Mohon tunggu...
amien istiarto
amien istiarto Mohon Tunggu... -

aku adalah aku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Primitive Love 3 (part 1)

25 Desember 2011   03:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:47 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Baru bebrapa orang saja yang hadir, irma, edi. Ali, bayu, dan aku (toni) tentunya. Inilah waktu yang ditunggu tunggu, setelah hampir 8 tahun tidak ktemu, reunian SMP. Sudah hampr jamnya untuk dimulai acaranya, tapi baru beberapa orang yang hadir, yaah…Indonesia banget… :P  jamnya jam karet, mudah molornya. Tapi tak apalah, bukan acara resmi kok. Sebenarnya sih acara dimulai sehabis mahgrib, tapi kami datang terlebih dahulu untk menyiapkan semua perlengkapan acara. Mulai dari tempat, acara, dan tak lupa konsumsi. Tidak banyak yang disiapkan sebenarnya, karena hanya acara satu kelas saja, untuk sekitar 30 anak.

Langit barat semakin memerah saja. Kami berlima asik dengan cerita pengalaman masing masing, sesekali tawa renyah hadir diantara kami. Semua belum berubah, hanya tampilan fisik saja. Irma yang kalem, dulu aku setinggi telinganya. Sekarang dia setinggi telingaku. senyumnya yang selalu menyejukan (hyaaaahhh....), setelah berjilbab semakin terlihat kalem dan manis saja ia. Ali yang selalu cerdas dengan tampang culunnya. Terlihat dari kacamata tebalnya, kutu buku banget lah vokoknya. Satu lagi si Bayu, dengan body bigsize, lagak culun dengan tampang polosnya. Ketawa lepasnya masih lucu seperti dulu, dan paling sering telmi alias telat mikir. Dan dia yang paling banyak dikerjain teman teman sekelas, he...  Terakir dan yang paling dirindukan (kata teman teman getu), seorang yang selalu bisa bikin joke, lelucon yang aneh aneh, dan pasti selalu dirindukan :) Yaa itu aku, sedikit nasris gapapa lah. Sebenarnya aku juga gak tau knapa, padahal terkadang aku Cuma mengomentari omongan temenku, spontan pula. Bagi mereka itu yang membuat lucu, jawaban polos tanpa merasa berdosa.  Walau kadangkadang bahasanya keras menyayat hati, Tapi kalau yang melontarkan aku, jadi terlihat lucu pokoknya.

Jarum detik jam dinding ruang kelas IX B tak berhenti berputar, tapi sejenak kami terdiam tanpa sepatah kata. Layaknya ruangan kosong kelas itu, sunyi sepi, hanya detik jam yang terdengar semakin keras saja. Kami semua seperti kehabisan topic pembicaraan tampaknya.

“Eh, tau gak kalo di musholla sekolah pernah ada penampakan?” tanyaku membuyarkan keheningan, mencoba mencairkan suasana kembali.

“Yang bener ton!, siapa emangnya yang pernah liat penampakan itu?”, ucap ali memasang wajah penasaran.

“jangan bikin cerita yang ngeri gitu dong ton, kita kan jadi takut”, saut irma pelan.

“tenang aja ma, ada kang bayu disini, siap antar jaga irma kok,he..” celetuk bayu dengan terkekeh, tersenyum pemperlihatkan gigi putihnya dengan ginsul di sebelah kiri. Semua tersenyum geli, tak terkecuali irma. Tersenyum tipis, pipinya memerah, sambil sedikit menundukkan pandangannya karena malu.

“Cye…cye…cyeee…, ternyata teman kita satu ini sudah banyak berubah rupanya, tambah pede sama cewek”, sautku spontan.  Kami tertawa lepas, kecuali irma dan bayu yang hanya terenyum kecut, menahan tawa karena malu mungkin.

“yaah, dikerjain lagi..”, seletuk bayu kecut.

“eh ton, emangnya siapa yang pernah dikasih lihat penampakan?, kamu pho?”,  celetuk irma mencoba mengalihka pembicaraan.

“Iya ma” balasku singkat

“kapan?” lanjut bayu menimpali.

“duluu waktu kita ada acara kemah besar”,

“gimana critanya ton?”, saut ali penasaran.

“mm..ga usah lah, ntar kalian pada pulang semua. Gak jadi reunian dong ntar”, jawabku.

“Gak apa2 lah, sambil nunggu temanteman yang lain”, lanjut ali. Irma, bayu dan edi manggut manggut saja tanda setuju.

“yakin…? yakin mau dengar ceritaku?” balasku mencoba meyakinkan teman teman.

Berempat mengangguk tanda setuju.

“iya, gapapa”, timpal edi

“Ceritanya itu, dulu begini”, ucapku mencoba mengawali cerita.

“pas kemah besar dulu, pas kita kelas 2, inget gak? Naah,, habis wide game, kotor semua tho kita punya badan. sorenya kan kitakita pada bersihbersih badan semua, yang rumahnya deket pada pulang, yang rumahnya jauh pada ngungsi ke tman yang rumahnya deket tho. Kebetulan kelompokku tu paling akhir datangnya, yang lain udah pada pegi bsih2, kelompokku baru dateng. Nhaa.. dasar lagi apes, aku dikerjain teman teman. Pas aku balik dari kamar mandi, anak anak udah ga ada di tenda. Ditinggalin sendiri aku, rencananya mau nunut mandi di tempate roni, tapi dah ditinggalin anak anak, ya akirnya mandi di sekolah”, ceritaku dengan sedikit menggebu, mamainkan jeda dan nada tiap kata..

“Kan pas surup tu, dah mulai gelap lah pokoknya, mirip mirip jam seginian lah. Di kamar mandi sekolah penuh, ngantri pula. Ahh, ke musholla aja lah mandinya, sapa lau sepi gak ada nyang ngantri, Pikirku begitu. Jalanlah aku ke musholla,  lewat kelas C ma D, agak miris tu kalo malem lewat sono.” Lanjutku sambil menunjuk ke arah kelas C daan D.

“Liat bangunan tuanya itu lho, jendela tinggi, pintu tinggi,gelap pula, ditambah suara gesekan batang bamboo di belakang kelas itu, keliatan seremnya, sendirian pula aku. Pas hampir sampai musholla, di depan lab. Biologi itu, aku lihat di samping musholla ada nyala api kecil mirip nyala lilin”. Tak ketinggalan gerakan tanganku memperjelas ceritaku.

“Tapi kok ga  keliatan yang mbawa lilinnya?”, ungkapku sambil mengernyitkan dahi tanda penasaran.

“Tak dekati, sapa tau aku ktemu anak anak. Nhaa... tak deketin, apinya pindah ke belakang musholla, tak ikutin aja. Pas deket tho, kira kira 2 meteran, astaghfirullah, Allahuakbar…ternyata…cuma potongan jempol tangan, trus diatasnya ada nyala apinya, mirip nyala lilin”, ceritaku semakin menggebu, dan semakin membuat temantemanku melongo. Gak tau melongo karena serius atau mlongo karena sedikit miris menahan rasa takut.

Kurasakan ada yang mendekat dan merapat di sisi kiri badanku. Rasa hangat di kulit, dan tentu saja bau wangi khas wanita. Siapa lagi kalau bukan irma. Karena rasa takutnya oleh ceritaku mungkin, Tingkah dan naluri wanitanya muncul, mendambakan perlindungan lakilaki. :)

“Begini tho harumnya wanita, begini tho kalau dekat dengan wanita”, batinku, sedikit nervous, Dan kebetulan aku yang dapat rejeki, hihii….

Cerita horror kusambung lagi,

“Mau lari gak bisa lari!, kaki seperti ada yang megangi, Reflekku, komat kamit lah aku, mata terpejam karena takut, mbaca apa yang bisa ku baca, ya istighfar lah, ya takbir lah, harapku pas mbuka mata dah hilang.”, imbuhku, kubumbui dengan gerakan tanganku untuk memperjelas ceritaku biar tambah serem, he..

“Pas aku buka mata, ehhh masih ada. Kali ini aku mbaca ayat kursi berkali kali. Pas buka mata lagi, masih ada tu jempol. Merem lagi aku, kali ini tak tutup pake tangan. Tak bacain al fatihah ma al ikhlas 3x, trus aku mbuka mata lagi, ehhh masih ada.” Ceritaku, sekarang kubumbui dengan gelenggeleng kepala dengan ekspresi wajah penuh ketidakberdayaan dan sedikit pasrah.

“Wahhh kebingungan aku, gimana caranya biar dia pergi. Ayat kursi sudah, al fatihah sudah, takbir sudah, mana gak bisa lari lagi, kaki ga bias gerak, mau teriak gak bias keluar suaranya, celanaku basah pula”,

“Tak lihat lagi potongan jempol tangannya, eeeehh apinya malah tambah besar. Pas aku lihat potongan jempol tangan itu, otak polosku menuntunku menggerakkan tanganku untuk suit. Yang kumunculkan jari kelingking.” Tak lupa ekspresi tanganku untuk memperjelas.

“langsung kedengaran suara waaa menjauh….,suaraya seprti seorang wanita ketakutan, nah pergi lah itu jempol ma apinya.”

Irma, edi, aku dan ali ketawa lepas. Irma sesekali menutup mulutnya saat trtawa, si ali bahkan memegag perutnya karena tak tahan menahan tawa, edi suaranya paling keras kalau tertawa, dan aku tentunya, yang kata teman2  kalau tertawa sambil merem, padahal tidak, he…

Aku ikut larut dalam tawa mereka juga, padahal aku yang cerita.

Si bayu bigsize ikut ketawa tapi cuma nyengir, setengah setengah, karena gak dong apa yang diketawakan temantemannya. mungkin juga karena ketawa itu nular, dan si bayu ketularan teman teman lainnya. Masih saja seperti dulu dia, telmi alias telat mikir. Hingga akkhirnya….

“Huahahauahaha….” Si bigsize ketawa lepas. Irma, aku, ali, dan edi jadi terdiam saling pandang, mirip orang kebingungan. Setelah itu….

Huaha….haaa…huaahaa..xixixi….” kita tertawa bersama, tapi yang ditertawakan bukan ceritaku lagi, namun tingkah dan cara bayu tertawa dan tentunya telmi nya si bayu. J

Tiba tiba “pet” lampu mati,

“aaacchh….”teriak irma ketakutan. Kita berlima beranjak dari duduk mencoba menengok ke luar kelas..

“wah gimana ni, bisa batal acara malam ini kalo terus terusan kayak gini”, keluh ali.

“ehh, tapi kantor kecamatan depan sekolah gak mati tu ton”, saut irma.

Dasar naluri wanita, refleknya minta perlindungan dengan pegangan tangan kiriku. Rejeki nomplok, pikirku. Dan belum prnah aku sedekat ini dengan wanita. Dengan wanita yang ku taksir pula, he..

“iya ya”, sambutku.

“Jangan jangan karena ceritamu tadi ton, hii..”, ucap edi pelan.

“wah…ed, jangan bikin tambah horror dong”, irma kembali menimpali. Tangannya makin erat saja pegangan ditangan kiriku.

“mungkin ada yang tidak beres dengan listrik di sekolaha ini, buktinya kantor kecamatan masih nyala lampunya” imbuhku.

“Gini aja, salah satu beli lilin gimana? Kamu mau al”,

“bolehlah”

“Pakai uangmu dulu tapi, gimana?”

“woke, santai aja, bisa diatur itu”

Baru saja ali mau ke luar kelas, tiba tiba…

“byar..” tiba tiba lampu nyala kembali rupanya. Dan..

“Hwaaa…”,serentak suara beberapa orang mengagetkan kami berlima.

“sialan”, batinku gondok. Dikeerjain teman teman rupanya kita. ternyata meraka yang matiin listrik sekolah.

“eh..eh,..st..st….”, bisik santi mencoba memberi tahu teman temannya sambil meletakkan jari telunjuk dimulutnya. Tak berapa lama mereka semua memandang sambil tersenyum ke arahku dan irma. Tampak irma mengernyitkan dahi tanda kebingungan, aku pun tak jauh beda. Kami belum sadar apa yang sedang terjadi. Dan…

“ihiiiirr….ehmmmmmm…”, suara salah satu dari mereka. Diikuti teman teman yang lain, ikut berdehem juga.

Sadar tengah jadi pusat perhatian, irma spontan melepaskan pegangannya di lengan kiriku. Dan mereka tertawa lepas melihat tingkah lucu dan polos kami berdua, salah tingkah pula. Irma Cuma senyum senyum sendiri, dan aku hanya bisa garuk garuk kepala.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun