"Pak, Bu, mohon maaf pesanan terlambat," Rukmini mengetik dengan hati-hati ke pelanggan yang komplain. "Saya masih belajar sistem baru. Sebagai permintaan maaf, saya tambahkan seikat kemangi gratis."
Seminggu kemudian, Rukmini sudah bisa membedakan mana foto yang bagus untuk diunggah. Tangannya mulai terbiasa dengan layar sentuh. Ia bahkan menemukan cara unik menata sayuran agar terlihat lebih menarik di foto.
"Bu, coba lihat reviewnya," Ayu menunjukkan layar ponsel suatu pagi.
"Mbok Ruk memang butuh waktu lebih lama mengantarnya, tapi responsenya jujur dan tulus. Dapat bonus kemangi lagi! Recommended seller!"
Rukmini tersenyum. Mungkin ia tidak secepat pedagang online lain. Mungkin ia masih sering salah pencet. Tapi setidaknya, ia tetap bisa memberikan apa yang selama ini menjadi kekuatannya: ketulusan melayani pelanggan.
"Yu," panggilnya pada Ayu yang masih sibuk merapikan spreadsheet pesanan. "Besok ajarin Ibu bikin grup WhatsApp ya? Kayaknya lebih enak kalau bisa broadcast promo sekaligus."
Ayu terperangah. Seminggu lalu, ibunya bahkan tidak tahu cara menyimpan nomor kontak.
***
Hari itu, Rukmini mendapat pesanan besar dari pelanggan di kota sebelah. Ia mengemasi lima puluh kilogram bayam, kangkung, dan tomat dengan rapi dalam kardus. Pengemudi ekspedisi yang datang menjemput memuji pengemasannya yang rapi dan profesional.
"Wah, Ibu pasti sudah lama jualan online, ya?" ujar si pengemudi sambil tersenyum.
Rukmini hanya tertawa kecil, menyembunyikan rasa bangga yang mengembang di dadanya. Ia ingat betapa berat perjalanan ini. Namun, di setiap kesulitan, ia menemukan kekuatan baru dalam dirinya.