Mohon tunggu...
Syaeful Rohman
Syaeful Rohman Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa mercubuana jakarta barat

Nama : Syaeful rohman Nim : 41520010004 Matkul : Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB Dospem : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak Instansi : Universitas Mercu Buana Meruya Jakarta Barat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Etika Jawa Kuno

16 Juli 2023   13:43 Diperbarui: 16 Juli 2023   13:43 1179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://jbbudaya.jogjabelajar.org/

 Bahasa krama desa

  • Bahasa ini biasanya dituturkan oleh penduduk desa. Sebagian besar dari mereka masih buta terhadap sastra. Penggunaan kata dalam bahasa Krama Desa memiliki ciri-ciri, yaitu:

  • Kata-kata Krama dan Krama-Inggil yang sudah di-kramatis ulang, misalnya:
    disepuh menjadi sepah, nama menjadi nami, waja menjadi waos, tabih menjadi tebah dll.

    Misalnya, gunakan kata-kata Krama Inggil untuk diri sendiri: Saya makan, makan, memberi dan sebagainya.

  • Memakai kata-kata krama Kawi:
    Bersikaplah sopan, yoga Anda, turanga Anda, dan sebagainya. Bergantung pada situasinya, mis.

    Sambera Chicken, Mori Slice, Ambetan Duren, Sengeta Pete dll. Ini memiliki arti tersendiri, mis. limusin semangka, dhekemen dhale, boga agung dll.

 6 Bahasa jawa kedhaton (Bahasa bagongan)

Kedhato Jawa (bahasa baru)

 Bahasa Kedhaton adalah bahasa sehari-hari yang digunakan oleh para abdi dan prajurit raja di lingkungan kerajaan dan di depan para pejabat kerajaan. Bahasa Jawa jenis ini terbentuk dalam kalimat santun yang dipadukan dengan kata Ater-ater, Kedhaton dan Panambang.

 Penggunaan bahasa juga bervariasi tergantung pada siapa lawan bicara berbicara. Misalnya, jika Anda prajurit atau sesama abdi raja, jangan memakai kebiasaan. Sedangkan ketika abdi raja berbicara kepada pangeran, panambang dan teater harus dilakukan.

https://travelingyuk.com/
https://travelingyuk.com/
Pengertian Unggah-Ungguh.
  •  Secara Etimologi
    Unggah-ungguh menurut bahasa adalah gabungan dari dua kata yaitu kata unggah dan kata ungguh. Kata unggah dalam kamus bahasa Jawa disama-artikan dengan kata munggah yang artinya naik, mendaki. memanjat. Maka kecenderungan orang Jawa dalam menghormati orang lain didasarkan pada tingkat kedudukan atau derajat yang lebih tinggi. Sedangkan ungguh dengan tingkat bahasa Jawa ngoko yang artinya berada, bertempat, pantas, cocok sesuar dengan sifat-sifatnya. Dalam hal ini mayoritas orang Jawa menghormati orang lain selalu melihat atau memperhatikan keadaan, selalu berhati-hati dalam membawa diri. Sikap berhati-hati dan waspada bermaksud agar tingkah lakunya sesuai, pantas dan tidak mengganggu orang lain atau menimbulkan konflik dalam masyarakat. Kedua kata tersebut jika digabung menjadi unggah-ungguh artinya sopan santun, basa basi atau tata krama. Ini menunjukkan bahwa orang Jawa dalam bergaul dalam mas yarakat selalu memperhatikan aturan sopan santun dan tata krama demi menjaga keselarasan sosial dan tercapainya hidup rukun, aman, damai dan sentausa tanpa ada konflik.

  • Secara Terminologi
  • Ada beberapa tokoh yang mendefinisikan unggah-ungguh secara langsung maupun tidak langsung. Tokoh tersebut diantaranya adalah Frans Magnis Suseno, S. Soemiati Soetjipto, Clifford Geertz dan Maryono Dwiraharjo.

  • Menurut Franz Magnis Suseno, unggah-ungguh identik dengan prinsip hormat yaitu suatu sikap dimana orang Jawa dalam cara bicara dan membawa diri selalu atau harus menunjukkan sikap hormat kepada orang lain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya.* Menurutnya masyarakat merupakan suatu kesatuan yang selaras. Kesatuan itu diakui oleh semua manusia dengan menempatkan diri sesuai dengan tuntutan tata krama sosial. Mereka yang berkedudukan lebih tinggi harus dihormati dan mereka yang berkedudukan lebih rendah adalah memakai sikap kebapaan atau keibuan dan rasa tangung jawab.

  • Orang Jawa dalam menyapa orang lain menggunakan bahasa keluarga dan menggunakan bahasa krama yang terdiri dari dua tingkat utama yang berbeda dalam perkataan dan gramatika, yaitu krama sebagai bentuk sikap hormat, dan ngoko sebagai bentuk sikap keakraban, dan krama inggil sebagai pengungkapan sikap hormat yang paling tinggi. Tatanan dalam tingkat bahasa krama inilah merupakan suatu sarana ampuh untuk mencegah timbulnya konflik, sehingga tatanan ngoko-krama mempunyai fungsi yaitu untuk mengatur semua bentuk interaksi langsung di luar lingkungan keluarga inti danlingkungan teman-teman akrab maupun orang yang tidak dikenal

  • sekalipun. Tatanan krama ini menyangkut gerak badan, urutan duduk, isi dan bentuk suatu pembicaraan.

  • Dengan demikian, unggah-ungguh dalam pandangan F.M. Suseno merupakan bentuk manifestasi dari bentuk prinsip rukun dan prinsip hormat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun