Kalau kenyataannya hingga saat ini gerakan itu belum membuahkan hasilnya, itu bukanlah semata kesalahan segelintir orang yang mencita-citakannya. Justru karena itu adalah permasalahan yang ingin dituntaskan dan belum terwujud, maka hal itu dijadikan tujuan.Â
Hal yang sudah terwujud bukan lagi hal yang ingin dituju atau diharapkan, itu sudah menjadi kenyataan. Sebagai ruas jalan yang sepi, maka tidaklah mengherankan bila apa yang disebut sebagai gerakan revolusi itu malah lebih terasa sebagai gerakan evolusi.
Mengingat revolusi mental adalah sebuah gerakan pembangunan yang adanya di dalam alam pikiran, maka materi bangunannya adalah alam sadar dan alam tak sadar. Hal ini merupakan termasuk materi psikoanalisis.Â
Sekalipun ia dianggap membelot terhadap Freud, barangkali pandangan Carl Gustav Jung yang juga memiliki peran besar dalam perkembangan psikoanalisis, tetap patut mendapat perhatian. Katanya "kematangan psikologis berakar pada gagasan untuk mengintegrasikan benak sadar dan benak tak sadar."Â
Ketidakseimbangan integrasi kedua aspek ini, benak sadar dan benak tak sadar, kata Jung telah menunjukkan banyak contoh dimana betapa mudahnya kita mencap orang-orang lain memiliki sifat-sifat buruk dan menyangkal bahwa sifat-sifat buruk itu juga ada di dalam diri kita sendiri.Â
Maka dalam proses ini, kalau bukan mencapai keutuhan psikologis bila berhasil, yang ada malah mencapai disharmoni psikologis atau kegilaan bila gagal.
Ernest Jones menggambarkan Freud sebagai orang yang patut dikagumi, karena integritas pribadinya yang luar biasa sebagai suatu keutamaan pribadinya. Menurut Jones, Freud memandang bahwa kebesaran terletak pada kejujuran dan keberanian, dua sifat yang selalu dia pegang. Dengan dua sifat tersebut, Freud mampu mengatasi semua kesulitan-kesulitannya dan konflik-konflik emosional dirinya.
Berani seharusnya karena benar, berani karena jujur. Bila kenyataannya lebih banyak orang yang berani meskipun salah, berani meskipun tidak jujur, entah apa istilah yang paling cocok untuk itu?