"Pergilah kalian menuju Kerajaan Tirtapura, hancurkan dan binasakan lah. Bawalah Dyah Asih ke hadapan ku, karena hidupnya adalah milikku khikhikhi." perintah Ajisana Mahardika.
"Hoo... Apakah kau tidak ingin menemuinya sendiri? Aku kira kau akan pergi kesana sendiri." seorang pria berjubah muncul dari balik bayangan.
"Khikhikhi hal itu tidak diperlukan, Dyah Asih memang sangat berharga bagi ku, tetapi dia tidak bisa pergi dari genggaman ku. Aku bisa mengambilnya kapan saja."
"Jadi kau membiarkan nya menari diatas tangan mu? Tak heran butuh berpuluh-puluh tahun untukmu mendapatkan tahta. Aku rasa aku akan mengikuti ide mu untuk saat ini." ucap pria berjubah itu.
"Khikhikhi kau diam saja disana dan perhatikan bagaimana Dyah Asih akan berakhir di tangan ku," Ajisana Mahardika berdiri dan mengangkat tongkat sihirnya, "Terbukalah! Pintu yang menghubungkan gelap dan terang, api dan air, hidup dan mati. Terbukalah! Gerbang Ghanidarma!" Ajisana Mahardika merapalkan mantera yang memunculkan gerbang teleportasi, Gerbang Ghanidarma, yang dapat mengantarkan pasukan siluman nya menuju Kerajaan Tirtapura dengan sekejap mata.
"Hmm... Gerbang Ghanidarma, menarik." ucap sang pria berjubah.
"Khikhikhi dengan ini Dyah Asih tidak akan punya kesempatan untuk lari. Pasukan serang!" perintah Ajisana Mahardika dan segera pasukan siluman bergerak serentak menyerang Kerajaan Tirtapura.
***
Dengan menaiki Ki Wiryo dalam bentuk burung raksasa, Maheswara terbang menuju Kerajaan Tirtapura karena mendapatkan perintah dari Raja Astrasoca.
"Hei apa masih jauh? Aku rasa aku ingin muntah." tanya Nyi Kulodarmaji.
"Hei jangan muntah disini! Astaga, seorang penyihir yang bisa terbang seperti mu bahkan bisa mabuk udara." gerutu Maheswara.