakter budaya bangsa.
Kalau kenyataannya hingga saat ini gerakan itu belum membuahkan hasilnya, itu bukanlah semata kesalahan segelintir orang yang mencita-citakannya. Justru karena itu adalah permasalahan yang ingin dituntaskan dan belum terwujud, maka hal itu dijadikan tujuan.Â
Hal yang sudah terwujud bukan lagi hal yang ingin dituju atau diharapkan, itu sudah menjadi kenyataan. Sebagai ruas jalan yang sepi, maka tidaklah mengherankan bila apa yang disebut sebagai gerakan revolusi itu malah lebih terasa sebagai gerakan evolusi.
Mengingat revolusi mental adalah sebuah gerakan pembangunan yang adanya di dalam alam pikiran, maka materi bangunannya adalah alam sadar dan alam tak sadar. Hal ini merupakan termasuk materi psikoanalisis.Â
Sekalipun ia dianggap membelot terhadap Freud, barangkali pandangan Carl Gustav Jung yang juga memiliki peran besar dalam perkembangan psikoanalisis, tetap patut mendapat perhatian. Katanya "kematangan psikologis berakar pada gagasan untuk mengintegrasikan benak sadar dan benak tak sadar."Â
Ketidakseimbangan integrasi kedua aspek ini, benak sadar dan benak tak sadar, kata Jung telah menunjukkan banyak contoh dimana betapa mudahnya kita mencap orang-orang lain memiliki sifat-sifat buruk dan menyangkal bahwa sifat-sifat buruk itu juga ada di dalam diri kita sendiri.Â
Maka dalam proses ini, kalau bukan mencapai keutuhan psikologis bila berhasil, yang ada malah mencapai disharmoni psikologis atau kegilaan bila gagal.
Ernest Jones menggambarkan Freud sebagai orang yang patut dikagumi, karena integritas pribadinya yang luar biasa sebagai suatu keutamaan pribadinya. Menurut Jones, Freud memandang bahwa kebesaran terletak pada kejujuran dan keberanian, dua sifat yang selalu dia pegang. Dengan dua sifat tersebut, Freud mampu mengatasi semua kesulitan-kesulitannya dan konflik-konflik emosional dirinya.
Berani seharusnya karena benar, berani karena jujur. Bila kenyataannya lebih banyak orang yang berani meskipun salah, berani meskipun tidak jujur, entah apa istilah yang paling cocok untuk itu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H