Wijaya mendengarkan perkataan Ki Baruna, sambil mengendalikan pedatinya.
Ia tercenung sesaat dan membathin, walaupun belum berapa lama tinggal dikademangan, ternyata Ki Baruna pandai menilai keadaan.
“Begitulah Ki Baruna.., Danuarta sebenarnya berhati baik. Tetapi hasratnya untuk memimpin membuat sikapnya terkadang berlebihan, sedangkan Kuntara yang dermawan itu ingin selalu terlihat sempurna dimata Ki Demang.”
Ki Baruna mengangguk-angguk, lalu berkata,”artinya kita harus pandai-pandai menempatkan diri..., begitu maksudmu ?”
“Benar..,”jawab Wijaya pendek.
“He..., apakah artinya kau juga memainkan lakon ?” tanya Ki Baruna sambil membelalakan matanya.
“Lakon Pendekar Pembuat Gerabah ?”Ki Baruna berseloroh.
Tanpa bersepakat tawa mereka berdua meledak diantara jalan utama yang mulai mendekati kademangan.
Ketika melintas dimuka rumah Ki Demang Sorenggana, demang itu melambaikan tangan. Mereka berdua pun membalas lambaian tangan Ki Demang dari atas pedati.
“Pemuda itu membuat Ki Baruna yang semula sekeras baja menjadi lunak, ia memberi pengaruh baik bagi kademangan ini,”Ki Demang bergumam, sambil mengangguk-angguk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H