Tanyakan pada sejumlah petani yang gigih mengelola lahan dan cita-cita mereka akan masa depan anak mereka. "Nak, belajarlah sungguh-sungguh, supaya hidupmu sukses. Cukuplah bapak yang sengsara menjadi petani, bergelut dengan lumpur, dan dicambuki terik mentari," begitu rata-rata nasihat mereka.
Sikap minder itu tentu tidak terbentuk tanpa alasan. Bisa saja karena para petani sering dimarginalkan. Mungkin oleh sebab para petani sejak kolonialisme dimiskinkan. Lalu, akibat penjajahan itu juga, para petani dikelasbawahkan. Sebab lain juga karena efek sawang sinawang, saling lirik, saling iri, sambil mengidamkan keadaan orang lain.
Sistem tanam paksa oleh Belanda yang disusul dengan Jepang menjadikan nenek moyang kita hanya sebagai petani gurem. Adalah Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu, Johannes Van Den Bosch, yang mengeluarkan kebijakan sistem tanam paksa. Peraturan yang juga disebut dengan Cultuur Stelsel ini dikeluarkan pada tahun 1830. Di antara aturan kebijakan itu adalah masyarakat yang memiliki tanah wajib memanami 1/5 atau 20% tanahnya dengan tanaman wajib yang ditentukan. Belum lagi biaya pajak yang dibebankan pada sisa tanah yang menjadi haknya, yaitu dari 80% tanahnya. Sebaliknya, masyarakat yang tidak memiliki tanah wajib bekerja di perkebunan pemerintah Belanda selama kurang lebih 20% Â dalam setahun, atau kira-kira 60 hari (Diadaptasi dari http://sumbersejarah1.blogspot.co.id/2017/09/aturan-dan-ketentuan-sistem-tanam-paksa.html#ixzz51KBnD8dw).
Para petani sebagai penduduk kelas bawah merasa inferior di hadapan kelas sosial lainnya. Mulai dari pakaian yang rapi, wangi, kendaraan, tata cara gaul, berbekal gawai trendi, atau laptop, dan sebagainya. Sedangkan mereka, pakaian khas petani seadanya, beraroma tanah, dan cipratan lumpur. Bahasa mereka pun tak pernah beranjak dari percakapan sekitar. Politik, sosial, ekonomi, bukanlah jangkauan obrolan mereka.
Kealpaan dalam hal-hal tadi menjadikan sebagian mereka lebih banyak diam. Padahal, obrolan-obrolan itu tak lebih dari isu-isu yang beterbangan dan tidak mampu dihindari oleh pengocehnya, sehingga ia pun menjadi korban isu. Adapun pakaian itu, seragam itu, tanyakan pada mereka, bila diberi kebebasan memilih, apakah mereka memilih terikat dengan aturan berseragam itu ataukah dibebaskan memakai busana sesuai selera? Orang merdeka pasti memilih yang kedua. Sebab, mereka pun tahu, bahwa sekadar keseragaman aksesoris tidak lantas meningkatkan etos kerja. Mungkin saja mereka bekerja sambil mangkel, karena terpaksa memakai kostum yang mereka rasa tidak nyaman.
Nah, Pak Tani, sejak Anda mendedikasikan diri pada pertanian, saat itulah Anda merdeka. Anda datang dan pergi semau Anda, sesuai kebutuhan dan kondisi. Pakaian bebas Anda menjadikan Anda lebih leluasa menggeluti pekerjaan Anda.
Anda bilang aura mereka begitu besar? Bagi saya, gurat lelah pada wajah Anda serta hitam pada tubuh Anda yang kekar bergulat dengan tanah dan sedikit membungkuk oleh tuntutan cangkul adalah perbawa yang tiada tara.
Satu lagi, orang-orang berdasi dan bergawai modern itu membeli hasil tanaman Anda. Produk berlumpur itu pindah ke tangan-tangan wangi. Sementara uang-uang wangi mereka pindah ke tangan Anda. Bagaimana pula bila Anda seorang petani akhirat?
"Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman" (QS Ali Imran: 139).
Tentang kemegahan duniawi itu, Allah mengingatkan, "Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal" (QS Thaha: 131).
Bahkan, tak juga kemegahan para manusia pengingkar Tuhan yang menduduki deretan orang-orang terkaya di dunia. Tentang mereka, Allah mengatakan, Â "Janganlah sekali-kali kamu teperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri." "Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya." "Akan tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya, bagi mereka surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya sebagai tempat tinggal (anugerah) dari sisi Allah. Dan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti" (QS Ali Imran: 196-198).
Janganlah merasa minder dengan sekelompok orang yang sibuk dengan bisnis masing-masing. Planning agenda-agenda proyek, peninjauan prospek-prospek bisnis, penanaman modal, dan kalkulasi keuntungan yang didepositokan. Transfer, cash, bonus, dan sebagainya. Sedangkan Anda harus terpekur dalam zikir, menekuk punggung dalam tilawah Al-Qur'an, meramaikan majelis taklim, menelaah ilmu, berbasah lidah dengan doa, berlelah dalam dakwah, menyantuni sesama, bersepi dalam munajat, dalam rukuk dan sujud yang panjang dalam hening malam.
Kaum pertama yang sering didambakan itu, bisa jadi mereka orang-orang yang Allah kategorikan sebagai, "Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai" (QS Ar-Rum: 7).
Tak semua makhluk melihat keluhuran Anda. Tak semua makhluk merasakan kemegahan jiwa Anda. Tapi, Anda pasti mulia di sisi Rabb segenap makhluk. Lalu, apa yang perlu Anda risaukan, bila Anda yakin jalan yang Anda tempuh adalah demi meraih ridha-Nya? Nabi bersabda, "Jika Allah telah mencintai seorang hamba, Ia panggil Jibril bahwa Allah sungguh mencintai Fulan, maka cintailah ia. Jibril pun mencintainya dan Jibril menyeru penduduk langit bahwa sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka cintailah ia. Maka, penduduk langit pun mencintainya lalu ia pun diterima penduduk bumi" (HR Al-Bukhari, 3209 dan Muslim, 2637).
Dalam hadis lain, beliau mengabarkan, "Sungguh ada di antara para hamba Allah, seseorang yang andai bersumpah atas nama Allah, niscaya Ia kabulkan" (HR Al-Bukhari, 2.703 dan Muslim, 1.675).
Apa yang terbetik dalam benak Anda tentang fisik dan penampilan hamba spesial tadi? Tidak ada referensi yang pasti, karena memang itu semua berpulang pada ketakwaan yang ada dalam hati. Namun, suatu ketika Rasulullah menyebutkan ciri-ciri penampilan orang yang mendapatkan sanjungan tersebut. Di luar dugaan, beliau mengatakan, "Betapa banyak orang yang berambut kusut lagi berdebu yang tertolak di depan pintu, jika bersumpah atas nama Allah, Dia akan mengabulkannya" (HR Muslim, 2.622).
"Aku berdiri di pintu surga. Ternyata kebanyakan yang memasukinya adalah orang-orang rendahan, sedangkan orang-orang berharta masih tertahan" (HR Al-Bukhari, 5.196 dan Muslim, 2.736).
"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu" (QS Al-Hujurat: 13).
"Suatu hari, kami duduk-duduk bersama Rasulullah," tutur Anas bin Malik.  Katanya, Rasulullah kemudian bersabda, "Sebentar lagi akan datang seorang pria penghuni surga." Lalu, muncullah seorang dari Anshar yang jenggotnya kuyup oleh air wudu sambil menenteng kedua sandalnya di tangan kirinya. Pada hari kedua dan hari ketiga Rasulullah mengatakan hal yang sama dan setiap kali itu pula yang muncul orang tersebut" (HR Ahmad, 1.2697, Ibnu Al-Mubarak dalam Az-Zuhd, 694, An-Nasa'i dalam As-Sunan Al-Kubra, 10.633, Al-Baihaqi dalam Syu'ab Al-Iman, 6.181), Al-Bazzar, 6.308, dan yang lain. Dihukumi sahih oleh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha'ifah, I/26).
Begitulah, pria yang dinyatakan sebagai penduduk surga di hadapan segenap para sahabat ini bukanlah sosok yang terkenal dan tidak pula berpenampilan mentereng.
Usair bin Jabir mengabarkan bahwa penduduk Kufah pernah mengunjungi Umar. Di antara mereka ada seorang pria yang biasa merendahkan Uwais. "Adakah di antara kalian yang hadir di sini seorang yang berasal dari suku Qarni?" tanya Umar. Lalu pria tadi pun datang. Umar mengatakan, sesungguhnya Rasulullah pernah bersabda, "Seorang pria dari Yaman yang bernama Uwais akan datang pada kalian. Ia tidak meninggalkan seorang pun di Yaman selain seorang ibu. Ia dulu terkena sopak yang lantas berdoa kepada Allah dan Dia pun menghilangkannya, kecuali bagian tubuh seukuran satu dinar atau dirham. Barangsiapa di antara kalian ada yang bertemu dengannya, hendaklah ia memohonkan ampun untuk kalian" (HR Muslim, 223).
Itulah Uwais Al-Qarni yang ditestimoni oleh Rasulullah, "Sebaik-baik generasi tabi'in adalah seorang pria bernama Uwais. Ia memilik seorang ibu dan ia dulu menderita penyakit sopak. Pintalah padanya agar memohonkan ampun untuk kalian" (HR Muslim, 223).
Pemuda yang digadang-gadang Al-Faruq ini akhirnya muncul juga. Bertatap muka dengannya.
"Kau Uwais bin Amir?" "Betul." "Dari Murad keturunan Qarn?" "Betul." "Kau pernah terkena penyakit sopak lalu sembuh dan hanya tersisa sebesar dirham?" "Betul." "Kau masih punya ibu?" "Betul."
"Rasulullah pernah bersabda, 'Seorang pria bernama Uwais bin Amir dari Murad, keturunan Qarn, akan datang pada kalian bersama rombongan dari Yaman. Ia pernah terkena penyakit sopak lalu sembuh, kecuali seukuran dirham. Ia memiliki seorang ibu yang sangat ia sayangi. Andai ia bersumpah atas nama Allah, Dia pasti mengijabahinya. Jika kau berkesempatan memintanya memohonkan ampun bagimu, lakukanlah.' Maka, mohonkanlah ampun bagiku." Ia pun memohonkan ampun bagi Umar.
"Ke mana Kau hendak pergi?" "Ke Kufah." "Maukah kutuliskan surat untukmu sebagai pengantar ke gubernur di sana." "Saya lebih suka bersama masyarakat umum" (HR Muslim, 225).
Semoga Allah ampuni kita. Moga kita bisa meneladani Uwais dan dipertemukan dengannya di surga. Â Sosok yang didapuk sebagai pribadi terbaik setelah para sahabat, berpenampilan sederhana dan tidak menyukai popularitas. Tak dikenal di bumi, namun dekat dengan Penguasa langit dan bumi.
Sebuah profil lain tentang hakikat kemuliaan yang kadang terkabut oleh kesahajaan fisik. Abu Barzah Al-Aslami menuturkan bahwa di antara kebiasaan orang-orang Anshar, jika mereka memiliki kerabat wanita yang telah menjanda, mereka tidak akan menikahkannya sampai mendapatkan kepastian bahwa Nabi menginginkannya atau tidak. Suatu ketika, Rasulullah berkata kepada salah seorang pria Anshar yang memiliki anak perempuan,Â
"Nikahkanlah anak perempuanmu untukku."
"Kabar baik! Sebuah kemuliaan bagi kami, wahai Rasulullah, kami sambut dengan bahagia."
"Aku tidak menginginkannya buat diriku."
"Untuk siapakah, wahai Rasulullah?"
"Untuk Julaibib."
"Wahai Rasulullah, izinkan saya bicara dengan ibunya terlebih dahulu."
Ia datangi istrinya dan mengatakan, "Rasulullah meminang anakmu."
"Kabar gembira! Sebuah kemuliaan!" serunya.
"Beliau tidak meminang untuk dirinya, beliau meminang untuk Julaibib."
"Untuk Julaibib!? Yang benar saja! Untuk Julaibib!? Yang benar saja! Untuk Julaibib!? Yang benar saja! Demi Allah, kita tidak akan menikahkannya dengan Julaibib."
Ketika hendak beranjak menemui Rasulullah dan mengabarkan keputusan istrinya, anak perempuannya berseru, "Siapa yang  datang ke Ayah dan Ibu untuk meminangku?"
Ibunya mengabarkan pinangan itu dan ia pun berkata, "Apakah kalian hendak menolak perintah Rasulullah? Serahkanlah urusanku kepada beliau. Beliau tidak akan menyia-nyiakanku."
Ayahnya bergegas ke Rasulullah dan mengatakan kepada beliau, "Kami serahkan urusannya kepada Anda."
Nabi menikahkannya dengan Julaibib. Dalam sebuah riwayat, beliau berdoa untuk si wanita, "Ya Allah, curahkanlah kebaikan yang banyak kepadanya. Jangan jadikan kehidupannya susah."
Tak lama kemudian, Rasulullah keluar menghadapi sebuah peperangan. Usai peperangan, beliau bertanya kepada para sahabat, "Siapakah yang sedang kalian cari?" "Kami sedang mencari Fulan dan Fulan." "Carilah lagi, apakah ada yang belum ditemukan?" "Tidak." "Aku sedang mencari Julaibib. Carilah dia di antara para korban yang terbunuh."
Mereka mencarinya dan menemukannya di antara tujuh mayat musuh. Ia berhasil membunuh mereka dan mereka pun membunuhnya.
"Wahai Rasulullah, ini dia JulaibIb, di antara tujuh mayat musuh yang berhasil dibunuhnya dan mereka pun membunuhnya."
"Ia telah membunuh tujuh musuh lalu mereka pun membunuhnya. Ia termasuk golonganku dan aku termasuk golongannya," ujar beliau dua atau tiga kali.
Beliau lantas membopongnya dengan kedua lengan beliau. Sebuah lubang digali dan tak ada alas baginya, kecuali dua lengan Rasulullah. Beliau meletakkannya di dalam kubur tanpa memandikannya. Sepeninggalnya, tidak ada janda yang lebih banyak bederma melebihi istri Julaibib (HR Muslim, 2.472).
Masih berpikir ingin alih profesi? Terima kasih Pak Tani. Untuk ribuan bulir nasi yang tersaji di piring setiap hari, yang merupakan hasil perasan keringat Anda dan lumpur yang melekat di kaki-kaki Anda. Juga permohonan maaf atas lidah kami yang terlalu kering untuk mengapresiasi jasa Anda. Semoga Anda selalu sehat wal afiat.
Anda mengajarkan kepada kami spirit andhap ashor, sepi ing pamrih, rame ing gawe. Rendah hati, tak banyak bicara, tapi rajin berkarya.
Terkadang, orang mulia tampak hina dan orang yang memiliki karamah tak jarang dipandang rendah. Pilihan kita hanya dua, meraih kesejatian ataukah memamerkan kepalsuan? (Serial Petani 2 Negeri, Karya Hayik El Bahja, #29 dari 60).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H