Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Antara Langkah dan Cerita Malioboro

25 Januari 2025   16:54 Diperbarui: 25 Januari 2025   16:54 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana losmen.  Sumber foto: dokumen pribadi 

"Ini Yogyakarta, Mas. Sudah sampai," ujar kondektur kereta, menepuk bahu Aditya pelan. Pemuda itu tersentak dari tidurnya yang gelisah. Mata lelahnya menangkap peron stasiun Tugu yang diterangi lampu kuning temaram. Suara riuh penumpang menggantikan keheningan malam yang tadi menemaninya.  

Aditya mengangguk kecil pada kondektur, mengucapkan terima kasih sebelum melangkah turun. Ransel berat di punggungnya mengingatkan bahwa ini bukan perjalanan biasa. Udara malam yang hangat menyentuh kulitnya, kontras dengan dinginnya AC kereta yang menusuk. Ini pertama kalinya ia menjejakkan kaki di kota ini. Meski tubuhnya lelah, ada harapan kecil yang bersemayam di hatinya.  

Keluar dari stasiun, ia disambut deretan tukang becak dan ojek online. Salah satu dari mereka, pria tua dengan topi anyaman, menghampirinya. "Losmen, Mas? Dekat Malioboro?" tanyanya dengan senyum ramah.  

Aditya mengangguk. "Iya, Pak. Losmen dekat Malioboro."  

"Naik, Mas. Bisa lihat-lihat jalan," bujuk bapak itu sambil mengusap peluh di dahinya.  

Tanpa banyak berpikir, Aditya setuju. Becak mulai melaju pelan, membawanya melewati jalanan Yogyakarta yang sepi. Tukang becak itu mulai bercerita tentang kota ini---angkringan legendaris, pasar malam yang tak pernah tidur, hingga seniman jalanan Malioboro. Tapi pikiran Aditya melayang. Suara bapak itu hanya menjadi latar bagi kegelisahannya.  

Apa aku terlalu egois meninggalkan semuanya begitu saja?

Ia menghela napas panjang. Pekerjaan di Jakarta memang menjanjikan, tapi juga menggerogoti. Kesalahan kecil menjadi beban besar. Rekan kerja yang ambisius seolah-olah menjadikan kantor sebagai medan perang. Rutinitas ini membuatnya jenuh. Ia memutuskan cuti panjang, berharap Yogyakarta bisa memberinya jawaban.  

Becak berhenti di depan sebuah losmen kecil. Bangunan itu sederhana, dengan dinding kayu yang mulai mengelupas. Lampu temaram di terasnya memberi kesan hangat, berbeda dengan gedung-gedung tinggi yang biasa ia lihat.  

"Terima kasih, Pak," ujar Aditya sambil menyerahkan uang lebih. Senyum lebar tukang becak itu membuatnya merasa sedikit lebih baik.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun