Mohon tunggu...
Syarif Nurhidayat
Syarif Nurhidayat Mohon Tunggu... Dosen - Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Manusia hidup harus dengan kemanusiaannya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Stasiun Tua

4 Oktober 2020   08:05 Diperbarui: 4 Oktober 2020   08:22 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tapi aku juga butuh pekerjaan. Dengan menangkap mereka aku bisa mendapat kesempatan menjadi hansip kampung. Dalam kepura-puraan tidur aku berpikir keras untuk memilih.

"Tapi apa tega aku yang seorang saja dapat kerjaan, sementara dua orang terpenjara dan dua keluarga terlantar. Ah tidak. Aku tidak boleh egois. Biar Tuhan nanti yang menentukan jatahku." Aku mengambil kesimpulan untuk tidak terlibat apapun. Biarlah malam ini lewat seperti tak kusaksikan apapun. Aku hanya tertidur di stasiun tua dan bermimpi buruk.

"Ya, target baru nanti kita pikirkan lagi."

"Ya sudah. Kita sisakan sedikit untuk gelandangan itu. Sepertinya dia juga sangat butuh seperti kita."

"Boleh. Ayo segera kita pulang. Ini sudah hampir subuh."

Dua orang itu beranjak dan mendekati tempat aku tertidur. Terdengar satu bungkusan diletakkan di bawah bangku tidurku.

"Ah. Terimakasih Tuhan." Tiba-tiba aku bersorak dalam hati. Baru saja aku ngomong pada Tuhan. Ternyata Dia memang Maha Adil, Maha Kasih, dan Maha Penyayang. Jatahku langsung kontan diberikan.

"Pak tunggu." Aku bangun dari tidurku dan menghampiri dua orang pencuri itu yang sudah diambang pintu keluar. Mereka tampak sangat terkejut.

"Eh, tunggu pak. Saya tidak akan lapor siapa-siapa. Bapak tahu kan Pak Suwandi? Lintah darat yang selalu laris karena tak ada alternatif lain bagi orang yang mau pinjam. Yang rumahnya di ujung desa sebelah utara. Dia itu layak untuk dicuri hartanya. Tapi jangan lupa besok malam saya tunggu di sini." Entah setan mana yang merasukiku, tiba-tiba saja nama Suwandi muncul di benakku.

Kedua orang itu hanya tersenyum dan segera pergi menuju arah pasar dan pulang dengan hasil yang telah dibagi rata. Bertiga.

Terbayang dalam benakku, bagaimana nanti wajah bapakku merah padam karena marah ketika tahu pundi-pundi harta haramnya dimaling orang. Hmm.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun