Budayawan Sunda, Adhitiya Alam Syah atau akrab disebut Abah Alam, di Bandung suatu hari pernah berbicara mengenai fokus perempuan dalam proses-proses perjuangan mereka.
Dalam sebutan yang berbeda, sebuah sosok yang menjadi pembanding dari keberadaan sosok laki-laki mendapat predikat banyak dalam kehidupan ini diantaranya yaitu, perempuan, wanita dan istri.
Ketiga istilah yang melekat secara bersamaan sebagai perempuan, wanita dan istri, menunjukan kekhususan dalam kapasitas dan peran sosialnya.
Perempuan  Â
Perempuan, menurut Abah Alam, kata tersebut berasal dari kata dasar "empu" dan kemudian membubuhkan imbuhan pe-an. Kata empu sendiri berarti guru atau pe-wuruk (Bahasa Sunda).
Dengan imbuhan melekat, yaitu menjadi perempuan, maka kata perempuan memiliki arti sosok guru atau pe-wuruk dalam keseharian hidup manusia. Siapa saja yang menjadi orang-orang untuk di-wuruk, semua orang adalah sama dimata-guru (empu).
Pendiikan bagi manusia dari seorang perempuan diterapkan dalam berbagai sisi dan jenjang kehidupan yaitu mulai dari manusia itu lahir hingga menginjak dewasa.
Bagaimana praktek dalam  kehidupannya, perempuan belajar untuk dirinya sendiri bagaimana menjadi seorang ibu, lalu menyusui anak-anaknya tanpa pandang bulu atas anak-anaknya, apakah nanti mereka akan menjadi orang baik atau orang jahat, ibu senantiasa melaksanakan tugas disela-sela proses belajar dirinya menjadi ibu sejati.
Pengalaman berharga saat menghaapi anak-anaknya selagi kecil, kemudian terus diwariskan kepada keturunan-keturunannya saat usia mereka yang terus beranjak.
Belajar dan terus membelajarkan, tugas empu sejati sosok perempuan. Belajar seorang perempuan sungguh tiada akhirnya.
Sifat keperempuanan seperti itu, tidak sedikit menjadi falsafah kepahlawanan seorang perempuan. Keterdesakan hidup mampu mengasah keperempuanan menjadi senjata paling kritis merubah keadaan.