Tak sempat dia berteriak, hanya suara menggeram panjang dari tenggorokan dengan mata mendelik memegangi perutnya yang terburai. Beberapa saat kemudian tubuhnya terkulai layu, mati.
Tapi…! Tiba-tiba kurasakan perih di dada kiri. Panas. Dalam gerak yang tak tertangkap mata tadi, sesuatu yang dingin terasa menembus kulit, otot, paru-paru, serta jantungku. Benda itu terus menembus, lalu menyeruak kasar, merobek-robek isi dadaku. Belatiku jatuh berdentang di lantai, memecah keheningan malam.
Jari-jariku terangkat meraba, sebatang besi tajam runcing menembus dada kiriku. Darah mengucur perlahan. Tiba-tiba saja tubuhku terasa ringan, seperti akan terbang. Mataku berkunang-kunang gelap. Tubuhku ambruk kehilangan tenaga, lalu tak sadar. Entah apa yang terjadi kemudian.
Seminggu kemudian penduduk menemukan sesosok tubuh yang membusuk tak bernyawa di dalam mushola. Tubuh sang ustadz kampung, tubuhku.
Surabaya, 18 Februari 2008
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H