Naysilla1, Faiza rahma Yusra2, M. Thio Akbar3, Arman Maulana Saragih4, Taufiq Rahman Lubis5 UNIVERSITAS ANDALAS *email koresponden : mthioakbar4@gmail.comÂ
AbstrakÂ
Penggunaan bahasa gaul telah secara signifikan mempengaruhi cara berkomunikasi remaja, terutama dalam lingkungan sekolah. Banyak siswa yang kini terbawa arus tren ini, sehingga pola komunikasi mereka kerap kali kurang mempertimbangkan etika dan kesantunan. Selain itu, penggunaan bahasa gaul secara berlebihan dapat berdampak negatif pada kemampuan komunikasi dalam bahasa formal dan menyebabkan kesenjangan pemahaman antara generasi. penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh penggunaan bahasa gaul terhadap nilai kesantunan berbahasa, khususnya di kalangan siswa SMP. penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara terhadap remaja di lingkungan sekolah. hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa gaul ini dipengaruhi oleh Konten-konten yang tersebar di sosial media. namun meskipun demikian, masih terdapat beberapa remaja yang dapat menunjukkan kesadaran untuk menerapkan nilai kesantunan dalam situasi formal. hal ini menyimpulkan bahwa penerapan nilai kesantunan bahasa masih dapat dipertahankan di tengah trend bahasa gaul, asalkan terdapat upaya yang berkesinambungan dalam pendidikan dan pembinaan kesadaran berbahasa yang baik.Â
Kata Kunci: Bahasa gaul, kesantunan berbahasa, nilai kesopanan  Â
AbstrakÂ
The use of slang has significantly influenced the way teenagers communicate, especially in the school environment. Many students are now being carried away by this trend, so their communication patterns often lack consideration of ethics and politeness. In addition, excessive use of slang can have a negative impact on communication skills in formal language and cause a gap in understanding between generations. This research aims to examine the influence of the use of slang on language politeness values, especially among junior high school students. This research uses qualitative methods with interview techniques for teenagers in the school environment. The results of the research show that the use of slang is influenced by content spread on social media. However, despite this, there are still some teenagers who can show awareness of applying politeness values in formal situations. This concludes that the application of linguistic politeness values can still be maintained amidst the trend of slang, as long as there are continuous efforts in education and fostering good language awareness. Keywords: Language Politeness, politeness value, slangÂ
PENDAHULUAN Â Â
Manusia benar-benar memerlukan satu sama lain dalam kehidupan. Agar dapat berkomunikasi antara satu sama lain, mereka harus menggunakan bahasa sebagai sarana berinteraksi. Manusia dapat mengungkapkan ide dan pemikirannya kepada orang lain dengan berbicara, juga bisa memahami perasaan dan pikiran orang lain sehingga terjalinlah interaksi antara mereka dalam percakapan. Bahasa dan pikiran saling terkait satu sama lain dengan erat. Kita akan tidak bisa menyadari pikiran seseorang jika tidak ada bahasa, dan mungkin kita melihat atau mendengar orang berbicara tanpa menyadari bahwa mereka sedang berpikir. Cara manusia berpikir adalah respon terhadap informasi yang diterima melalui panca inderanya dan bagaimana ia mengolahnya di dalam pikirannya (Alimuddin, 2014).Â
Kesantunan berbahasa memiliki kaitan yang sangat erat dengan nilai-nilai Pancasila dan pendidikan kewarganegaraan, karena keduanya berfungsi untuk membentuk karakter dan perilaku individu dalam masyarakat. Kesantunan berbahasa menjadi salah satu cara untuk mencerminkan sikap yang sesuai dengan dasar negara kita, dalam konteks Pancasila. Misalnya, pada sila kedua Pancasila, yaitu "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab," penggunaan bahasa yang santun menjadi salah satu bentuk penghargaan terhadap sesama manusia. Bahasa yang sopan tidak hanya menunjukkan rasa hormat, tetapi juga menciptakan hubungan yang harmonis antar individu, yang pada akhirnya mendorong terciptanya rasa saling pengertian di masyarakat.
Kemampuan berbahasa penting bagi anak-anak juga, bukan hanya untuk orang dewasa. Individu perlu memperhatikan tidak hanya kebebasan dalam menggunakan bahasa tetapi juga menjaga kesopanan dan norma budaya masyarakat dalam berkomunikasi, demi keharmonisan yang terjaga. Kesuksesan percakapan tergantung bukan hanya pada kata-kata yang diucapkan oleh pembicara, tetapi juga pada seluruh pendekatan interaksi (Alimuddin, 2014).
Selain itu, kesantunan berbahasa juga memiliki peran penting dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, yang sesuai dengan sila ketiga Pancasila, "Persatuan Indonesia." Bahasa sering menjadi alat untuk berkomunikasi antar kelompok yang berbeda latar belakangnya dalam kehidupan sehari-hari. Ketika bahasa yang digunakan santun dan penuh rasa hormat, potensi konflik yang disebabkan oleh kesalahpahaman dapat diminimalisir. Sebaliknya, penggunaan bahasa yang kasar atau tidak pantas dapat memicu ketegangan antar individu atau kelompok, yang pada akhirnya merusak persatuan.Â
Orang yang berbicara dengan sopan tidak terlepas dari latar belakang budayanya. Menurut Chaer (2010), kemampuan berbahasa yang sopan tidak dipengaruhi oleh pangkat, kedudukan, atau jabatan, melainkan oleh tingkat budaya individu. Kesantunan dalam berbicara dapat juga terlihat pada anak saat berinteraksi dengan orang tua, saudara, teman, atau orang lain di sekitarnya. Contohnya, seorang anak akan mengatakan salam saat menerima atau menjawab panggilan telepon. Walaupun mungkin masih meniru orang lain dalam menerima atau menjawab panggilan telepon, dia sudah menunjukkan sopan berbicara (Alimuddin, 2014).Â
Pendidikan kewarganegaraan mengajarkan bahwa, kesantunan berbahasa juga mengedukasi kita tentang bagaimana berinteraksi dengan sesama dalam kerangka kehidupan bermasyarakat yang demokratis dan penuh penghargaan terhadap hak asasi manusia. Kesopanan suatu ucapan ditentukan oleh norma-norma yang berlaku di masyarakat pengguna bahasa tersebut (Lahabu et al., 2021). Menurut bahasa Indonesia, seseorang dianggap berbicara sopan jika tidak secara langsung mengolok-olok orang lain dan menunjukkan rasa hormat kepada mereka. Kesopanan dalam menggunakan bahasa, terutama saat berbicara, bisa dikenali melalui beberapa cara. Menurut Leech (1983), suatu tuturan dianggap sopan jika berprinsip pada: (1) Tact; (2) Generosity; (3) Approbation; (4) Simplicity; (5) Agreement; (6) Sympathy (Wahidah & Wijaya, 2017). Dengan mengikuti pedoman kesopanan ini, kita bisa berkomunikasi dengan baik dan sopan di segala situasi. Akibatnya, interaksi sosial dapat dipertahankan dengan baik dan komunikasi dapat berjalan lancar (Kurino et al., 2023).Â
Indonesia terdapat berbagai macam bahasa yang dipakai di setiap wilayahnya. Namun, di antara banyaknya bahasa yang dipakai oleh masyarakat, ada satu bahasa yang merepresentasikan semua bahasa tersebut yang harus dikuasai oleh penduduk Indonesia. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang mempersatukan. Belakangan ini, generasi muda terutama siswa di Indonesia sering menghadapi banyak tantangan dalam berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia. Berasal dari bahasa lokal, slang, atau campuran kata-kata asing dengan bahasa Indonesia. Banyak orang yang khawatir dan berpendapat bahwa penggunaan kosakata baru tersebut merusak bahasa aslinya. Memang sulit dihindari dengan teknologi informasi yang semakin terbuka saat ini dan aliran informasi yang cepat, budaya asing semakin memengaruhi siswa dalam berinteraksi dan berkomunikasi.Â
Meskipun tidak merusak tata bahasa, istilah-istilah baru (gaul) semakin memperkaya kosakata tidak resmi dalam bahasa Indonesia. Pengguna Bahasa Indonesia perlu bisa membedakan antara yang dianggap baku dan yang sedang berkembang. Kita semua menyadari bahwa bahasa Indonesia sudah memiliki struktur yang tepat dan baik. Tetapi tidak dapat disangkal, karena perubahan zaman yg begitu cepat, istilah-istilah baru muncul. Tidak diketahui siapa yang menciptakan dan membuat menjadi populer, tiba-tiba saja kita sering mendengar kata-kata yang belum pernah kita dengar sebelumnya. Lebih-lebih mahasiswa yang secara tidak sengaja menggunakan dan membagikan bahasa gaul dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, kampus, sekolah, masyarakat, maupun dalam teknologi modern yang dikenal sebagai dunia maya, terpengaruh oleh hal ini. Mereka mengaplikasikan bahasa informal ini di platform media sosial mereka. Penggunaan bahasa informal ini memiliki dampak yang besar tidak hanya pada kehidupan tetapi juga pada struktur sosial (Kurniawaty, 2022).Â
Mulyana (dalam Sari 2015 : 2) menyatakan bahwa bahasa gaul merupakan kata-kata atau istilah yang memiliki makna spesifik, unik, keluar dari kebiasaan, atau bahkan bertentangan dengan makna umumnya bagi individu dalam suatu subkultur. Masyarakat di masa lampau tidak hanya menggunakan bahasa gaul tapi juga bahasa prokem. Berdasarkan Hilaliyah 2010 : 2, Bahasa prokem dikenal juga sebagai bahasa sandi yang populer di kalangan remaja.Â
Bahasa gaul ialah salah satu cabang bahasa yang berasal dari bahasa Indonesia. Istilah gaul  mulai populer di kalangan orang pada sekitar tahun 1980-an. Tahun 1980-an, bahasa gaul lebih dikenal sebagai bahasa prokem. Bahasa prokem dulu dipakai oleh kelompok preman dalam pergaulan. Penggunaan bahasa prokem ini adalah sebuah kode yang sering digunakan oleh sekelompok orang. Dapat dianggap sebagai kode karena interpretasi bahasa prokem bisa beragam di setiap kelompok. Hanya anggota kelompok tersebut yang mengetahui makna dari bahasa itu. Pada mulanya, penggunaan bahasa prokem ini dimaksudkan untuk merahasiakan percakapan dari kelompok-kelompok tertentu (Azizah, 2019).Â
Trend bahasa gaul dan konten viral saat ini, secara tidak langsung mengubah pola berbahasa masyarakat. Hal tersebut tentunya sangat mempengaruhi masyarakat, terutama kalangan remaja dalam menerapkan kesantunan berbahasa. Akibatnya, norma-norma kesopanan yang biasanya dijunjung tinggi dalam budaya berbahasa, seperti penggunaan sapaan yang sopan, tata bahasa yang baik, dan pemilihan kata yang tepat, sering kali terabaikan. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mengedukasi masyarakat, terutama remaja, agar tetap menjaga kesantunan berbahasa meskipun terpapar tren bahasa gaul yang terus berkembang.Penelitian ini dilakukan untuk mengamati tingkat kesantunan berbahasa siswa di SMPN 23 Padang di tengah trend bahasa gaul.Â
METODE
1. Metodologi Penelitian Â
 Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, berupa wawancara yang dilakukan secara langsung kepada para siswa/i SMPN 23 Padang hal ini dilakukan untuk memahami bagaimana kesantunan berbahasa dapat diterapkan oleh siswa SMPN 23 padang di tengah pengaruh tren bahasa gaul dan konten viral. Pendekatan ini dipilih karena memungkinkan pemahaman yang mendalam terhadap prilaku siswa terkait fenomena kesantunan berbahasa baik dilingkungan sekolah maupun media sosial dan penelitian ini akan mengidentifikasi bentuk-bentuk kesantunan berbahasa yang mungkin mengalami perubahan atau penurunan kualitas akibat pengaruh bahasa gaul dan konten viral yang sering mereka konsumsi.  Â
2. Metode Pengumpulan Data  Â
Proses pengumpulan data dimulai dengan tahap persiapan, yaitu menentukan subjek penelitian dengan menggunakan teknik sampling. Subjek adalah siswa yang aktif berkomunikasi, baik secara langsung maupun di media sosial. Setelah itu, dilakukan wawancara dan observasi, di mana semua data direkam dan dianalisis untuk mengidentifikasi pola penggunaan bahasa gaul dan hubungannya dengan kesantunan berbahasa. Semua data disimpan dalam bentuk digital untuk memastikan kelengkapan dokumen penelitian. Data pada penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara terhadap siswa dan melakukan observasi langsung dilingkungan sekolah. Wawancara dilakukan secara langsung dengan siswa kelas IX untuk menggali pandangan mereka mengenai kesantunan berbahasa dalam situasi sehari hari baik di lingkungan sekolah maupun media sosial. Pertanyaan wawancara dirancang dan disesuaikan dengan tingkat pemahaman siswa terhadap kesantunan berbahasa agar mudah dipahami siswa sehingga mereka dapat menjawab secara bebas dan terbuka.Â
3. Tahap Pelaksanaan Pengumpulan Data  Â
Pengumpulan data pada Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan. Pertama, wawancara tatap muka dilakukan dengan siswa SMP yang telah dipilih sebelumnya. Selama wawancara, seluruh proses dari awal hingga akhir direkam (dengan persetujuan informan) dan dicatat untuk keperluan analisis mendalam. Selanjutnya, peneliti melakukan observasi langsung di lingkungan sekolah. Pengamatan ini difokuskan pada perilaku komunikasi siswa, baik dalam interaksi dengan teman sebaya maupun dengan guru, untuk mendapatkan gambaran nyata mengenai penggunaan bahasa mereka.
 4. Metode Analisis Data  Setelah data terkumpul, data akan dianalisis dengan metode analisis data kualitatif yaitu analisis tematik yang umum digunakan dalam menganalisis data hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumen tertulis. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi pola penggunaan bahasa gaul di tengah tren konten viral yang sedang berkembang, serta bagaimana hal ini berkaitan dengan kesantunan berbahasa. Semua data termasuk daftar pertanyaan wawancara dan hasil wawancara, dikumpulkan dan disimpan dalam format digital sebagai arsip penelitian. Langkah ini bertujuan untuk menjaga validitas dan mempermudah akses data untuk keperluan lebih lanjut.  Â
HASIL DAN PEMBAHASAN
 Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana nilai kesantunan berbahasa diterapkan oleh siswa SMPN 23 Padang di tengah maraknya penggunaan bahasa gaul. Wawancara dilakukan terhadap 10 siswa, didukung dengan observasi selama kegiatan sosialisasi. HASIL WAWANCARA DAN PENELITIAN:
 1. Apa yang kamu ketahui tentang kesantunan berbahasa?  Narasumber: menurut saya, kesantunan berbahasa itu cara kita ngomong dengan sopan ke orang lain, agar tidak terjadi kesalahpahaman saat berkomunikasi.  Â
2. Bagaimana kondisi kesantunan berbahasa di SMPN 23 Padang ini dalam kehidupan sehari hari? Narasumber: Menurut saya sih udah lumayan baik.Tapi ya, ada juga beberapa teman yang kadang ucapannya kurang dijaga atau pakai bahasa yang tidak tepat dengan situasi atau tempatnya. Â
3. Apa yang kamu ketahui tentang bahasa gaul? Narasumber: yang saya tahu,bahasa gaul itu seperti bahasa yang sering digunakan ketika lagi santai ngobrol sama teman. Jadi kayak lebih akrab gitu, tapi tetap harus menyesuaikan dengan tempat dan situasi, agar tidak kelihatan kurang sopan. Â Â
4. Apakah di SMPN 23 Padang ini banyak siswa yang menggunakan bahasa gaul? Â Narasumber: di SMP ini banyak banget teman-teman yang menggunakan bahasa gaul dalam kehidupan sehari-hari. Kadang mereka juga nggak ngerti artinya, tapi tetap dipakai karena keren aja gitu. Tapi ada juga teman-teman yang ngerti kapan harus ngomong sopan dan kapan bisa pakai bahasa gaul. Â Â
5. Menurut kamu, apa aja sih yang bikin siswa di sini sering pakai bahasa gaul atau kadang kurang santun? Â Narasumber: kayaknya sih penggunaan bahasa gaul ini salah satunya disebabkan oleh komentar dan konten-konten yang dilihat dari media sosial. seperti dari Instagram, TikTok, Twitter, kan banyak banget kata-kata gaul yang cepat viral, terus ditiru sama teman-teman di sini. Selain itu, lingkungan juga ngaruh. Kalau sering main sama teman yang ngomongnya kurang santun, kita jadi ikut-ikutan. Lama-lama kebiasaan itu bisa nular. Â Â
PEMBAHASAN:Â
Penelitian ini mengungkapkan bahwa meskipun penggunaan bahasa gaul semakin dominan di kalangan siswa SMPN 23 Padang. Nilai kesantunan berbahasa masih diterapkan dalam konteks tertentu. Salah satu temuan utama dalam penelitian ini adalah bahwa siswa lebih cenderung menggunakan bahasa gaul dalam percakapan sehari-hari, terutama karena pengaruh media sosial dan lingkungan sosial mereka. Media sosial, seperti Instagram dan TikTok, berperan besar dalam penyebaran bahasa gaul. Konten yang viral dan menarik perhatian sering kali menggunakan bahasa yang lebih kasual dan tidak formal, yang akhirnya ikut memengaruhi gaya berbahasa siswa. Selain itu, lingkungan teman sebaya juga memiliki pengaruh yang kuat. Siswa merasa bahwa menggunakan bahasa gaul adalah cara untuk diterima dalam kelompok mereka, sehingga mereka cenderung mengikuti tren bahasa yang ada.
Namun, meskipun tren bahasa gaul sangat populer, penelitian ini juga menemukan bahwa masih ada sebagian siswa yang berusaha menjaga kesantunan berbahasa, terutama ketika berinteraksi dengan orang yang lebih tua, seperti guru dan orang tua. Siswa yang menjaga kesantunan berbahasa ini cenderung memilih bahasa yang lebih sopan dan menghormati norma komunikasi yang berlaku dalam konteks formal. Hal ini menunjukkan bahwa kesantunan berbahasa tidak sepenuhnya terkikis oleh penggunaan bahasa gaul, meskipun mungkin tidak selalu konsisten. Kesadaran akan pentingnya kesantunan dalam berkomunikasi ini sering kali muncul dari pengaruh pendidikan formal di sekolah dan norma yang ditanamkan dalam keluarga.Â
Penting untuk dicatat bahwa meskipun bahasa gaul lebih didorong oleh tren dan pengaruh lingkungan sosial, nilai kesantunan berbahasa tetap bisa diterapkan, terutama jika ada pembinaan yang tepat baik di sekolah maupun di rumah. Pendidikan yang mengajarkan siswa tentang pentingnya berbahasa yang baik dan sopan, dengan memahami konteks penggunaannya, sangat diperlukan. Pembinaan ini tidak hanya dilakukan di dalam kelas, tetapi juga perlu melibatkan keluarga sebagai bagian dari proses pendidikan karakter. Salah satu solusi yang dapat diusulkan adalah mengintegrasikan media sosial dalam proses pembelajaran agar siswa bisa lebih mudah memahami dan merasakan relevansi dari kesantunan berbahasa dalam kehidupan mereka sehari-hari. Siswa bisa belajar bagaimana menggunakan bahasa dengan tepat melalui cara ini, tidak hanya dalam situasi formal tetapi juga dalam interaksi dengan teman sebaya, tanpa harus mengorbankan identitas mereka dalam berbahasa.Â
Kesadaran tentang pentingnya kesantunan berbahasa bisa terus ditingkatkan melalui pendekatan yang menarik, kreatif, dan relevan dengan dunia siswa. Tren bahasa gaul terus berkembang, nilai kesantunan berbahasa tidak akan hilang, dan siswa akan mampu menyesuaikan diri dengan konteks komunikasi yang ada tanpa kehilangan identitas dan norma yang baik.Â
SIMPULAN Â
Penelitian ini berfokus pada permasalahan mengenai pengaruh bahasa gaul terhadap nilai kesantunan berbahasa siswa SMP, yang semakin tergerus oleh maraknya penggunaan bahasa tidak formal dalam interaksi sehari-hari, khususnya akibat pengaruh media sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sejauh mana nilai kesantunan berbahasa masih diterapkan di tengah tren penggunaan bahasa gaul yang sangat dominan.Â
Kemampuan siswa untuk menyesuaikan penggunaan bahasa sesuai dengan konteks menunjukkan bahwa kesantunan berbahasa tidak sepenuhnya hilang. Hal ini sebagian besar dipengaruhi oleh pendidikan formal di sekolah, yang secara konsisten mengajarkan norma kesopanan, serta pembiasaan yang ditanamkan dalam keluarga. Oleh karena itu, meskipun tren bahasa gaul terus berkembang dan menjadi bagian tak terhindarkan dari kehidupan remaja, nilai kesantunan berbahasa masih dapat dipertahankan melalui pendekatan pendidikan yang relevan.Â
Pendidikan dan pembinaan berbahasa yang berkesinambungan menjadi faktor penting dalam menjaga kesantunan berbahasa siswa. Salah satu cara yang efektif adalah melalui integrasi pembelajaran bahasa yang menarik, misalnya dengan memanfaatkan media sosial sebagai alat edukasi yang dekat dengan kehidupan siswa. Sebagai hasilnya, siswa dapat memahami pentingnya menjaga kesantunan berbahasa tanpa merasa terasing dari perkembangan tren komunikasi modern.Â
Penelitian ini menegaskan bahwa nilai kesantunan berbahasa di kalangan siswa SMP dapat tetap terpelihara apabila ada upaya sinergis dari pihak sekolah dan keluarga dalam membangun kesadaran berbahasa yang baik, serta pendekatan edukasi yang sesuai dengan dunia remaja.Â
Daftar Pustaka
 Alimuddin, L. 2014. Penggunaan Bahasa Santun. Jurnal Ilmiah Administrasita.  Azizah, Auvah Rif'at. 2019. Penggunaan Bahasa Indonesia dan Bahasa Gaul di Kalangan Remaja. Jurnal Skripta : Jurnal Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas PGRI Yogyakarta, 5(2).  Chaer, Abdul. 2010. Kesantuan Berbahasa. Jakarta: Renika Citpa. Hilaliyah, Hilda. 2010. Maraknya Penggunaan Bahasa Gaul di Kalangan Pelajar Sekolah Menengah Atas. Jurnal Dieksis, 2(1) Kurino, Y. D., Herman, T., & Turmudi, T. 2023. Exploring elementary science teaching and learning in Canada. Education, 1--2.. Kurniawaty, Imas., Avidah, Nuri Novianti., dan Faiz, Aiman. 2022. Kesantunan Berbahasa Sebagai Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila di Kalangan Mahasiswa. Jurnal Ilmu Pendidikan, 4(2). Lahabu, S. Y., Djou, D., & Muslimin, M. 2021. Kesantunan Berbahasa Di Sma Negeri I Dulupi Kabupaten Boalemo Dan Implementasinya Dalam Pembelajaran. Reduplikasi: Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa Indonesia, 1(1). Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: UI Press. Sari, Beta Puspa. 2015. Dampak Penggunaan Bahasa Gaul di Kalangan Remaja Terhadap Bahasa Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Bulan Bahasa UNIB 2015, halaman 2-5.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H