Mohon tunggu...
Hukum

Sistem Pengupahan dalam Islam, Tegakkan Keadilan dalam Ketenagakerjaan

3 Januari 2019   20:08 Diperbarui: 3 Januari 2019   20:19 4895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata derajat di atas menunjukkan tentang hasil atau kedudukan yang akan diperoleh oleh manusia bahwa hal itu didasarkan pada hasil kinerja mereka.  Jika dikaitkan dengan transaksi ijarah dapat disimpulkan bahwa upah yang diperoleh oleh seseorang akan berbeda dengan upah yang didapatkan oleh orang lainnya sesuai dengan hasil kinerja yang mereka lakukan.

Untuk itu upah yang dibayarkan kepada masing-masing pegawai bisa berbeda berdasarkan jenis pekerjaan dan tanggung jawab yang dipikulnya. Tanggungan nafkah keluarga juga bisa menentukan jumlah gaji yang diterima pegawai.  Bagi yang sudah berkeluarga, gajinya 2 kali lebih besar dari pegawai yang masih lajang, karena mereka harus menanggung nafkah orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, agar mereka tetap bisa memenuhi kebutuhan dan hidup dengan layak.

Patokan besaran gaji yang paling mudah adalah dengan menyesuaikan upah minimum regional (UMR) setempat. Jangan sampai kurang dari itu karena anda mengalami resiko dengan hukum. Itu adalah patokan gaji paling dasar dalam menentukan gaji. Kalau anda bisa menggaji lebih, itu bagus, tetapi jangan sampai kurang.

Akan tetapi, tidak juga disamaratakan bahwa semua karyawan harus memiliki gaji yang sama.  Seharusnya, semakin berat tanggung jawabnya, semakin berat juga besaran gajinya.

Dalam fikih ekonomi Umar RA. terdapat beberapa perbedaan jumlah upah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sesuai kualitas pekerja; dimana seyogiannya dibedakan antara para pekerja dipemerintahan dan pekerja terhadap individu.

Pada dasarnya hubungan kerja menurut islam merupakan suatu kerja sama yang saling menguntungkan dalam rangka untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan bersama baik bagi pengusaha atau pekerja, oleh karena itu tidak dibenarkan adanya pemaksaan untuk melakukan suatu pekerjaan diluar ketentuan batas waktu kerja yang telah diatur pemerintah, namun jika suatu perusahaan membutuhkan tenaga seorang pekerja diluar waktu yang telah ditentukan maka berdasarkan hadis di atas pihak pengusaha harus membantu pekerja tersebut dengan menambah upah yang biasanya mereka terima.

Berdasarkan ketentuan hadis di atas maka dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya persoalan upah bukan hanya persoalan yang berhubungan dengan uang dan ketentuan melainkan lebih pada persoalan bagaimana kita memahami dan menghargai sesama dan tolong menolong antara yang satu dengan yang lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun