Mohon tunggu...
Talitha Fadhilah Azhar
Talitha Fadhilah Azhar Mohon Tunggu... Penulis - absen 31 XI MIPA 3

Pelajar SMAN 28 Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jangan Ganggu Sepatuku!

16 November 2020   10:46 Diperbarui: 16 November 2020   10:57 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ka-ak ja-wab," Dion membelalakan mata. Mendapati suara Dika yang semakin berat dan serak. Suaranya persis dengan saat itu... Dion kembali teringat akan mimpinya selama ini.

Tinggi Dika yang setara dengannya terlihat mengecil. Piyama biru berlengan panjangnya berubah menjadi putih berlengan pendek, ternodai tanah, juga perlahan mengelupas dan berlubang. Celana biru satin panjangnya berubah menjadi pendek kecoklatan. Pupil hitam Dika bergulir ke atas menyisakan warna putih seluruhnya. Mata putih Dika kemudian meneteskan cairan kental merah... Darah. Mengubah putih matanya menjadi merah gelap sebelum menghitam. Hitam pekat seakan ada kekosongan di tempat bola mata Dika seharusnya berada. 

Kini kakinya mulai terbakar. Kobarannya semakin hebat bersamaan dengan jilatan api di sepatu lusuh yang Dion bakar. Sementara Dion? Hanya bisa berdiri diam melebihi patung persis seperti mimpinya. "Jangan pisahin aku kak..." suara Dika sempat terdengar ssperti suara bocah di mimpi Dion sebelum memberat.

"Jangan... Pisahin... Aku... Sepatuku... HAHAHAHAHAHA" Dika, atau bisa disebut bocah laki-laki itu, mulai menyeringai ketika ia memutus-mutus perkataannya dan tertawa. Tubuh bocah itu terbakar sepenuhnya. Bocah yang berada di balkon lantai dua itu entah bagaimana berpindah ke teras halaman belakang masih dengan api di tubuhnya.

"Sudah ku bilang, kalau ingin membuangnya, coba saja," dia mulai berjalan pelan ke arah Dion yang masih terpaku tanpa memberontak. "Dan asal kau tau, Dika itu tidak ada,"

"Kenapa sepatu itu terus kembali, katamu?" Kali ini bocah itu memakai suara Dika. Kuku panjang nan runcingnya mencuat hingga menyentuh tanah.

"Hahahaha," bocah itu berhenti melangkah. Kini mereka hanya berjarak beberapa langkah, "Karena aku yang tak mau pergi, bodoh," tangan terbakar bocah itu lurus memanjang, mengincar leher Dion. Sekarang Dion sadar, selama ini ia tinggal bersama monster.

***

Kebakaran hebat terjadi di salah satu rumah di distrik Alasta dengan menewaskan satu korban jiwa. Setelah dua jam usaha pemadaman, api berhasil ditaklukan dan polisi segera menginvestigasi TKP. Ditemukan satu jasad dengan sebuah gelang hitam ditemukan di tangan kanan korban. Leher korban terkoyak habis. Saksi mata yang diduga adik korban trauma berat dan dibawa ke rumah sa—

Tik!

"Dika, lagi apa? Kok bengong begitu?" tanya suster yang sedang mengambil piring bekas Dika di dekat TV.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun