Ketiga faktor di atas memberikan pengaruh yang kuat bagi pertumbuhan dan perkembangan pemikiran dalam Islam, disamping ada banyaknya sugesti berupa ayat-ayat yang menganjurkan tentang pengembangan kemampuan berpikir. Ada banyak ayat dalam Al-Quran yang baik secara langsung maupun tidak langsung, mendesak manusia untuk berpikir, merenung atau bernalar.
Lebih lanjut, Ibnu Khaldun mencatat bahwa kunci dari maraknya peradaban Islam adalah tradisi kebebasan berpikir dan independensi ulama dari ranah politik.. Menurutnya, ulama adalah sosok yang mampu melakukan analisis dan menangkap makna-makna yang tersirat, baik dalam ranah sosial maupunteks keagamaan. Konsentrasi para ulama dalam ranah pengetahuan keagamaan, dalam sejarah peradaban Islam, telah membuktikan lahirnya peradaban yang sangat bernilai tinggi serta membawa pada pencerahan yang dapat dirasakan masyarakat di dunia. Oleh sebab itu, kita perlu memunculkan kembali tradisi intelektual yang bebas, dialogis, dan kreatif. Agama dan kebebasan berpikir merupakan dua mata uang logam yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan Al Quran dalam puluhan ayatnya menyebutkan pentingnya berpikir.
- Pluralitas Pemikiran Islam
Sebenarnya pluralisme merupakan paham yang berasal dari barat. Konsep pluralisme tidak terdapat dalam ajaran agama Islam. Tetapi, dimaklumi karena yang berkaitan dengan hal ini cukup fenomenal. Sebab, derasnya arus pemikiran dan konsep-konsepnya ke dalam dunia Islam memaksa umat Islam untuk menjustifikasinya.
Keberadaan dan perkembangan ilmu Islam dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW, ilmu itu adalah Al-Quran dan hadits yang kemudian melahirkan berbagai cabang ilmu. Ini didukung oleh perkembangan bahasa arab yang digunakan jauh sebelum masa Nabi Muhammad, lalu pasca khulafa'ul rasyidin, hingga posisi bahasa arab yang mengambil peran penting bagi perkembangan ilmu Islam selanjutnya.
Dinamika beberapa pemikiran Islam, yang merupakan khasanah Islam yang harus terus dipelihara dan dijaga eksistensinya, serta dikembangkan sesuai dengan perubahan zaman, meliputi :
Pemikiran kalam
Kalam berarti pembicaraan. Ini merujuk pada sistem pemikiran spekulatif, berfungsi untuk mempertahankan Islam dan tradisi Islam dari ancaman dan tantangan dari luar. Mutakallimin adalah orang yang menjadikan dogma atau persoalan teologis kontroversional sebagai topik diskusi dan wacana dialektik, dengan menawarkan bukti spekulatif untuk mempertahankan pendirian mereka.
Isu pertama yang berakibat pada keretakan muslim yaitu setelah wafatnya nabi Muhammad. Tentang perkara pengganti nabi dan khalifah. Puncaknya pemberontakan antara Ali bin Abi Thalib yang terbunuh dan Mu'awiah. Sebagian umat Islam talah berani membuat analisis tantang pembunuhan Utsman tersebut. Diduga inilah yang menjadi cikal bakal tumbuhnya paham Jabariyah dan Qadariyah.
Pada peristiwa arbitrase, yaitu upaya penyelesaian perselisihan Ali bin Abi Thalib dengan Aisyah pada perang Jamal dan sengketa antara Ali bin Abi Thalib dan Mu'awiah bin Abi Sufyan pada perang Shiffin.
Dalam perang Shiffin terjadi tahkim antara pihak Ali dan Mu'awiah. Tapi perdamaian tersebut tidak dapat diterima oleh sebagian pengikut Ali. Pelopornya Abdullah bin Wahab al-Rasybi yang dalam perkembangan selanjutnya disebut Khawarij. Kelompok Khawarij berfatwa bahwa orang yang terlibat dengan tahkim, baik menyetujui apalagi melaksanakannya dinyatakan berdosa besar. Alasannya karena mereka ingkar menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim.
Penentuan kafir atau tidak bukan lagi soal politik, tetapi soal teologi. Kata kafir yang ditunjukkan pada golongan diluar Islam, oleh Khawarij dipergunakan dengan makna yang berbeda, yaitu untuk golongan yang berada dalam Islam sendiri. Sebagai reaksi atas itu sebagian umat Islam yang dipelopori oleh Ghailan al-Damasqi, menolak tegas fatwa tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya menjadi mahzab Murji'ah. Menurut mereka fatwa itu tidak didukung oleh nash, maka kepastian hukumnya ditunda saja, diserahkan kepada Allah di akhirat kelak. Reaksi kelompok lain adalah pengikut faham Abdullah bin Saba', yang sangat mengagungkan Ali bin Abi Thalib, mereka dikemudian hari dikenal dengan Syi'ah.