Namun, hal ini bukan berarti bahwa Indonesia telah berada dalam "status darurat bencana", dikarenakan status keadaan tertentu merupakan keadaan dimana status Keadaan Darurat Bencana belum ditetapkan.
PEMDAÂ DAN LOCKDOWN
Jika kita membaca tulisan di atas, maka menjadi jelas kenapa terdapat beberapa pejabat di daerah yang merasa bahwa lockdown masih dalam ranah kewenangannya.Â
Hal ini dikarenakan para pejabat daerah tersebut mendasarkan kewenangannya pada UU Penanggulangan Bencana, dimana masing-masing kepala daerah dapat menetapkan status darurat bencana sesuai dengan wilayah kewenangannya. Namun, hal tersebut memiliki dua kendala besar:
1. Penetapan status darurat bencana oleh masing-masing kepala daerah hanya dapat dilakukan  atas dasar rekomendasi dari BNPB, dimana sekarang ini, Kepala BPNB telah diangkat menjadi Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 berdasarkan SK Presiden No. 7 Tahun 2020 Tanggal 13 Maret 2020. Hal ini membuat dalam prakteknya, penetapan status darurat tetap berada di bawah kewenangan Pemerintah Pusat.
2. Ruang lingkup Tanggap Darurat yang diatur dalam UU Penanggulangan Bencana tidak secara tegas menyebutkan mekanisme yang menyerupai lockdown. Hal ini berbeda dengan mekanisme Karantina Wilayah atau Pembatasan Sosial Berskala Besar yang diatur dalam UU Kekarantinaan Kesehatan, dimana kedua hal tersebut merupakan kewenangan Pemerintah Pusat cq. Menteri Kesehatan.
KESIMPULAN
Berdasarkan pemahaman penulis di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kewenangan Pemerintah Daerah: (a) Memberikan pertimbangan atas penetapan Daerah Wabah; dan (b) menetapkan status darurat bencana di wilayah masing-masing.
2. Kewenangan Menteri Kesehatan: (a) menetapkan penyakit yang dapat menimbulkan wabah; (b) menetapkan daerah wabah; (c) menetapkan pembatasan sosial berskala besar; dan (d) menetapkan karantina wilayah.
3. Kewenangan BNPB: (a) memberikan rekomendasi sebagai dasar penetapan status darurat bencana; dan (b) menetapkan status keadaan tertentu.