Mohon tunggu...
Avarina Sisy
Avarina Sisy Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Avarina Sisy, seorang penulis yang aktif menulis di beberapa platform pada tahun 2019, hingga akhirnya hiatus di tahun 2022. Kini ia mulai aktif menulis kembali dan sedang menjelajah sebagai penulis artikel.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pabrik Meises C - Avarina Sisy

30 Juni 2024   07:30 Diperbarui: 30 Juni 2024   07:30 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Yang menyeramkan itu, bukan hantu. Tapi, kisah yang masih menjadi misteri."

"Pernah dengar sebuah kisah? Biar kuberitahu judulnya, 'Coklat Berdarah'. Orang-orang mungkin pernah dengar istilah cokelat pedas, coklat pisang, coklat stoberi, atau dark coklat. Tapi, yang mau kuceritakan bukan tentang varian rasa-rasa coklat itu."

Indi mengambil sesuatu dari sudut yang tidak tersorot kamera. Dia mengambil sebungkus plastik meises coklat yang mereknya sudah ditutup stiker hitam. Dia memegang bungkus meises yang sudah pasti mereknya akan tertebak oleh penonton live stream-nya.

"Kalian pasti tahu, kan? Meises coklat yang satu ini? Sebelum kumulai ceritanya, aku ingatkan. Aku tidak pernah, punya niat buruk apa pun dengan adanya cerita yang kusampaikan ini. Disclaimer: Meskipun merek produk ini pasti kalian ketahui, bukan berarti aku ingin menakuti orang-orang untuk tidak membelinya."

Indi menarik napas panjang setelah berkata begitu. Dia menaruh bungkus meises itu di atas meja, masih tersorot oleh kamera. Setelah itu, Indi mengambil gelas yang isinya air putih lalu meminumnya beberapa teguk.

Bagi para penonton channel Yutub Indi, mereka sudah tahu. Jika, di live stream Indi sudah sampai di bagian 'minum air putih' artinya cerita sesungguhnya akan dimulai. Hal ini, sering disebut sebuah ritual sebelum Indi bercerita. Karena sebelum meminum air putih itu, Indi tampak seperti membaca sesuatu dahulu terlihat dari gestur bibirnya.

Kisah yang masih menjadi misteri soal, 'Pabrik Meises C' pun dimulai.

Ini adalah sebuah kisah yang mungkin sudah menjadi rahasia umum. Karena meises merek C ini sangatlah terkenal dan tersebar di satu negara ini. Siapa yang tidak suka? Tentu semua penyuka coklat atau bahkan yang tidak suka coklat pun akan jatuh cinta pada coklat karena meises merek satu ini. 

Sekali lagi kubilang, ini adalah kisah yang hanya diketahui masyarakat sekitar dari pabrik meises C. Bahwa pada tahun 90-an telah terjadi sesuatu di pabrik meises C yang terkenal itu. Tepatnya, di tanggal 13 Maret 1993. Di hari yang sudah malam di tanggal 13 itu, ada sekitar tiga orang yang bertugas untuk membersihkan pabrik.

Terutama, mesin-mesin yang dipakai untuk produksi meises. Sebuah kejadian yang tidak diduga terjadi hari itu. Listrik tiba-tiba padam, tidak heran. Beberapa jam sebelumnya hujan yang begitu lebat turun di daerah itu. Di tambah lagi, ada satu petir tunggal yang begitu memekakkan telinga.

Biasanya, jika hujan turun dan ada petir tunggal begitu. Ada saja, kabel atau gardu listrik yang rusak. Hingga akhirnya, entah itu ketika hujan masih berlangsung atau setelah hujan reda. Listrik di daerah hujan terpaksa dimatikan.

"Dengan alasan perbaikan atau pemeliharaan. Entah berapa jam, yang jelas menunggu listrik menyala itu menyeramkan. Sebelum kembali ke kisah sesungguhnya, mau tahu alasannya?" Indi pun kembali menghela panjang napasnya.

Hendak kembali melanjutkan ceritanya, atau lebih tepat menjawab pertanyaan yang ia ajukan sebelumnya. Suara yang membuat telinga sakit itu terdengar.

Suara pintu tua yang hampir habis dimakan rayap, dibuka perlahan dari luar sana. Dengan suara biola rusak yang digesek terdengar. Kamar Indi, atau tepatnya ruangan yang dijadikan Indi sebagai tempat khusus untuk live stream Yutub channel-nya ini.

Sedang berada dalam kondisi gelap. Sangat gelap, kamera yang ia pakai pun menggunakan kamera khusus untuk merekam dalam kegelapan. Yah, walau tetap ada cahaya dari lilin di ruangan ini.

Seakan Indi sedang uji nyali di tempat tua berhantu.

Brak!

Kosong, pintu terbuka hampir setengah. Namun, tidak ada tanda-tanda kehadiran manusia di sana. Yang membuka pintu dari luar itu, ternyata tidak tampak. Pintu ruangan ini memang sulit dibuka. Sekali terbuka, suaranya akan terdengar keras hingga rumah tetangga. Di lantai tiga, pintu balkon tiba-tiba dibuka dari luar. Masalahnya, ke mana yang membuka pintu tanpa mengetuk dahulu itu?

"Tunggu, sebentar, ya? Ada tamu tidak diundang di ruangan ini," kata Indi ke arah kamera di hadapannya, lalu ia mengambil lilin dan berjalan ke arah pintu.

Suara langkah Indi pasti terdengar jelas oleh orang-orang yang menonton live stream-nya. Menandakan bahwa tempat itu benar-benar sunyi sepi hanya ada Indi sendiri yang merupakan manusia. Sisanya, siapa yang tahu?

"Siapa?" tanya Indi ke arah luar setelah berada di ambang pintu.

Tak ada jawaban, Indi membuka pintu itu lebih lebar lagi. Angin menerpa seluruh tubuhnya dari atas hingga bawah. Tercium bau khas coklat dan juga anyir darah. Uh, coba bayangkan saja dua bau itu disatukan. Mungkin akan langsung muntah?

"Kenapa datang kemari?" tanya Indi pada ruang hampa di depannya.

Tidak tampak takut sedikit pun, tidak berkeringat dingin. Apalagi terbata-bata ketika berkata demikian. Indi tampak seperti sedang berbicara dengan manusia lain.

"Te-terima ... kasih, hi ...hi ...hi ...." suara seorang perempuan terdengar di live stream itu, tidak lupa suara tawanya.

Jelas sudah, itu bukan suara Indi. Namun, suara sosok yang datang ke rumah Indi. Ah, iya. Indi lebih suka menyebutnya 'seseorang'.

"Apa kalian mendengar ucapan terima kasih tadi? Dia adalah seseorang yang memiliki kisah yang akan kuceritakan di episode ini." Indi membiarkan pintu itu terbuka dan kembali ke meja kerjanya.

"Ah, maaf. Sepertinya aku lupa apa yang terakhir kali aku katakan, bisa bantu aku lewat kolom komentar? Sekalian memeriksa apa penonton live stream-ku hari ini benar-benar menyimak?" ujar Indi kemudian mengambil permen dari laci meja kerjanya itu lalu memakannya.

'Rahasia dibalik mengapa menyeramkan jika menunggu listrik kembali menyala.' 

'Sudahlah, buat part video lain saja untuk itu. Langsung ke cerita Pabriknya saja!' 

'Bagaimana ini, apa Indi kelelahan? Bagaimana bisa lupa apa yang telah ia ucapkan?'   

Tiga komentar teratas yang telah Indi baca.

"Nah, terima kasih. Aku tidak lupa, kok. Hanya memastikan." Indi pun tersenyum.

"Oke, aku akan ceritakan soal mati listrik di episode terpisah saja. Lanjut ke kisah intinya."

Indi mulai melanjutkan ceritanya.

Hari itu, sebelum listrik mati. Salah satu dari pegawai pabrik itu sedang memindahkan sisa-sisa coklat ke tempat yang lebih kecil. Coklat sisa adonan meises inilah yang sering dijadikan bahan permen coklat aneka bentuk yang dijual di kantin sekolah-sekolah.

"Untuk dibilang sisa, sebenarnya jumlah coklat itu terlalu banyak. Aku lupa harus menyebut nama tempatnya apa? Anggap saja kuali besar?" lanjut Indi setelah menjeda ceritanya sebentar.

Pegawai perempuan itu baru selesai memakai sarung tangan. Lalu, mengatur agar mesin itu hanya mengaduk pelan agar coklat tidak kembali mengeras.

Ctak! Seisi pabrik itu seketika gelap. Listrik padam, mesin itu pun mati dan tidak lagi mengaduk coklat sesuai dengan yang semestinya.

"Aduh! Mati lampu lagi, kapan pulangnya kita kalo gini?" ujar salah satu pegawai yang sebelumnya sedang menyapu.

"Iya, nih. Anto kamu nyapu dekat generator listrik, kan? Kita pakai itu saja sebentar," kata Susan, pegawai lain yang sedang mengepel lantai di bagian lain pabrik.

Sedangkan Sinta, meskipun dalam gelap ia tetap memindahkan sisa adonan coklat. Karena takut coklat itu akan memadat lebih cepat jika tidak di aduk.

Bruk!

"Aduh, tolong! Aku jatuh!" teriak Sinta pada pegawai lainnya.

"Sinta, kamu kenapa?" teriak Susan dari jauh.

Siapa yang sangka?

Sinta jatuh ke dalam kuali berisi coklat yang masih hangat itu. Hangat di sini, akan terasa panas bagi manusia. Sinta yang merasakan hangatnya coklat itu panik. Dia menarik asal apa pun yang ada di luar kuali agar bisa keluar dari kolam coklat hangat itu.

Sementara itu, Anto sedang mencoba menyalakan kembali listrik dengan generator. Kurang lebih lima menit dan listrik kembali menyala.

Gelegar!

"Argh, tolong!" suara teriakan Sinta tertutup petir itu.

Petir seakan menjadi pertanda buruk hari itu. Suara mesin yang berfungsi untuk mengaduk coklat itu menyala bersamaan dengan cahaya lampu yang mengisi ruangan itu.

"Sinta, tubuhnya hancur tergiling bersama coklat di dalam kuali itu. Ketika dua pegawai lain, Anto dan Susan berlari ke arah tempat Sinta terakhir kali berada. Yang pertama mereka berdua lihat adalah darah dan coklat yang terciprat ke mana-mana. Dari dalam kuali, terlihat potongan tangan dan kaki Sinta.

"Susan dan Anto sangat terkejut, Anto dengan cepat langsung mematikan mesin itu. Setelah mesin pengaduk dan penghalus coklat itu mati, Susan melihat tubuh Sinta di dalam kuali itu. Dia langsung jatuh pingsan, Anto bergegas menelpon polisi dan ambulans.

Selesai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun