Mohon tunggu...
Syahtila Rajabi
Syahtila Rajabi Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia Biasa.

Tak Akan Ada Rasa Cukup Dalam Menulis. Terus Berusaha Membuat Tulisan Yang Bagus Dan Enak Dibaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Maheswara: Dendam Ratu Siluman (Chapter 4)

4 Desember 2023   12:00 Diperbarui: 4 Desember 2023   12:01 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Chapter 4: Ajisana dan Rekan Baru

Jauh di dalam Hutan Agrasura berdiri sebuah Kerajaan Siluman dengan seorang Raja Siluman bernama Suratreta. Dia adalah momok menakutkan bagi siapapun yang masuk kedalam Hutan Agrasura. Dia begitu kuat dan berwibawa, semua siluman penghuni hutan sangat patuh padanya.

Namun dalam 30 tahun terakhir dia menghilang entah kemana, dan sang Ratu Siluman pun mengisi kekosongan kekuasaan itu. Namanya adalah Kanjeng Ratu Dyah Asih Malapetaka, seorang Ratu Siluman yang bengis dan kejam namun kecerdasannya dalam mengatur strategi membuat dirinya disegani. Karena kecerdasannya pula dia berhasil memperluas daerah kekuasaannya.

Namun dibalik itu semua, ada satu orang yang juga memiliki pengaruh besar. Namanya adalah Ajisana Mahardika, seorang siluman penyihir, salah satu orang kepercayaan Raja Siluman Suratreta. Seorang siluman penyihir yang sudah renta namun semua siluman takut kepadanya, karena kekuatannya yang hebat.

Ajisana Mahardika sangatlah kuat dia direkrut langsung oleh Raja Siluman Suratreta untuk menjaga Kerajaan, membuatnya jarang pergi keluar kerajaan. Ajisana Mahardika juga bertindak sebagai penasihat Raja, secara tidak langsung semua keputusan Raja Siluman juga berdasarkan pemikirannya.

Namun karena Raja Siluman Suratreta adalah seorang Raja yang bijaksana dan sering mementingkan rakyatnya, membuat Ajisana Mahardika tidak senang karena menurutnya sikap Raja Siluman Suratreta itu lembek dan naif.

Sehingga muncullah rencana untuk menggulingkan kekuasaan Raja Siluman Suratreta di pikirannya. Dan pada saat dia mendengar berita bahwa Raja Siluman Suratreta pergi dan tak kembali, Ajisana Mahardika sangatlah gembira. Akhirnya dia bisa mengambil alih kekuasaan. Namun mimpinya segera pupus ketika mengetahui bahwa Ratu Siluman Kanjeng Ratu Dyah Asih Malapetaka yang akan mengisi kekosongan kekuasaan selepas kepergian Raja Siluman Suratreta. Hal itulah yang menimbulkan dendam di hati Ajisana Mahardika kepada Dyah Asih.

Ajisana Mahardika tidak senang ketika kerajaan dikuasai oleh Dyah Asih, karena Dyah Asih membatasi pergerakan Ajisana Mahardika. Dia tak sebebas dulu dan sekarang dia tidak lagi bertindak sebagai penasihat kerajaan. Sekarang Ajisana Mahardika ditugaskan sebagai seorang penjaga gerbang oleh Dyah Asih.

Namun semua itu tidak menghilangkan niatnya untuk mengambil alih kekuasaan dari Dyah Asih. Walaupun sekarang dia hanya seorang penjaga gerbang kerajaan, dia tetaplah seseorang yang memiliki pengaruh besar, dia memiliki orang-orang yang dapat dia perintah. Dengan itu setiap harinya Ajisana Mahardika memerintahkan salah-seorang pramusaji untuk menuangkan ramuan penghambat aliran energi di makanan Dyah Asih.

Ajisana Mahardika dengan cerdik hanya memberikan dosis kecil yang setiap harinya akan menumpuk. "Dengan dosis kecil, Ratu Angkuh itu tidak akan sadar bahwa makanannya telah di racun khikhikhikhi." gumam Ajisana Mahardika.

Dan dengan kesabaran dan ketekunan, akhirnya hari itu pun tiba. Ajisana Mahardika mengumpulkan orang-orang yang patuh dan percaya padanya. Mendobrak masuk ke dalam ruang singgasana dengan pasukan silumannya.

"Apa maksud semua ini Ajisana Mahardika?!" tanya Dyah Asih.

"Masa kekuasaan mu sudah selesai disini Kanjeng Ratu Dyah Asih Malapetaka! Bersiaplah bertemu dengan suamimu di neraka khikhikhikhi. Serang!!" Ajisana Mahardika memerintahkan pasukannya untuk menyerang Dyah Asih.

"Dasar kau keparat!!! Warugeni!!" Dyah Asih memanggil senjata andalannya, Warugeni, senjata milik mendiang suaminya.

"Ooh takut nya, sayang sekali dia tidak akan datang khikhikhikhi." ujar Ajisana Mahardika dengan tawa.

"Warugeni!! Datanglah!" sekali lagi Dyah Asih memanggil Warugeni namun senjata itu tak kunjung datang, "Bagaimana bisa?! Keparat! Apa yang sudah kau lakukan?! Hyaat!" Dyah Asih yang geram langsung menyerang Ajisana Mahardika.

"Hop hyah! Khikhikhikhi kau pasti tidak menyadari nya kan? Khikhikhikhi ratu bodoh! Haah!!" Ajisana Mahardika menahan serangan Dyah Asih dan membalasnya, membuat Dyah Asih mundur.

"Kau! Uhuk! Kekuatanku... Persetan! Kau akan ku kirim ke neraka! Hyaah!" Dyah Asih kembali melesatkan serangan nya.

"Khikhikhikhi masih keras kepala ya? Hyaakh!"

Kekacauan terjadi diruang singgasana. Dyah Asih dan pengawalnya menghadapi Ajisana Mahardika dan pasukan silumannya. Malang nasib Dyah Asih, karena para jenderalnya sedang pergi untuk memperluas daerah kekuasaannya.

"Eughh aakh!" Dyah Asih terpental karena serangan balasan Ajisana Mahardika.

"Khikhikhikhi sudah berakhir. Kalian semua. Habisi dia. Aku masih ada urusan penting lainnya khikhikhikhi." Ajisana Mahardika berjalan meninggalkan Dyah Asih yang terpojok. Sekarang dia berjalan menuju singgasana, "Khikhikhikhi aku sudah menunggu untuk saat-saat ini." Ajisana Mahardika mendaratkan dirinya di singgasana yang begitu nyaman.

Sementara itu Dyah Asih yang dihadapkan dengan pasukan siluman berusaha untuk bangkit dan melawan. "Penghinaan ini.. Akan aku balaskan!" Dyah Asih kembali bangkit, dengan sisa kekuatannya dia melawan pasukan siluman.

"Khikhikhikhi sungguh pemandangan yang menyedihkan. Melihat seorang Ratu- maksudku mantan Ratu yang begitu angkuh kini jadi bulan-bulanan khikhikhikhi betapa menyedihkannya." ejek Ajisana Mahardika dari singgasana.

Dyah Asih masih berdiri melawan, entah sampai kapan dia akan terus melawan, "Akan aku bunuh kau Ajisana keparat!"

'bruak!'

Pintu ruang singgasana sekali lagi didobrak. Terlihat seorang pria berlari karena dikejar oleh pasukan siluman, "Siapa lagi ini?! Orang suruhan Ajisana keparat?! Sial!!" gumam Dyah Asih kesal.

"Eh siapa dia?" Ajisana Mahardika kebingungan.

Pria itu berlari kearah Dyah Asih, menghabisi pasukan siluman yang menyerang Dyah Asih, "Kau tak apa-apa Nyai? Aku akan menyelamatkanmu dari sini!" pria itu melingkarkan tangannya di pinggang Dyah Asih, membawanya pergi dari ruang singgasana yang penuh dengan siluman.

"Hei turunkan aku! Kau manusia bodoh! Beraninya menyentuhku!" racau Dyah Asih.

Pria itu semakin mengencangkan tangannya, membuat Dyah Asih yang sudah kelelahan tak bisa lagi melawan.

Sementara itu Ajisana Mahardika masih kebingungan atas apa yang sudah terjadi barusan, "Siapa tadi ya? Eiii itu tidak penting! Pasukan. Ikuti Dyah Asih! Jangan biarkan dia lolos!" perintah Ajisana Mahardika.

Ajisana merapihkan duduknya, mencari posisi nyaman. "Hmm.. Akhirnya aku bisa merasakan nikmatnya duduk di singgasana khikhikhi, sekarang kerajaan ini adalah milikku khikhikhikhi!" Ajisana terkikik senang. "Sekarang aku hanya harus memulihkan kekuatan ku kembali khikhikhikhi hahahaha." tawa Ajisana menggema ke setiap sudut ruang singgasana.

***

Mari kita kembali kepada Maheswara dan Dyah Asih di Kerajaan Tirtapura.

Maheswara yang pingsan karena persediaan air sudah habis akhirnya diseret oleh Dyah Asih. "Berat.. Kau harus membayar untuk ini nanti!" keluh Dyah Asih.

"Maafkan aku Nyai..." jawab Maheswara lemas.

Selama perjalanan, Dyah Asih terus mengutuk Maheswara. "Nyai, menurutmu apa yang akan terjadi pada Yatasur ketika dia memberikan cincin itu pada Ajisana? Kau tidak mungkin sebaik itu kan?" Tanya Maheswara.

"Tentu saja, setidaknya dia bisa kembali bersama keluarganya. Walaupun dalam keadaan yang tidak mengenakkan." jawab Dyah Asih sembari terus menarik tubuh Maheswara.

"Hmm... Kejamnya." gumam Maheswara.

"Aku tidak mau mendengar itu dari manusia tidak berguna seperti mu. Hmm? Ada sesuatu didepan sana. Itu seperti sebuah oasis." Dyah Asih berhenti ketika melihat sesuatu yang tak jauh dari pandangan nya.

"Hmm... Itu paling hanya imajinasi Nyai saja." sangkal Maheswara yang berhasil membuat Dyah Asih kesal.

"Kau... Lihat saja sendiri sana!" Dyah Asih yang kesal meraih kaki Maheswara dan melemparnya, membuat Maheswara terbang menuju oasis yang dilihat Dyah Asih.

"Ampun Nyaiiiii." teriak Maheswara diatas langit lalu jatuh, "Tidaak ampuni aku Dewa aku belum kawin... Aa--"

'byurr'

Sebuah danau kecil ditengah tengah gurun pasir, orang-orang biasanya menyebut nya oasis ditengah gurun pasir. "Waah Nyai disini ada sumber air!" teriak Maheswara sembari melambaikan tangannya.

"Dasar orang itu!" Dyah Asih berjalan menuju oasis itu dengan tangan mengepal kencang.

Singkat cerita Maheswara dan Dyah Asih beristirahat di oasis itu dan mengisi bekal persediaan air mereka. "Beruntung sekali kita menemukan sumber air di tengah gurun pasir seperti ini." ujar Maheswara.

Dyah Asih tidak menghiraukan Maheswara, dia hanya menutup matanya sambil berbaring, membiarkan angin menerpa wajahnya. Membiarkan angin itu menuntun nya kedalam mimpi, ya, Dyah Asih tertidur ditengah gurun pasir.

"Nyai? Nyai? Dia malah tidur. Padahal kita berada di tengah gurun pasir loh! Tak habis pikir." keluh Maheswara.

Maheswara yang bosan tak tahu mau melakukan apa, berjalan-jalan di sekitar oasis. Awalnya ia berjalan mengitari oasis, lama-lama dia berjalan lebih jauh dari oasis. "Hmm... Disini tidak ada apa-apa selain pasir. Sepanjang mata memandang, yang kulihat hanya gundukan pasir. Hmm... Hm? Apa itu?" ditengah jalan-jalannya Maheswara melihat sesuatu. Nampak sekumpulan orang yang mengelilingi seorang anak kecil yang menunggangi unta.

"Aku harus melihatnya lebih dekat." Maheswara berlari menuju anak kecil itu. Dan ketika sampai ternyata orang-orang itu memegang pedang di tangannya. "Aku tidak tahu apa yang terjadi, tetapi sepertinya kalian adalah orang jahat." Maheswara menatap orang-orang itu satu-persatu. Tampilan mereka cukup misterius dengan memakai pakaian serba hitam dan penutup wajah.

"Hei tolong aku! Mereka adalah para bandit jahat!" teriak anak kecil itu.

"Kami tidak ada urusan denganmu! Pergi sana! Jika kau menolak untuk pergi. Maka akan kami habisi!" gertak salah satu orang.

"Heh, ternyata benar kalian adalah orang jahat. Sayangnya aku juga akan menghabisi kalian jika kalian tidak mau pergi." jawab Maheswara.

"Apa-apaan sikapmu itu?! Heh!" tidak terima dengan jawaban Maheswara, salah seorang bandit itu menyuruh kawan-kawannya untuk menyerang Maheswara.

"Padahal aku ingin menghindari perkelahian. Maju sini! Hyaah!" Maheswara menghindari serangan dari para bandit lalu membalasnya dengan pukulan keras.

Pukulan keras itu berhasil menjatuhkan para bandit sehingga tersisa satu bandit yang tadi memberi perintah, "Sepertinya kau adalah pemimpinnya. Enyahlah." ancam Maheswara.

"Hiih!!!" Bandit itu pun lari terbirit-birit meninggalkan Maheswara.

Setelah selesai dengan para bandit, Maheswara membersihkan bajunya yang penuh dengan pasir karena perkelahian barusan. "Oi kau tidak apa-apa anak kecil?" tanya Maheswara kepada anak kecil itu.

"Terimakasih paman atas bantuan mu." jawab anak kecil itu.

"Kenapa bisa ada seorang anak kecil sendirian di gurun pasir yang berbahaya ini? Dimana orangtuamu?" tanya Maheswara.

"Jangan remehkan aku paman, aku adalah seorang pedagang. Aku sudah sering bepergian ke berbagai negeri. Kali ini aku sedang sial saja." jawab anak kecil itu.

"Owh, baiklah kalau begitu jaga dirimu baik-baik ya." Maheswara berjalan meninggalkan anak kecil itu.

"Hei! Tunggu Paman!" teriak anak kecil itu.

"Hmm? Ada apa lagi?" Maheswara menghentikan langkahnya.

"Aku ada sebuah permintaan. Kalau boleh aku ingin kau menjagaku sampai di Kerajaan Tirtapura. Jaraknya sudah tidak terlalu jauh dari sini." mohon si anak kecil itu.

"Hmm? Kau mau ke sana juga?" tanya Maheswara.

"Paman ingin ke Kerajaan Tirtapura juga? Kalau begitu kebetulan sekali. Namaku Sang Jaka. Panggil saja Jaka. Aku adalah pedagang dari Kerajaan Brajasuri." anak itu memperkenalkan dirinya.

"Brajasuri? Jauh sekali. Hebat kau Jaka. Namaku Maheswara." puji Maheswara.

Anak itu tersenyum lebar karena dipuji, "Jadi apakah kau mau Paman Maheswara?" tanya Jaka memastikan.

"Kebetulan aku juga butuh penunjuk jalan, belum lama ini aku tersesat sampai persediaan makanan ku habis. Senang memiliki rekan perjalanan yang bisa diandalkan." jawab Maheswara.

"Baiklah kalau begitu. Ayo naik ke untaku. Namanya Ki Wiryo."

"Seekor unta dengan panggilan Ki? Hebat! Izin menaiki mu Ki Wiryo." Maheswara menyalami Ki Wiryo sebelum menaikinya.

'hop'

"Nah sekarang ayo kita menuju Kerajaan Tirtapura!" seru Jaka.

"Sebentar Jaka. Rekan ku masih berada di oasis dekat sini, ayo kita jemput dia dulu."

"Kamu punya rekan perjalanan juga. Lebih ramai lebih baik. Ayo jalan Ki Wiryo!" Jaka mengayunkan tali kemudi nya, membuat Ki Wiryo bergerak maju.

Singkat cerita Maheswara dan Jaka sampai di oasis tempat Dyah Asih tertidur. "Ish dia masih tertidur lelap. Hmm aku punya ide." Maheswara mendekati Jaka, membisikkan sesuatu yang membuat Jaka terkejut.

"Bukankah itu sedikit tidak sopan?" tanya Jaka.

"Sesekali memang harus seperti itu." jawab Maheswara.

Dyah Asih yang masih terlelap dalam mimpi nya perlahan mendapatkan kesadarannya kembali dikarenakan suara Maheswara yang terus-menerus memanggilnya. "Nyai.. Bangun.. Nyai..." perlahan Dyah Asih membuka mata nya. "Berisik sekali kau-- gyaaahh!!" alangkah terkejutnya Dyah Asih mendapati didepan matanya terdapat wajah seekor unta.

Melihat Dyah Asih yang terkejut membuat Maheswara tertawa terbahak-bahak sementara Jaka hanya bisa bersembunyi dibalik Maheswara. Hal yang terjadi selanjutnya tentu saja sudah dapat ditebak. Dyah Asih yang marah besar mendekati Maheswara dan memukul kepalanya sampai-sampai membuat tubuhnya masuk kedalam pasir.

"Manusia bodoh! Berani-beraninya kau! Grrr!" Dyah Asih masih marah sembari menginjak-injak Maheswara yang sudah tertanam di dalam pasir.

"Ampun Nyai..."

Bersambung...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun