PENDAHULUAN
Karya sastra merupakan suatu wujud dari hasil buah pemikiran manusia. Karya sastra tercipta untuk dinikmati dan juga diapresiasi oleh khalayak. Pengarang dari setiap karya sastra juga memiliki karakter dan imajinasi yang berbeda, bahkan tak sedikit pengarang yang menjadikan karya sastra sebagai suatu media untuk mencurahkan perasaan serta pengalamannya. Salah satu karya sastra yang menjadi media untuk pengarang mencurahkan perasaan dan pengalamannya adalah puisi.
Puisi merupakan suatu karya sastra yang bersifat imajinatif, tak sedikit pembaca yang harus membaca puisi secara berulang untuk mendapatkan makna dari puisi tersebut. Penggunaan kata dalam puisi cenderung sederhana dan singkat namun memiliki makna yang sangat mendalam bagi setiap penulis dengan berbagi tujuannya. Banyak pengarang-pengarang hebat yang besar namanya karena puisi-puisi yang diciptakannya, salah satunya adalah Wiji Thukul.
Wiji Thukul merupakan seorang aktivis pada era Orde Baru. Dalam puisi-puisinya ia seringkali mengkritik pemerintah dengan menyuarakan ketertindasan wong cilik pada masa Soeharto dengan menggunakan diksi-diksi yang mudah dipahami. Wiji Thukul juga merupakan salah satu dari 13 aktivis yang dinyatakan hilang dan tidak diketahui keberadaannya hingga sekarang. Wiji Thukul sudah banyak menciptakan puisi dan buku kumpulan puisi, yang salah satunya adalah buku kumpulan puisi “Aku Ingin Jadi Peluru”. Dilatar belakangi oleh ciri khas Wiji Thukul yang sering menciptakan puisi dengan tema sosial politik, sehingga penulis memutuskan untuk menganalisis fenomena sosial yang terdapat pada beberapa puisi dalam kumpulan puisi “Aku ingin Jadi Peluru” dengan menggunakan pendekatan mimetik.
Menuru Abrams (1991) Pendekatan mimetik merupakan pendekatan yang memandang karya sastra sebagai imitasi dan realita. Pendekatan mimetik memandang karya sastra sebagai gambaran dari sebuah kehidupan nyata, bagaimana manusia hidup dan berkembang dengan konflik kehidupan yang tidak berkesudahan.
PEMBAHASAN
Pada puisi-puisi yang penulis analisis dalam buku kumpulan puisi “Aku Ingin Jadi Peluru” Karya Wiji Thukul terdapat beberapa fenomena-fenomena sosial yang terjadi, diantaranya:
1. Perkembangan insfrakstruktur yang berakibat buruk pada rakyat
Seiring berjalanannya zaman, pembangunan-pembangunan insfrastruktur di dunia khususnya Indonesia terus mengalami pembangan. Hal itu berdampak pula kepada kondisi rakyat yang semakin tersingkirkan. Seperti pada puisi berjudul “Nyanyian Akar Rumput” Wiji Thukul menuliskannya pada sebuah bait berikut:
Jalan raya dilebarkan
Kami terusir
Mendirikan kampung
Digusur
Disini Wiji Thukul menuliskannya dengan jelas bahwa salah satu pembangunan insfrastruktur yang berdampak pada masyarakat adalah pembangunan jalan raya yang kian melebar sehingga rakyat terus diusir dan disaat mereka sudah menemukan rumah serta kampung digusur pula karena adanya pembangunan yang lainnya.
2. Rakyat yang menjadi gelandangan
Suara dari rumah-rumah miring merupakan salah satu puisi karya Wiji Thukul dalam kumpulan puisinya. Disini terdapat fenomena sosial yang berupa gelandangan.
Kami mencium selokan dan sampan
Bagi kami setiap hari adalah kebisingan
Pada kutipan puisi diatas menjelaskan bahwa mereka hidup ditempat yang tidak layak dan kotor, karena mereka tinggal berdekatan dengan selokan, dan kehidupan merekapun berisik yang bisa jadi mereka tinggal dipinggir rel kereta atau dibawa kolong jembatan.
Kami bermimpi punya rumah untuk anak-anak
Tapi bersama hari-hari pengap yang menggelinding
Kami harus angkat kaki
Karena kami adalah gelandangan
Pada kutipan diatas menggambarkan bahwa rakyat disana memiliki keinginan untuk memiliki rumah yang layak untuk dijadikan tempat tinggal, akan tetapi keadaan mereka yang serba susah bahkan hanya untuk sesuap nasi. Tak jarang mereka pun diusir karena bukannya tanah kepemilikan sendiri dan mereka harus pergi dan mencari tempat tinggal lain. Bahkan pada larik diatas Wiji Thukul menjelaskan bahwa mereka ini adalah seorang gelandangan.
3. Kemiskinan
Fenomena sosial kemiskinan terlihat jelas dalam puisi “Gumam sehari-hari” karya Wiji Thukul Ini. Tergambar pada kutipan berikut:
Diujung sana ada pabrik roti
Kami beli yang remah-remah
Karena murah
Disini menggambarkan tidak sanggupan seseorang untuk membeli roti yang enak karena keterbatasan uang yang dimilikinya. Sekalipun pabrik tersebut didekatnya dan ia merasakan bising dan limbahnya ia tetap tidak dapat merasakan rotinya.
Diujung sana ada tempat penyembelihan sapi
Dan kami kebagian bau kotoran
Air selokan dan tai
Pada larik ini terjelaskan bahwa ia tidak dapat membeli daging dan hanya kebagian baunya saja.
4. Janji calon pejabat di pemilihan umum
Pada puisi “Hari ini aku akan bersiul-siul” karya Wiji Thukul terdapat fenomena sosial yaitu pernyataan seorang rakyat pada calon pejabat, dalam kutipan:
nanti akan kuceritakan kepadamu
apakah jadi penuh karung beras
minyak tanah
gula
atau bumbu masak
setelah suaramu dihitung
dan pesta demokrasi dinyatakan selesai
nanti akan kuceritakan kepadamu
Pada bait diatas seseorang yang memiliki hak suara akan menantikan setiap janji dari pemilihan umum, apakah perubahan kepemimpinan akan mengubah taraf kehidupan dirinya lebih baik lagi yang digambarkan oleh penyair dengan karung beras yang penuh, minyak tanah, gula atau bumbu masak yang dalam hal ini kebutuhan pokok terpenuhi dan terjamin. Karena sekarang ini banyak orang yang bahkan tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya.
KESIMPULAN
Pada kumpulan puisi karya Wiji Thukul yang berjudul “Aku Ingin Jadi Peluru” terdapat banyak sekali fenomena-fenomena sosial yang terjadi. Dari beberapa puisi yang penulis analisis yang diantaranya Nyanyian akar rumput, Suara dari rumah-rumah miring, Gumam sehari-hari dan Hari ini aku akan bersiul-siul. Fenomena sosial yang terjadi diantaranya Pembangunan infrastruktur yang berdampat buruk pada rakyat, gelandangan, kemiskinan, dan janji calon pejabat pada saat pemilihan umum. Fenomena-fenomena tersebut memang sering terjadi saat ini. Selain itu juga penulis menyimpulkan isi dari setiap puisi Wiji Thukul pda kumpulan puisi ini sebagian besar tertuju kepada pemerintah dan rakyat, memang sesuai dengan latar belakang Wiji Thukul yang merupakan seorang penyair dan sekaligus aktivis sosial politik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H