Mohon tunggu...
Tengku Derizal
Tengku Derizal Mohon Tunggu... Konsultan - Tulisan-tulisan seputar hukum, sejarah, sosial-politik, dan ekonomi.

Lulusan Sarjana Hukum dari Universitas Indonesia. Sekarang bekerja sebagai seorang corporate counsel di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Lockdown, Kewenangan Siapa?

18 Maret 2020   01:09 Diperbarui: 21 Maret 2020   00:09 1452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
man holding chain-link fence (Photo by Milad B. Fakurian on Unsplash)

Hal ini penting untuk ditetapkan terlebih dahulu, mengingat bahwa Pembatasan Sosial Berskala Besar mau pun Karantina Wilayah merupakan bagian respon terhadap Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, sehingga dibutuhkan suatu penetapan daerah atau wilayah yang terdefinisi secara jelas. 

Penetapan daerah wabah oleh Menteri Kesehatan harus didasarkan pada pertimbangan epidemiologis dan keadaan masyarakat dari kepala daerah di daerah tersebut, sesuai dengan PP No. 40 Tahun 1991 Tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular.

Lalu, selain dari yang telah disebutkan di atas, apakah pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan terkait dengan "lockdown" ini? Bagaimana juga dengan kewenangan BNPB?

PENANGGULANGAN BENCANA

Dalam UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, dikenal suatu terminologi bernama "Bencana Nonalam", dimana UU Penanggulangan Bencana mendefinisikan Bencana Nonalam sebagai "bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit ".  

Definisi ini, jika dikaitkan dengan SK Menteri Kesehatan yang menetapkan Infeksi Novel Coronavirus sebagai penyakit yang dapat menimbulkan wabah, secara jelas mengartikan bahwa Infeksi Novel Coronavirus juga termasuk dalam ranah UU Penanggulangan Bencana karena termasuk dalam Bencana Nonalam.

Dalam hal ini, Pasal 51 UU Penanggulangan Bencana mengatur bahwa penetapan status darurat bencana (disaster emergency status) untuk skala nasional dilakukan oleh Presiden, skala provinsi dilakukan oleh gubernur, dan skala kabupaten/kota dilakukan oleh bupati/walikota, yang penetapannya dilakukan atas dasar rekomendasi dari BNPB. 

Sampai dengan saat ini sepengetahuan penulis, belum ada penetapan status darurat bencana yang ditetapkan oleh Presiden dan dalam konteks Provinsi DKI Jakarta, oleh Gubernur DKI Jakarta. 

Penentuan status keadaan darurat bencana merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat (emergency response).

Akan tetapi, selain status darurat bencana, dalam Peraturan Presiden No. 17 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dalam Keadaan Tertentu (Perpres No.17/2018), dikenal suatu terminologi yang bernama "Keadaan Tertentu", dimana Keadaan Tertentu didefinisikan sebagai "suatu keadaan dimana status Keadaan Darurat Bencana belum ditetapkan atau status Keadaan Darurat Bencana telah berakhir dan/atau tidak diperpanjang, namun diperlukan atau masih diperlukan tindakan guna mengurangi Risiko Bencana dan dampak yang lebih luas." Berdasarkan Pasal 3 Perpres No.17/2018 jo. Pasal 7 Peraturan Kepala BNPB No. 5 Tahun 2018, yang berwenang untuk menetapkan Status Keadaan Tertentu adalah Kepala BNPB.

Kepala BNPB, dalam hal ini Bapak Doni Monardo, telah menetapkan bahwa Indonesia berada dalam Status Keadaan Tertentu dengan menerbitkan SK Kepala BNPB No. 9.A Tahun 2020 dan diperpanjang dengan SK Kepala BNPB No. 13.A Tahun 2020, diperpanjang sejak 29 Februari 2020 s.d. 29 Mei 2020. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun