Dan dengan kesabaran dan ketekunan, akhirnya hari itu pun tiba. Ajisana Mahardika mengumpulkan orang-orang yang patuh dan percaya padanya. Mendobrak masuk ke dalam ruang singgasana dengan pasukan silumannya.
"Apa maksud semua ini Ajisana Mahardika?!" tanya Dyah Asih.
"Masa kekuasaan mu sudah selesai disini Kanjeng Ratu Dyah Asih Malapetaka! Bersiaplah bertemu dengan suamimu di neraka khikhikhikhi. Serang!!" Ajisana Mahardika memerintahkan pasukannya untuk menyerang Dyah Asih.
"Dasar kau keparat!!! Warugeni!!" Dyah Asih memanggil senjata andalannya, Warugeni, senjata milik mendiang suaminya.
"Ooh takut nya, sayang sekali dia tidak akan datang khikhikhikhi." ujar Ajisana Mahardika dengan tawa.
"Warugeni!! Datanglah!" sekali lagi Dyah Asih memanggil Warugeni namun senjata itu tak kunjung datang, "Bagaimana bisa?! Keparat! Apa yang sudah kau lakukan?! Hyaat!" Dyah Asih yang geram langsung menyerang Ajisana Mahardika.
"Hop hyah! Khikhikhikhi kau pasti tidak menyadari nya kan? Khikhikhikhi ratu bodoh! Haah!!" Ajisana Mahardika menahan serangan Dyah Asih dan membalasnya, membuat Dyah Asih mundur.
"Kau! Uhuk! Kekuatanku... Persetan! Kau akan ku kirim ke neraka! Hyaah!" Dyah Asih kembali melesatkan serangan nya.
"Khikhikhikhi masih keras kepala ya? Hyaakh!"
Kekacauan terjadi diruang singgasana. Dyah Asih dan pengawalnya menghadapi Ajisana Mahardika dan pasukan silumannya. Malang nasib Dyah Asih, karena para jenderalnya sedang pergi untuk memperluas daerah kekuasaannya.
"Eughh aakh!" Dyah Asih terpental karena serangan balasan Ajisana Mahardika.