Diksi adalah kemampuan pembicara atau penulis dalam memilih kata-kata untuk menyusunnya menjadi rangkaian kelimat yang sesuai dengan keselarasan dari segi konteks. Orang yang memiliki kemampuan memilih kata adalah:
- menguasai kosakata,
- memahami makna kata tersebut,
- memahami cara pembentukannya,
- memahami hubungan-hubungannya,
- memahami cara merangkaikan kata menjadi kalimat yang memenuhi kaidah struktural dan logis.
Ada 6 kriteria yang dapat digunakan untuk memilih kata, yaitu:
- Humanistis Antropologis
- Linguistik Pragmatis
- Sifat Ekonomis
- Psikologis
- Sosiologis
- Politis
Berdasarkan kriteria tersebut dapat digunakan beberapa cara untuk memilih kata, yaitu melihatnya dari segi:
- bentuk kata,
- baku tidaknya kata,
- makna kata,
- konkret atau abstraknya kata,
- keumuman dan kekhususan kata,
- menggunakan gaya bahasa/majas,
- idiom.
- Ketepatan sasaran pembicaraan
Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya. Susunan penuturan kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian. Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran. Sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan, atau menimbulkan akibat. Kalimat efektif memiliki ciri utuh, berpautan, pemusatan perhatian, dan kehematan. Keutuhan kalimat terlihat pada lengkap tidaknya unsur-unsur kalimat. Pertautan kalimat terlihat pada kompak tidaknya hubungan pertalian antara unsur dalam kalimat, hubungan tersebut harus jelas dan logis. Pemusatan perhatian kalimat ditandai dengan adanya penempatan bagian kalimat yang penting pada awal atau akhir kalimat.
- Aspek Nonkebahasaan
Ketepatan berbicara tidak hanya didukung oleh faktor kebahasaan seperti yang sudah diuraikan di atas, tetapi juga ditentukan oleh faktor nonkebahasaan. Bahkan dalam pembicaraan formal, faktor nonkebahasaan ini sangat mempengaruhi keefektifan berbicara. Dalam proses belajar-mengajar berbicara, sebaliknya faktor nonkebahasaan ini ditanamkan terlebih dahulu, Ketika berbicara di depan umum, mahasiswa juga membutuhkan ilmu retorika untuk menunjang kualitas pembicaraannya. Selain itu, digunakan untuk meyakinkan pendengar akan kebenaran gagasan/topik yang dibicarakan. Namun pada kenyataannya, tidak banyak mahasiswa yang mampu menggunakan dengan baik dan efektif. Oleh karena itu, perlu adanya bahasa yang digunakan mahasiswa dalam berkomunikasi atau berbicara di depan umum. dapat dimulai dari segi penggunaan bahasa yang digunakan dalam berbicara. Kemudian selanjutnya pada ilmu retorika yang harus digunakan, yaitu metode dan etika retorika.
Dengan merekonstruksi bahasa dan retorika, diharapkan kemampuan berbicara siswa akan termasuk dalam kategori “siswa yang berbicara secara intelektual”. sehingga kalau faktor nonkebahasaan sudah dikuasai akan memudahkan penerapan faktor kebahasaan.
Yang temasuk faktor nonkebahasaan ialah :
Sikap pembicara, seorang pembicara dituntut memiliki sikap positif ketika berbicara maupun menunjukkan otoritas dan integritas pribadinya, tenang dan bersemangat dalam berbicara.
Pandangan mata, seorang pembicara dituntut mampu mengarahkan pandangan matanya kepada semua yang hadir agar para pendengar merasa terlihat dalam pembicaraan. Pembicara harus menghindari pandangan mata yang tidak kondusif, misalnya melihat ke atas, ke samping, atau menunduk.
Keterbukaan, seorang pembicara dituntut memiliki sikap terbuka, jujur dalam mengemukakan pendapat, pikiran, perasaan, atau gagasannya dan bersedia menerima kritikan dan mengubah pendapatnya kalau ternyata memang keliru atau tidak dilandasi argumentasi yang kuat
Gerak-gerik dan mimik yang tepat, seorang pembicara dituntut mampu mengoptimalkan penggunaan gerak-gerik anggota tubuh dan ekspresi wajah untuk mendukung penyampaian gagasan. Untuk itu perlu dihindari penggunaan gerak-gerik yang tidak ajeg, berlebihan, dan bertentangan dengan makna kata yang digunakan.