"Kak, aku nemuin ini." Abizar menyodorkan sebuah buku berwarna hijau ke Ranti. Sintia terbelalak, padahal buku itu sudah disembunyikan di tempat yang aman. "Buku Diary?" pertanyaan Ranti terdengar mengejek.
"Hari gini masih punya diary? Kalian itu dah gede, masa iya masih punya buku kek gini! Kekanakan tau nggak!
"Punya siapa ini?" tidak ada yang merespon pertanyaan Ranti.
"Punya siapa ini?" Ranti kembali bertanya, namun semuanya bungkam karena takut.
"Sekali lagi saya tanya. Kalau tidak ada yang jawab, saya laporkan kelas kalian ke wali kelas! Punya siapa ini?" nada bicara Ranti semakin naik.
"Maaf kak, itu punya saya." Sintia akhirnya membuka suara. Sudut bibir kiri Ranti naik terlihat mengejek perempuan di depannya.
"Ternyata kelas kalian banyak juga yang nggak taat aturan. Apalagi ceweknya. Ada yang bawa headset, kepala charger, lipgloss, terus masih ada anak SD di sini. Masih bawa buku dairy, ya? Nggak dewasa ya kalian." Kata sarkasme keluar dari mulut Ranti menikam tajam mental siswa di kelas.
"Buku diary ini milik kamu ya? Yang tadi berdiri di depan kan gara-gara terlambat?" pertanyaan Abizar terdengar menyindir dan membuat Sintia mematung sekaligus menahan malu. Hati kecilnya terasa seperti diiris oleh perkataan pria gula jawa. Ingin membalas perkataan Abizar, namun dia hanya bungkam dan kembali menunduk menatap lantai yang mengkilat. Beberapa teman yang berbaris dengannya terlihat heran apalagi dengan Saci dan Andera.
***
"Lu marah sama gua ya? Gara-gara gua nyidak kelas lu. Sumpah, gua nggak bermaksud berlaga judes kok. Please maafin gua ya?" Andera meminta maaf atas perlakuan yang dipaksanya tadi siang. Sintia hanya diam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Andera sangat khawatir pada Sintia yang sangat sensitif.
"Kok, lu malah minta maaf sama Sintia sih? Kan gara-gara lu lipgloss baru gua disita sama osis. Balikin nggak, Ra!" Saci yang tidak terima lipgloss-nya disita, mencurahkan kekesalan pada Andera.
"Salah lu sendiri, ke sekolah bawa lipstik, lu kan mau sekolah bukan mau ngelenong di lampu merah!" jawaban Andera terdengar meledek dan membuat Saci mendengus kesal.