Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jepretan di Kawah Putih Ciwidey

31 Desember 2024   00:01 Diperbarui: 30 Desember 2024   19:49 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Mungkin ini saatnya Aa berhenti motret," bisik Rani dengan mata berkaca-kaca.

"Tidak, Neng. Fotografi bukan hanya pekerjaan buat Aa. Ini passion Aa, mimpi Aa," jawab Otoy lemah tapi tegas.

Keluarga dan teman-teman berdatangan, memberikan dukungan moral dan material. Dokter menyarankan pengobatan intensif dan perubahan gaya hidup. "Kang Otoy masih bisa jadi fotografer, tapi harus lebih menjaga kesehatan," tegasnya.

Selama masa pemulihan di rumah sakit, ranjang Otoy berubah menjadi kantor improvisasi. Di antara selang infus dan obat-obatan, berserakan sketsa-sketsa kasar dan catatan mimpi yang ditulis dengan tangan gemetar. Setiap malam, ditemani dengung mesin rumah sakit dan cahaya temaram, dia menggoreskan impiannya di atas kertas: denah studio yang lebih besar, konsep foto yang belum pernah ada di Ciwidey, bahkan rencana workshop fotografi untuk anak-anak muda setempat.

Rani, yang setia mendampingi, diam-diam mencatat setiap detail dari bibir pucat suaminya. Di sela-sela menyuapi bubur rumah sakit dan mengganti selang infus, dia belajar dari tutorial YouTube di ponselnya: cara mengoperasikan kamera, teknik pencahayaan dasar, bahkan manajemen studio foto. Saat Otoy tertidur, dia berlatih mengatur lighting dengan senter ponsel, membayangkan setiap sudut studio yang akan mereka bangun kembali.

"Neng sudah bisa motret sendiri sekarang," ujar Rani suatu hari, memamerkan hasil jepretannya—foto Otoy yang tersenyum lemah di ranjang rumah sakit, dengan cahaya senja membuat siluet indah di wajahnya. Otoy menatap hasil foto itu lama, matanya berkaca-kaca melihat bagaimana cinta bisa mengubah seorang Rani menjadi fotografer dadakan.

Tiga bulan kemudian, Otoy kembali ke studio dengan semangat yang telah diitempa kesakitan. Studio Foto Otoy bukan lagi sekadar tempat bernaung, tapi sebuah akademi mini yang mewujudkan mimpi-mimpinya selama di rumah sakit. Dinding-dinding kusam kini dicat ulang dengan warna-warna cerah. Ruang tunggu disulap menjadi galeri mini yang memamerkan foto-foto terbaik Kawah Putih—pengingat dari mana semua ini bermula.

Satu per satu, Otoy merekrut anak-anak muda berbakat dari sekitar Ciwidey. Ada mahasiswa fotografi yang putus kuliah karena biaya; gadis lulusan SMA yang memotret dengan ponsel androidnya; dan mantan tukang parkir yang punya mata tajam untuk komposisi. Di bawah bimbingan Otoy, mereka bukan sekadar asisten—mereka adalah generasi penerus yang dia bina dengan sepenuh hati.

Setiap Sabtu pagi, studio berubah menjadi ruang kelas. Otoy membagikan pengalaman dan pengetahuannya, tidak hanya tentang teknik fotografi, tapi juga pelajaran hidup yang dia petik dari perjalanannya. "Kamera bisa dibeli, tapi mata fotografer dan hati yang tulus itu tidak ternilai," begitu dia selalu mengingatkan anak-anak didiknya.

Perlahan tapi pasti, nama Studio Foto Otoy bergema di luar Ciwidey. Bukan lagi sebagai "tukang foto Kawah Putih", tapi sebagai tempat lahirnya fotografer-fotografer muda berbakat. Klien berdatangan bukan hanya untuk foto, tapi untuk menjadi bagian dari cerita inspiratif yang terdengar hingga ke kota-kota besar. Para fotografer profesional kadang mampir, berdecak kagum melihat bagaimana sebuah studio sederhana bisa menjelma menjadi mercusuar yang menerangi mimpi anak-anak muda Ciwidey.

Lima tahun berlalu sejak hari pertama Studio Foto Otoy dibuka. Kini, studio itu telah berkembang menjadi salah satu studio foto terkemuka di Ciwidey. Otoy masih sesekali mengunjungi Kawah Putih, bukan lagi sebagai tukang foto, melainkan sebagai fotografer profesional yang membawa klien pre-wedding atau wisatawan khusus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun