Mohon tunggu...
taufiq candra
taufiq candra Mohon Tunggu... Freelancer - Saya adalah mahasiswa di salah satu universitas swasta di Jakarta.

Saya menulis di kompasiana dalam rangka untuk belajar bagaimana menulis yang baik dan menginspirasi orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Potret Jeritan Syair Anak Jalanan

28 Februari 2018   19:05 Diperbarui: 1 Maret 2018   11:58 993
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang pukul 7 malam, satu per satu anak-anak kembali. Pada saat makan malam, hal yang sama terjadi. Mereka kembali berdesakan di meja makan dan kali ini semua anak mendapatkan nasi bungkus yang dibagikan kepada mereka. (Hal. 41)

Keesokan harinya. Setelah makan pagi, Om Rudy membawa Angel dan Anton ke jalanan tempat pertama kai mereka bertemu, di kolong jalan tayang. (Hal. 45)

Sepintas, beberapa penggalan di atas sudah mampu membuktikan bahwa novel ini menggunakan latar waktu 24 jam yang terlihat dari perubahan latar waktu, dari pagi, siang, sore, dan malam yang terjadi pada satu hari.

Beda halnya dengan latar tempat dan waktu, pada novel ini sang pengarang tampaknya ingin membuka paradigma masyarakat melalui retorika kisah yang terkemas dalam karyanya. Dalam novelnya kali ini, pengarang memusatkan cerita yang berkenaan dengan masalah anak jalanan dan pengamen yang menjadi perhatian publik. 

Meskipun masalah ini bukan masalah yang begitu besar dan berpengaruh bagi beberapa negara, seperti Amerika yang malah menjadi mengamen menjadi salah satu mata pencaharian atau profesi. Namun, di Indonesia sendiri perdebatan tentang kehidupan anak jalanan merupakan permasalahan multidimensi yang dapat menimbulkan gejolak.

Seperti umum diketahui banyak orang, anak jalanan merupakan anak-anak yang kurang dalam pendidikan dan tak terdidik secara moral. Akan tetapi, takbanyak yang tahu mengapa sampai sekarang fenomena ini masih terus berlanjut dan bahkan memiliki angka peningkatan yang terbilang besar hampir di setiap kota besar di Indonesia, salah satumya Jakarta. Apakah mereka anak-anak jalanan itu senang dengan apa yang mereka kerjakan. Tidak, sesungguhnya ada orang-orang yang tak bertanggungjawab yang melatarbelakangi ini semua. 

Mereka menggunakan tenaga-tenaga muda itu untuk bekerja serabutan demi kepentingan individu atau satu golongan semata. Mereka orang-orang seperti itu tidak mengerti betapa pentingnya suatu generasi muda bagi suatu bangsa. Mereka taktahu apa yang mampu anak-anak muda ini bisa lakukan selama dibimbing dan diarahkan dengan benar.

Oleh karena keprihatinan yang mendalam tentang masa depan anak-anak jalanan di luar sana, pengarang membuat novel ini dengan maksud memecahkan tabir paradigma buruk masyarakat tentang anak-anak jalanan yang terkesan kumuh, lusuh, dan kusut. Pada dasarnya, latar sosial yang ingin digali oleh seorang penulis Agnes Davonar adalah bagaimana kehidupan sosial yang harus dihadapi oleh anak-anak jalanan di luar sana yang kasat mata dan tenggelam dalam kemewahan kehidupan orang-orang kaya. Bagaimana anak-anak jalan ini berekspresi, bereaksi, dan segala perjuangan hidup mereka untuk bertahan dari segala macam lika-liku kehidupan. Hal ini tampak pada salah satu cuplikan di bawah ini.

Dengan ceria, mereka kembali melakukan pekerjaan sebagai pengamen. Kedua bocah polos, yang tak mengerti apa yang terjadi dalam hidup mereka ini, tetap bergembira menunggu setiap lembar rupiah yang terulur untuk mereka. Walau tidak selalu mendapatkan uang dari setiap mobil yang mereka datangi, semangat mereka pada hari pertama bekerja tidak luntur. (Hal. 47)

Pada sepenggal paragraf di atas, dapat dintrepetasikan bahwa kehidupan anak jalanan bukan semudah seperti yang terlihat. Mereka sebenarnya adalah anak-anak yang terjebak dalam nasib dan kejahatan seorang pihak semata. Mereka bukanlah secara sukarela ingin mengerjakan semua itu, tapi daya keadaan memaksa untuk melakukannya demi mendapat sebuah tempat berteduh dan menjauh dari rasa lapar.

Melalui sepenggal paragraf di atas tercurah sebuah penggambaran singkat kehidupan anak jalanan yang menjadi topik sederhana tapi sangat berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat yang biasanya seperti tidak mengindahkan kehadiran mereka sebagai insan manusia dan malah menelantarkan mereka bagai seorang buangan. Takhanya itu, latar sosial yang diangkat dalam novel ini juga memunculkan sebuah komparasi yang menyatakan kesenjangan sosial seperti yang tercantum pada kutipan di bawah ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun