"Kamu makin cantik kalau marah. Jika illfeel dengan rayuan bu*aya di kampus ini, hubungi aku. Siapa tahu aku bisa menyervis hatimu," ledekku.Â
"Dih, makin aneh saja kelakuannya!" nyinyir Jingga sambil menyingkirkan badan besarku yang masih berdiri di hadapannya.Â
"Awas aku mau lewat!" seru Jingga.
Gubrakkk....
Tiba-tiba sesuatu terjatuh dari genggamanku. Sejak awal sengaja aku sembunyikan di belakang badan. Rangkaian bunga mawar berwarna biru yang sengaja kupersiapkan untuk Jingga. Aku tahu Jingga pengagum mawar biru.  Â
"Jingga ... aku mohon terimalah bunga ini! Jika hatiku tak kamu hargai, setidaknya bunga spesial pemberianku," pintaku memelas. Â
"Baiklah ... aku terima bunga itu, tapi tidak hatiku. Camkan itu!" Jingga beranjak pergi meninggalkanku tanpa peduli lagi perasaanku.Â
Aku begitu sedih dan kecewa. Perjuanganku untuk mendapatkan simpati Jingga sia-sia. Semua jurus telah kukeluarkan. Ternyata Jingga bukan cewek yang mudah dirayu.Â
Dari kejauhan terlihat Vina memperhatikanku. Rupanya diam-diam ia mengikuti ke mana aku pergi. Positif thinking saja, mungkin ia khawatir denganku. Hanya dia sahabat baikku yang begitu peduli dalam hal apa pun.Â
***
Vina menghampiriku yang sedang duduk di taman kampus dengan wajah semringah. Seolah tak tahu apa yang terjadi padaku. Biarkan saja, aku tak ingin memancingnya membuka cerita yang baru saja ia lihat dengan mata kepalanya sendiri.Â