Nasionalisme mengusung paham persatuan dan kebangsaan untuk dijadikan landasan menguatkan posisi tawar Indonesia di mata dunia.Â
Pemikiran ideologi politik sudah teruji mampu mengusir penjajah dari bumi nusantara.Â
Sampai pada akhirnya Indonesia mencapai kepada kemerdekaanya dan melanjutkan semangat proklamasi pada masa-masa berikutnya.
Sejumlah nama menghiasi percaturan pahlawan di Indonesia. Menjadi lebih bermakna terutama kerena mereka sebagai sosok perempuan pada masa-masa perjuangan disela-sela ketimpangan gender saat kolonialisasi terjadi di Indonesia.
Adalah Raden Ajeng Kartini, Cut Meutia, Fatmawati, Cut Nyak Dhien, Martha Christina Tiahahu, Nyi Ageng Serang, Dewi Sartika, Rasuna Said serta sederet nama lain yang tidak kalah pentingnya.
Para pahlawan perempuan itu berjuang dengan latar belakang persolan berbeda-beda, serta lingkup bersifat lokal kedaerahan atau pun pergerakan secara nasional. Usaha massif menyongsong kemerdekaan dari cengkraman penjajahan Belanda.
Akhir perjalanan mereka berbeda-beda dari satu pahlawan perempuan dan pahlawan perempuan lainnya. Namun, rata-rata mereka berakhir gugur atau jalan kehidupan tragis hingga tutup usia.
Hal yang dijalani para pahlawan perempuan itu tentunya secara penuh disadari bahwa terdapat konsekuensi yang harus mereka tanggung saat melewati masa-masa genting perjuangan.
Pengorbanan tak terkira dengan buah kemerdekaan hakiki bagi bangsa dan Negara. Mereka layak dikenang sebagai bunga bangsa sampai kapan pun. Bangsa ini berhutang budi terlalu banyak kepada jasa baik para pahlawan perempuan.
Ketika pada pahlawan perempuan itu berjuang, terbersit dalam alam pemikiran kita, mengapa mereka itu berjuang dengan sedemikian rupa hingga mengorbankan apa saja yang mereka miliki baik harta hingga nyawa, jiwa dan raga serta sesuatu hal penting lain dalam kehidupan ini.
Budayawan Sunda, Adhitiya Alam Syah atau akrab disebut Abah Alam, di Bandung suatu hari pernah berbicara mengenai fokus perempuan dalam proses-proses perjuangan mereka.
Dalam sebutan yang berbeda, sebuah sosok yang menjadi pembanding dari keberadaan sosok laki-laki mendapat predikat banyak dalam kehidupan ini diantaranya yaitu, perempuan, wanita dan istri.
Ketiga istilah yang melekat secara bersamaan sebagai perempuan, wanita dan istri, menunjukan kekhususan dalam kapasitas dan peran sosialnya.
Perempuan  Â
Perempuan, menurut Abah Alam, kata tersebut berasal dari kata dasar "empu" dan kemudian membubuhkan imbuhan pe-an. Kata empu sendiri berarti guru atau pe-wuruk (Bahasa Sunda).
Dengan imbuhan melekat, yaitu menjadi perempuan, maka kata perempuan memiliki arti sosok guru atau pe-wuruk dalam keseharian hidup manusia. Siapa saja yang menjadi orang-orang untuk di-wuruk, semua orang adalah sama dimata-guru (empu).
Pendiikan bagi manusia dari seorang perempuan diterapkan dalam berbagai sisi dan jenjang kehidupan yaitu mulai dari manusia itu lahir hingga menginjak dewasa.
Bagaimana praktek dalam  kehidupannya, perempuan belajar untuk dirinya sendiri bagaimana menjadi seorang ibu, lalu menyusui anak-anaknya tanpa pandang bulu atas anak-anaknya, apakah nanti mereka akan menjadi orang baik atau orang jahat, ibu senantiasa melaksanakan tugas disela-sela proses belajar dirinya menjadi ibu sejati.
Pengalaman berharga saat menghaapi anak-anaknya selagi kecil, kemudian terus diwariskan kepada keturunan-keturunannya saat usia mereka yang terus beranjak.
Belajar dan terus membelajarkan, tugas empu sejati sosok perempuan. Belajar seorang perempuan sungguh tiada akhirnya.
Sifat keperempuanan seperti itu, tidak sedikit menjadi falsafah kepahlawanan seorang perempuan. Keterdesakan hidup mampu mengasah keperempuanan menjadi senjata paling kritis merubah keadaan.
Tidak salah lagi, banyak perempuan rela habis-habisan memikirkan bagaimna nasib keturunan-keturunannya, anak cucu bangsa agar mereka berada dalam kehidupan layak dan unggul untuk dijalani.
Wanita
Peran sosial wanita, sering ditunjukan dalam kehidpan awal sosial manusia, yaitu keluarga. Kesadaran yang terus berkembang dari seorang wanita, dapat menular pada kehidupan sosial yang lebih luas.
Wanita, berasal dari dua kata yaitu wani dan nata. Kedua kata ini disebutkan berasal dari Bahasa Sunda dimana wani berarti berani dan nata berarti mengatur. Dari gabungan dua kata itu lahirlah istilah baru wanita atau sosok yang memiliki keberanian mengatur atau menerapkan aturan segala sesuatu urusan dalam sebuah keluarga.
Induk, ratu atau sebuatan-sebutan lain yang menunjukan bagaimana sosok wanita tampil mengatur suatu kehidupan sosial, kehidupan majemuk dan segala sesuatunya hingga mampu melahirkan tatanan hidup teratur bagi semua anggota kelompok atau lingkungan sosialnya.
Beratnya tugas wanita, sepertinya tak timbul sebagai beban. Justru segalanya seperti mengalir karena kesadaran kodrati yang muncul menyertainya.
Istri     Â
Istilah ini lahir ketika ada figur atau predikat yang akan diangkat statusnya, karena ketentuan alam atau pengkondisian secara sosial. Dari asal kata yang dipergunakannya, istri dari kata istren (Sunda) artinya sama dengan "melantik" atau menetapkan.
Kedudukan seseorang menjadi suami karena di-istreni. Raja menjadi pemimpin karena dilahirkan oleh ratu (permasuri) lalu di-istreni dan banyak lagi predikat sosial lain yang menunjukan bagaimana peran istri (proses mengisterni) terus berlangsung.
Keterikatan dua istilah semacam suami dengan istri menjadi mutlak selama terjaga kebersamaannya. Begitu pun predikat-predikat lain akan tetap melekat pasca keputusan-keputusan setelah seseorang di-istreni sampai pada akhir masa yang ditetapkan.
Begitu kuat makna dari tiga istilah perempuan, wanita dan istri, sehingga keberadaannya secara kodrat mampu mendorong lahirnya jiwa-jiwa kepahlawanan.
Dalam arti luas, makna kepahlawan akan terus hidup dalam sisi ruang kemanusiaan dimana pun adanya, seperti sosial, ekonomi, budaya bahkan politik.
Dengan dipahaminya makna dari kodrat ini, nampaknya jumlah keterwakilan atau partisipasi dalam ruang-ruang politik misalnya, tidak perlu dihitung-hitung lagi. Sudah jelas bagaimana perempuan, wanita atau pun istri, menunjukan bahwa peran mereka melekat dalam segala sisi kehidupan manusia.
Namun meski demikian, ketimpangan sosial dan pemahaman berkembang yang ada saat ini, masih menempatkan peran-peran dari perempuan, wanita dan istri masih mendapat hambatan akibat cara pandang sempit yaitu mendudukan mereka secara sosok "biologis".
Politik kerap memunculkan disparitas sosok biologis saat menetapkan kedudukan seseorang dalam ruang-ruang sosial. Dominasi salah satu jenis figure sangat nampak sekali disini. Â Â
Kepemimpinan Perempuan Nasionalis
Perubahan zaman memasuki era modern pasca tragedi-tragedi kolonialisasi, revolusi dan proklamasi kemerdekaan di Indonesia, masih memberikan ruang signifikan bagi sosok perempuan berjuang.
Dunia politik salah satunya, sebagai ruang melakukan perubahan sosial suatu Negara, menghadirkan perempuan dalam peran fungsinya sebagai pengambil kebijakan.
Mereka itu didudukan sebagai pejabat dalam lembaga politik, jajaran menteri kabinet pemerintah, kepemimpinan militer, pucuk pimpinan kepolisian, ahli-ahli ekonomi dan keuangan serta sejumlah posisi penting lingkungan pemerintahan atau pun ruang-ruang kiprah lain dalam kehidupan masyarakat. Sosok-sosok itu lahir dari berbagai latar belakang baik pemikiran atau pun ideologi.
Kuusus mengenai pemikiran ideologi politik, Bangsa Indonesia mengenal sebuah paham pemikiran ideologi politik yang terus berkembang dari dulu hingga sekarang.
Pemikiran ideologi politik ini bertahan bersama para penganutnya sejak dicetuskan oleh Bapak Bangsa Indonesia yaitu Soekarno. Pemikiran ideologi politik tersebut dinamakan pemikiran ideologi politik nasionalisme.
Istilah nasionalisme lahir karena cara pandang para pendiri bangsa terhadap situasi dan kondisi Indonesia saat itu.
Dalam kedaan terjajah serta hidup bersuku-suku, maka Indonesia harus dipersatukan dengan wawasan berkebangsaan diantara elemen kehidupan sosial yang ada.
Nasionalismen mengususng paham persatuan dan kebangsaan untuk dijadikan landasan menguatkan posisi tawar Indonesia di mata dunia.
Pemikiran ideologi politik sudah teruji mampu mengusir penjajah dari bumi nusantara. Sampai pada akhirnya Indonesia mencapai kepada kemerdekaanya dan melanjutkan semangat proklamasi pada masa-masa berikutnya.
Dinamika politik yang terus berkembang, paham nasionalisme terus diuji kembali. Hingga pada akhirnya semangat berkebangsaan harus terus didengungkan dan dihidupkan dalam jiwa-jiwa anak cucu bangsa.
Berbagai cara menjaga hidupnya nasionalisme dalam jiwa bangsa, salah satunya adalah mendirikan wadah perjuangan politik dalam rangka melakukan perlawanan dan perebutan kekuasaan atas setiap rongrongan yang terjadi baik berasal dari luar negeri atau pun dari dalam negeri sendiri.
Semangat patriotisme dengan jiwa nasionalisme, dibangun secara terus menerus oleh salah satu wadah politik berupa partai politik. Sebut saja diantaranya adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan).
Semangat nasionalisme Soekarno saat ini terus didengungkan dan hidup dalam jiwa-jiwa kader partai.
Usaha keras dilakukan oleh para penerus ajaran Bung Karno dan penganjur pemikiran ideologi nasionalisme yang hidup saat ini. Salah satunya yaitu Megawati Soekarno Putri atau disapa Megawati.
Nama Megawati ini dikenal selain sebagai putri dari Proklamator Negara Republik Indonesia, ia pun pun sebagai pucuk pimpinan PDI Perjuangan.
Konsisten meneruskan cita-cita perjuangan perempuan dan menegakan paham ideologi nasionalisme, yang nota bene diwariskan oleh sang Ayah sejak masa-masa perjuangan dahulu, Megawati sudah diakui banyak kalangan sebagai sosok pemimpin perempuan nasionalis.
Berbagai peristiwa menyertai Megawati dalam menegakkan perjuangan paham nasionalisme. Sebagai seorang perempuan, sudah banyak aral lintang mengisi hari-hari Megawati berjuang menghadapi berbagai macam kebijakan politik dari berbagai rezim di tanah air.
Usaha yang tak kunjung padam, dalam cercaan dan intrik politik berbagai musuhnya, Megawati berhasil mengantarkan partainya memenangkan beberapa kali kontestasi politik di Indonesia sehingga mampu mendudukan pemimpin-pemimpin Negara kharismatik dan pro perubahan seperti saat ini.
Kerap berada di balik layar, mengatur strategi sekaligus bersikap menjadi seorang ibu bagi anak-anaknya, Megawati secara serius mengantarkan kehidupan bangsa dan Negara kepada cita-cita pendahulunya, para pendiri bangsa ini.
Perempuan nasionalis dalam kancah politik yang keras di dalam negeri, keadaan apapun itu tetap mendudukan Megawati sebagai figure sentral dan dihormati anak cucu bangsa saat ini.
Sebagai perempuan, ia memiliki kharismatik dan kodrat keibuan unggul. Setiap kehadirannya selalu dinanti publik pencintanya, karena arahan dan pemikiran politiknya mampu membius dan memberi inspirasi bergerak para kader dan juga tokoh-tokoh politik lain walau berlainan partai.
Sejumlah gelar kehormatan yang telah ia peroleh dari sisi akademis ataupun adat budaya tertentu, semakin mengokohkan Megawati dalam mengemban tugas-tugasnya menegakkan paham kebangsaan dan nasionalisme yang didasari oleh dasar Negara Pancasila dan juga Tri Sakti ajaran Bung Karno.
PDI Perjuangan memasuki masa usianya ke- 50 tahun, semakin menunjukan eksistensinya dalam kesolidan kader yang mumpuni.
Jakarta, 10 Januari 2023, menjadi saksi bagaimana kebersamaan antara pemimpin dan rakyatnya bersatu padu mengemban tugas-tugas kebangsaan dan penegakkan paham nasionalisme. Berpegang kepada falsafah Pancasila, PDI Perjuangan bertekad menjaga Indonesia sampai kepada titik pengabdian dan keutuhan.
Tantangan berat semakin nampak di depan mata. PDI Perjuangan berkomitmen akan terus menghadapi berbagai rongrongan ideologi dan paham-paham radikalisme pemecah belah kehidupan bangsa, terutama saat perhelatan politik penting seperti pemilu 2024 mendatang.
Momentum HUT PDI Perjuangan ke-50 tahun, telah dijadikan momentum kebersamaan dan konsolidasi rakyat dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Tanpa dihadiri tamu-tamu undangan, Megawati secara khusus ingin bertemu dan berkumpul dengan para pencintanya serta sahabat-sahabat dan orang-orang terdekat. Secara serius membahas bagaimana membangun bangsa ini ke depan.
Bersama hadirnya Presiden RI, Joko Widodo, mengedepankan diri sebagai seorang ibu. Ibu yang selalu mencemaskan bagaimana kehidupan pada masa depan anak-anaknya. Kasih mengalir tiada henti dari Ibu! Pemimpin dan juga panutan bagi bangsa.
 Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI