Â
Etika Wayang
Â
Masyarakat Jawa adalah rumah bagi dua tradisi wayang mitologi penting, yaitu Mahabharata dan Ramayana. Gede Samba, penafsir cerita Mahabharata dan Ramayana, mengatakan bahwa kedua epos tersebut harus dilihat sebagai mitologi bukan sejarah. Kisah-kisah, karakter masing-masing tokoh dalam epos Mahabharata dan Ramayana, termasuk perang yang muncul di dalamnya, harus dilihat sebagai cerita yang ada pada setiap orang, pada orang, bukan sebagai cerita antar individu.
Setiap peristiwa, misalnya perang, adalah perang yang pertama kali terjadi pada manusia, bukan perang antar manusia. Misalnya perang antara Kurawa dan Pandawa adalah perang antara sifat buruk dan sifat baik seseorang, maka perang yang paling tepat adalah perang melawan sifat jahat seseorang, bukan melawan pihak (orang) lain) yang harus dimusnahkan. Etika Jawa menghindari perang antar individu dan kelompok karena masyarakat harus hidup rukun. Ketika keharmonisan mulai menurun dari suatu masyarakat, orang pertama-tama harus melihat diri mereka sendiri apa yang salah dengan mereka.
Wayang sebagai media pendidikan watak
Â
Wayang merupakan salah satu alat pembentuk karakter orang Jawa. Wayang tidak mengajarkan etika dalam indoktrinasi (harus dengan satu atau lain cara), tetapi memberikan kebebasan kepada penonton untuk menafsirkan setiap cerita secara terbuka. Wayang tidak menyampaikan nilai-nilai secara teoritis, tetapi secara konkrit dalam cerita atau lakon tertentu. Melalui adegan-adegan yang lucu, mengharukan, hangat dan marah, menyentuh hati masyarakat, wayang merupakan sarana pendidikan karakter yang sempurna, namun dianggap informal. Nilai etika wayang tidak dapat dipisahkan dari filosofi, religi bahkan estetika, karena nilai etika yang terkandung erat kaitannya dengan nilai tersebut.
Â
Contoh lagu wayang populer di jawa