“Oh..ini ternyata pemuda yang menggemparkan Kademangan Kembojan. Karena telah berhasil melumpuhkan Ki Baruna dengan kemampuan bidiknya !”
Andaru Wijaya masih terdiam, sementara Ki Baruna memanfaatkan waktu yang sedikit itu untuk membalut lengannya yang terluka. Ia merobek ujung baju bagian bawahnya, lalu membalut lengannya yang tergores.
“Ayo tunjukkan kemampuanmu bertarung.., bergabunglah dengan Baruna dan lawan kami..!”kata Jumprit dengan nada tinggi.
Andaru Wijaya langsung mengambil peran disisi Ki Baruna, dengan menggenggam sebuah tongkat kayu yang ia ambil dari pedatinya.
“Akhirnya kau turun kearena juga !”Ki Baruna berkata lirih.
“Maafkan aku Ki Baruna, aku bimbang mengambil keputusan !”sahut Wijaya.
“Sudahlah..., mari kita bersiap menghadapi kawanan perampok itu, aku tahu kau mempunyai kemampuan, terlihat dari caramu melontarkan batu kecil tadi !”
Wijaya sempat memandang Ki Baruna, lalu bersiap dengan kuda-kudanya.
“Apa boleh buat Ki Baruna, bukan maksudku tidak mau membantumu !”ucap Wijaya, lalu mengacungkan tongkat kayunya siap bertarung.
Di kubu lawan, Jumprit yang merasa diremehkan oleh Wijaya, langsung menyerang dengan pedangnya, ia menebas mendatar kearah Wijaya. Wijaya membungkukkan badannya untuk menghindar.
Saat posisi Wijaya yang dalam keadaan merunduk, Jumprit menendang dengan kakinya kepundak Wijaya. Wijaya memukul kaki Jumprit yang hampir menggapai pundaknya dengan tongkat kayunya. Jumprit mengerang kesakitan sambil memegangi sebelah kakinya.