Dilihat dari sisi penempatan Pasal-pasal tersebut, maka hal penghinaan terhadap presiden tergolong dalam perkara kejahatan. Untuk lebih jelasnya apa saja yang termasuk dalam unsur penghinaan terhadap presiden tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
Pasal 134: “Penghinaan dengan sengaja terhadap Presiden atau Wakil Presiden diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun, atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus ribu”
Pasal 136 bis: Pengertian penghinaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 134 mencakup juga perumusan perbuatan dalam pasal 135, jika itu dilakukan diluar kehadiran yang dihina, baik dengan tingkah laku di muka umum, maupun tidak dimuka umum, baik lisan atau tulisan, namun dihadapan lebih dari empat orang, atau di hadapan orang ketiga, bertentangan dengan kehendaknya dan oleh karena itu merasa tersinggung.
Pasal 137: (1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukan, atau menempelkan di muka umum tulisan atau lukisan yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden, dengan maksud supaya isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan pada waktu menjalankan pencariannya, dan pada waktu itu belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka terhadapnya dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut.
Ketiga Pasal di atas merupakan rumusan redaksi yang tidak ada penjelasannya sehingga terbuka kemungkinan untuk ditafsirkan sesuai kepentingan penafsir. Jika pihak pemerintah yang menafsirkan pasal tersebut, maka mudah ditebak bahwa pengertian pasal itu akan diarahkan kepada siapa saja yang dipandang menganggu kebijakan pemerintah. Gangguan itu dapat berupa perilaku, pernyataan lisan atau tulisan. Dapat pula terjadi sebuah kritik akan dianggap sebagai penghinaan.
Berdasarkan rumusan pasal di atas, dapat disimpulkan bahwa kata ”penghinaan” merupakan kata kunci yang paling menentukan bahwa suatu perbuatan disebut sebagai suatu kejahatan. Namun sayang kata ”penghinaan” itu tidak dijelaskan atau didefinisikan atau disebut batasan-batasannya atau ukuran-ukurannya sehingga suatu perbutaan dapat dianggap sebagai penghinaan. Menurut kamus hukum, kata ”penghinaan” atau dalam bahasa belanda disebut ”belediging”[1] ialah merusak martabat seseorang termasuk nama baik, kehormatan dan lain sebagainya. Sementara dalam KUHP pada Bab Penginaan Pasal 310 dirumuskan penghinaan adalah menyerang kehormatan atau nama baik[2]. Ahli Boy Mardjono dalam keterangannya di sidang mengakatan, ukuran perbuatan penghinaan didasarkan pada norma masyarakat. Lebih lanjut Boy menjelaskan seharusnya penghinaan presiden ini bersifat pribadi dan masuk dalam kategori pencemaran nama baik yang diatur dalam Pasal 310 KUHP.
Dengan longgarnya pengertian penghinaan terhadap presiden itu maka pasal penghinaan ini beresiko multi tafsir (sering disebut ”pasal karet”). Suatu norma hukum yang mutli tafsir jelas akan menimbulkan ketidak-pastian hukum. Sebagaimana disebut pada bagian pendahuluan, dalam penerpannya pasal penghinaan ini ternyata telah banyak memakan korban. Di bawah ini akan disebut korban-korban atas penerapan pasal penginaan tersebut.
Soekarno terkena Pasal 134 dan 137 KUHP. Dalam Indonesia menggugat Ia menyatakan bahwa pasal 134, 137 itu, terkenal kekaretannya. Soekarno, Bapak Bangsa, telah mengisyaratkan itu puluhan tahun lalu[3].