"Hehehe, maaf, aku terlalu senang mendengar kabar ini, Rum. Aku terharu, Allah swt. sangat baik kepada kita," ucap Kimya lirih dengan mata berkaca-kaca.
"Tapi, sebagaimana ada kesulitan sesudah kemudahan, ada pula sebaliknya. Di sisi yang lain, kita harus berpisah, Kimya."
Kimya menyadari arah pembicaraan Rum, dan mulai menundukkan pandangannya.
"Berjanjilah, Rum. Kamu tak akan pernah melupakan aku."
Rum mengulum senyumnya, menegarkan hatinya, kemudian merangkul sahabatnya, "Bahkan meskipun aku harus pergi selama bertahun-tahun dengan jarak ratusan pulau, inshaAllah kamu akan selalu aku ingat, Kimya dan juga pesantren ini yang telah mempertemukan kita.
Rum diam sejenak, sedangkan Kimya hanya menundukkan pandangnnya mengingat berbagai macam memori yang telah mereka lewati, bagaimana memori-memori itu terangkai dan membawa mereka sampai ke titik ini. Kemudian Rum melepaskan rangkulannya, dan Kimya mulai mengangkat wajahnya.
"Ingat, Kimya. Sejauh apapun kita pergi, jangan lupa tempat kembali, dan...."
"Jangan lupakan hatimu, eh hati kita deh," sambung Kimya tiba-tiba, seketika pandangan mereka beradu dan tawa mulai menghiasi wajah keduanya.
"Siiiip, pokoknya jangan pernah berubah, jadilah Kimya seperti yang aku kenal sekarang, okee?"
"Siap boskuuuh, kamu juga yaa."
"Tentu, dong. Pokoknya Kimya tak akan terlupakan, apalagi fisika, eh, hahahah,"