Apa yang dimaksud dengan "jalan evolusi" dalam judul tulisan ini adalah sebagaimana pendapat Freud, yang mengatakan bahwa rahasia utama suatu kekuatan bukan pada daya fisik seorang manusia, tapi pada pengetahuannya. Pemikiran ini tampak sejajar dengan istilah "Jalan Bata Kuning" sebagaimana dijelaskan oleh Yuval Noah Harari dalam Homo Deus, lama kemudian setelah Freud sudah tidak ada.
Jalan Bata Kuning adalah semacam evolusi rumus pengetahuan manusia, mulai dari zaman Eropa abad pertengahan yang didominasi oleh pandangan kaum skolastik, kemudian pandangan revolusi saintifik yang merupakan ciri masyarakat modern dari Inggris sejak zaman Victoria yang bertahan hingga masa Iran pada abad kedua puluh satu ini, hingga munculnya pandangan alternatif humanisme.
Menurut pandangan Eropa abad pertengahan, pengetahuan sama dengan kitab suci dikalikan dengan logika. Singkatnya menurut pandangan ini pengetahuan didapat dengan membaca kitab suci dan kemudian menggunakan logika untuk memahaminya.
Sementara itu, menurut pandangan revolusi saintifik, pengetahuan sama dengan data empiris dikalikan dengan matematika. Menurut pandangan ini pengetahuan didapat dengan mengumpulkan data empris yang relevan, kemudian menggunakan alat-alat matematika untuk menganalisisnya.
Selanjutnya, menurut pandangan alternatif humanisme, pengetahuan sama dengan pengalaman dikalikan dengan sensitivitas. Masksudnya pengetahuan didapatkan dengan menjangkau pengalaman dalam diri kita dan mengamatinya dengan sensitivitas tertinggi.
Pengalaman Freud bersama dengan tim kecilnya dalam mengawal perkembangan gerakan psikoanalisis, dikaitkan dengan evolusi pengetahuan dalam sejarah Jalan Bata Kuning Harari, bisa direfleksikan dalam memandang perkembangan dan tantangan dari sebuah gerakan nasional yang sudah dan sedang dilaksanakan di negeri kita, melalui apa yang disebut sebagai Gerakan Nasional Revolusi Mental.
Dalam Lampiran Peraturan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Gerakan Nasional Revolusi Mental 2017-2019, yang diundangkan di Jakarta pada tanggal 4 September 2017, dijelaskan bahwa Revolusi Mental dapat dimaknai sebagai suatu pendekatan dalam mengejawantahkan cita-cita luhur para pendiri bangsa, yang tertuang di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan memajukan kesejahteraan umum.
Semangat Revolusi Mental adalah untuk melanjutkan perjuangan besar mengisi janji kemerdekaan yang dinyatakan pertama kali oleh Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1957, yang bertujuan untuk membangkitkan kembali semangat perubahan berkemajuan bangsa Indonesia. Revolusi Mental adalah gerakan hidup baru untuk mewujudkan Trisakti, yaitu berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Semangat perubahan berkemajuan melalui Revolusi Mental dikuatkan kembali oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2014. Komitmen tersebut menjadi kehendak politik Kabinet Kerja yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menekankan Revolusi Mental dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.Â
Selanjutnya untuk menjalankan Revolusi Mental, Presiden menginstruksikan melalui Instruksi Presiden nomor 12 Tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental yang ditetapkan pada tanggal 6 Desember 2016.
Dukungan rakyat terhadap pentingnya Revolusi Mental, tercermin dari penyelenggara negara dan masyarakat yang mengakui bahwa mental atau karakter bangsa Indonesia tengah mengalami berbagai permasalahan sehingga untuk memperbaiki dan merubahnya memerlukan gerakan bersama dengan melibatkan semua komponen bangsa secara bergotong-royong.