.
Artinya: "Hadits dhaif merupakan hadits yang tidak sama dengan hadits shahih maupun hadits hasan, juga bukan menyamakan terhadap sifat-sifat hadits shahih maupun hadits hasan."
Demikian, Hadits Dha'if tersebut tak memenuhi persyaratan hadits shahih maupun hadits Hasan. Kumpulan dari Hadits Dha'if memiliki dugaan sebagai alat penetapan bahwa hadits itu tak berasal dari Rasulullah langsung. Adanya kewas-wasan Ahli hadits terhadap diterimanya hadits tersebut, hingga beliau-beliau tidak membahas adanya petunjuk diatas keaslian Hadits tersebut Meriwayatkan Hadits Dha'if
Para ahli Hadits memperingatkan supaya semua orang dalam periwayatan hadits dha'if tiada sanad yang bisa ditunjukkan dengan hal tersebut. Hingga mereka tak diperbolehkan berkata: "Rasulullah Saw menyabdakan begitu-begitu..", begitu juga semacamnya. Maka kata tersebut dihukumi makruh dipergunakan pada periwayatan sahih. Pada saat periwayatan Hadits sahih seorang mempergunakan dasar yang nantinya untuk ditunjukan pada kebenaran atas tingkatannya.
Pandangan Hadits Dha'if menurut Abu Hanifah
Yang kita tau bahwa hadits Dha'if merupakan suatu hal yang berasal dari sumber Nabi Muhammad Saw baik berupa perkataan, perbuatan, maupun sifat. Abu Hanifah mendahului Hadits qauli daripada Hadits fi'li. Dikarenakan hadits fi'li diperbolehkan untuk perbuatan spesifik bagi Rasulullah Saw. Sedangkan beliau lebih memilih mendahului hadis mutawattir daripada hadits ahad bila dua-duanya berdampak pada syarat hukum pada Al-qur'an
Hukum Mengamalkan Hadits Dhaif
Menurut Teori, Imam Syamsyuddin bin Abdurrahman al-Sakhowi murid al-Hafis Ibnu Hajar Al-Saqani mengatakan ada 3 macam hukum menerapkan Hadits Dha'if, Yaitu:
1). Diperolehkan menerapkan Hadits baik secara mutlak ataupun pada syariat-syariat (haram, halal, sunnah, dan sebagainya) pada syarat kedhaifannya tak dhaif syahid (yang sangat lemah sekali), ataupun tak ada dalil melainkan hadits itu.
2). Boleh disunnahkan menerapkan Hadits Dha'if pada hal yang fadha'il a'mal, nasihat, maupun lain dari hukum aqidah selama bukan tergolong hadits maudhu' (palsu). Ulama yang berpendapat diantaranya Imam ibn l-Mubarak, Imam Abdurrahman bin al- Mahdi, Imam Ibnu al-shalah, Imam al-Nawawi, Imam al-Sakhawi, serta ulama' lainnya.Â
3). Tak diperbolehkan menerapkan Hadits Secara Mutlak baik pada Fadhail a'mal dan juga pada syariat-syariat. Dan ini merupakan madzhab imam abu bakar ibnu al-arabi, al-syihab alkhafaji, serta al-jalal al-Dawwani.