Mohon tunggu...
Tegar Fajar
Tegar Fajar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Majalengka, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Fenomena Sosial Pada Kumpulan Puisi "Aku Ingin Jadi Peluru" Karya Wiji Thukul dengan Menggunakan Pendekatan Mimetik

12 Januari 2022   12:58 Diperbarui: 12 Januari 2022   13:17 2466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENDAHULUAN

Karya sastra merupakan suatu wujud dari hasil buah pemikiran manusia. Karya sastra tercipta untuk dinikmati dan juga diapresiasi oleh khalayak. Pengarang dari setiap karya sastra juga memiliki karakter dan imajinasi yang berbeda, bahkan tak sedikit pengarang yang menjadikan karya sastra sebagai suatu media untuk mencurahkan perasaan serta pengalamannya. Salah satu karya sastra yang menjadi media untuk pengarang mencurahkan perasaan dan pengalamannya adalah puisi.

Puisi merupakan suatu karya sastra yang bersifat imajinatif, tak sedikit pembaca yang harus membaca puisi secara berulang untuk mendapatkan makna dari puisi tersebut. Penggunaan kata dalam puisi cenderung sederhana dan singkat namun memiliki makna yang sangat mendalam bagi setiap penulis dengan berbagi tujuannya. Banyak pengarang-pengarang hebat yang besar namanya karena puisi-puisi yang diciptakannya, salah satunya adalah Wiji Thukul.

Wiji Thukul merupakan seorang aktivis pada era Orde Baru. Dalam puisi-puisinya ia seringkali mengkritik pemerintah dengan menyuarakan ketertindasan wong cilik pada masa Soeharto dengan menggunakan diksi-diksi yang mudah dipahami. Wiji Thukul juga merupakan salah satu dari 13 aktivis yang dinyatakan hilang dan tidak diketahui keberadaannya hingga sekarang. Wiji Thukul sudah banyak menciptakan puisi dan buku kumpulan puisi, yang salah satunya adalah buku kumpulan puisi “Aku Ingin Jadi Peluru”. Dilatar belakangi oleh ciri khas Wiji Thukul yang sering menciptakan puisi dengan tema sosial politik, sehingga penulis memutuskan untuk menganalisis fenomena sosial yang terdapat pada beberapa puisi dalam kumpulan puisi “Aku ingin Jadi Peluru” dengan menggunakan pendekatan mimetik.

Menuru Abrams (1991) Pendekatan mimetik merupakan pendekatan yang memandang karya sastra sebagai imitasi dan realita. Pendekatan mimetik memandang karya sastra sebagai gambaran dari sebuah kehidupan nyata, bagaimana manusia hidup dan berkembang dengan konflik kehidupan yang tidak berkesudahan.

PEMBAHASAN

Pada puisi-puisi yang penulis analisis dalam buku kumpulan puisi “Aku Ingin Jadi Peluru” Karya Wiji Thukul terdapat beberapa fenomena-fenomena sosial yang terjadi, diantaranya:

1. Perkembangan insfrakstruktur yang berakibat buruk pada rakyat

Seiring berjalanannya zaman, pembangunan-pembangunan  insfrastruktur di dunia khususnya Indonesia terus mengalami pembangan. Hal itu berdampak pula kepada kondisi rakyat yang semakin tersingkirkan. Seperti pada puisi berjudul “Nyanyian Akar Rumput” Wiji Thukul menuliskannya pada sebuah bait berikut:

Jalan raya dilebarkan

Kami terusir

Mendirikan kampung

Digusur

Disini Wiji Thukul menuliskannya dengan jelas bahwa salah satu pembangunan insfrastruktur yang berdampak pada masyarakat adalah  pembangunan jalan raya yang kian melebar sehingga rakyat terus diusir dan disaat mereka sudah menemukan rumah serta kampung digusur pula karena adanya pembangunan yang lainnya.

2. Rakyat yang menjadi gelandangan

Suara dari rumah-rumah miring merupakan salah satu puisi karya Wiji Thukul dalam kumpulan puisinya. Disini terdapat fenomena sosial yang berupa gelandangan.

Kami mencium selokan dan sampan

Bagi kami setiap hari adalah kebisingan

Pada kutipan puisi diatas menjelaskan bahwa mereka hidup ditempat yang tidak layak dan kotor, karena mereka tinggal berdekatan dengan selokan, dan kehidupan merekapun berisik yang bisa jadi mereka tinggal dipinggir rel kereta atau dibawa kolong jembatan.

Kami bermimpi punya rumah untuk anak-anak

Tapi bersama hari-hari pengap yang menggelinding

Kami harus angkat kaki

Karena kami adalah gelandangan

Pada kutipan diatas menggambarkan bahwa rakyat disana memiliki keinginan untuk memiliki rumah yang layak untuk dijadikan tempat tinggal, akan tetapi keadaan mereka yang serba susah bahkan hanya untuk sesuap nasi. Tak jarang mereka pun diusir karena bukannya tanah kepemilikan sendiri dan mereka harus pergi dan mencari tempat tinggal lain. Bahkan pada larik diatas Wiji Thukul menjelaskan bahwa mereka ini adalah seorang gelandangan.

3. Kemiskinan

Fenomena sosial kemiskinan terlihat jelas dalam puisi “Gumam sehari-hari” karya Wiji Thukul Ini. Tergambar pada kutipan berikut:

Diujung sana ada pabrik roti

Kami beli yang remah-remah

Karena murah

Disini menggambarkan tidak sanggupan seseorang untuk membeli roti yang enak  karena keterbatasan uang yang dimilikinya.  Sekalipun pabrik tersebut didekatnya dan ia merasakan bising dan limbahnya ia tetap tidak dapat merasakan rotinya.

Diujung sana ada tempat penyembelihan sapi

Dan kami kebagian bau kotoran

Air selokan dan tai

Pada larik ini terjelaskan bahwa ia tidak dapat membeli daging dan hanya kebagian baunya saja.

4. Janji calon pejabat di pemilihan umum

Pada puisi “Hari ini aku akan bersiul-siul” karya Wiji Thukul terdapat fenomena sosial yaitu pernyataan seorang rakyat pada calon pejabat, dalam kutipan:

nanti akan kuceritakan kepadamu

apakah jadi penuh karung beras

minyak tanah

gula

atau bumbu masak

setelah suaramu dihitung

dan pesta demokrasi dinyatakan selesai

nanti akan kuceritakan kepadamu

Pada bait diatas seseorang yang memiliki hak suara akan menantikan setiap janji dari pemilihan umum, apakah perubahan kepemimpinan akan mengubah taraf kehidupan dirinya lebih baik lagi yang digambarkan oleh penyair dengan karung beras yang penuh, minyak tanah, gula atau bumbu masak yang dalam hal ini kebutuhan pokok terpenuhi dan terjamin. Karena sekarang ini banyak orang yang bahkan tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya.


KESIMPULAN

Pada kumpulan puisi karya Wiji Thukul yang berjudul “Aku Ingin Jadi Peluru” terdapat banyak sekali fenomena-fenomena sosial yang terjadi. Dari beberapa puisi yang penulis analisis yang diantaranya Nyanyian akar rumput, Suara dari rumah-rumah miring, Gumam sehari-hari dan Hari ini aku akan bersiul-siul. Fenomena sosial yang terjadi diantaranya Pembangunan infrastruktur yang berdampat buruk pada rakyat, gelandangan, kemiskinan, dan janji calon pejabat pada saat pemilihan umum. Fenomena-fenomena tersebut memang sering terjadi saat ini. Selain itu juga penulis menyimpulkan isi dari setiap puisi Wiji Thukul pda kumpulan puisi ini sebagian besar tertuju kepada pemerintah dan rakyat, memang sesuai dengan latar belakang Wiji Thukul yang merupakan seorang penyair dan sekaligus aktivis sosial politik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun